Mohon tunggu...
Abror Parinduri
Abror Parinduri Mohon Tunggu... -

Lahir di Binjai, kini Dosen di Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Belajar Kesetiaan dari Siti Hajar, Ibrahim As dan Ismail As

26 Oktober 2012   13:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:22 2331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS.37 : 102)

Hari ini seluruh ummat Islam diseluruh penjuru dunia merayakan Hari Raya Idul Adha atau sering kita kenal dengan Idul Qurban. Hari Raya ini adalah Hari Raya yang sangat istimewa dan cukup bersejarah karena dibarengi dengan pelaksanaan Ibadah Haji di Mekkah. Peristiwa ini mengandung pelajaran yang begitu berharga karena disaat yang sama kita mengenang peristiwa yang dialami oleh Nabi Ibrahim As dan keluarganya yakni Istri tercinta Siti Hajar dan Putra Kesayangannya Nabi Ismail As.

Momentum ini sesungguhnya bukan momentum biasa tetapi syarat akan makna yang begitu mendalam sekaligus membuktikan sejauh mana kesetiaan mereka (Ibrahim As dan keluarganya kepada Allah Swt serta kesetiaan diantara mereka yang terikat dalam satu keluarga). Idul Adha bukan hanya sekedar malaksanakan Ibadah Haji di Makkah lengkap dengan kewajiban-kewajibannya atau bagi yang tidak berangkat diwajibkan untuk yang mampu serta berkecukupan memotong hewan qurban sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan. Jika kita memaknai hanya sampai demikian maka wajarlah ibadah kita hari ini masih terbatas pada rutinitas belaka sehingga tidak memiliki bias positif atau melahirkan alumni-alumni yang beriman dan bertaqwa kepada Allah dan berakibat pada lunturnya semangat kesetiaan kita kepada Allah terlebih-lebih kesetiaan terhadap keluarga atau sesama manusia.

Makna Kesetiaan

Kata “setia” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ber-arti “patuh, teguh pendirian dan memenuhi janji. Sedangkan “kesetiaan” ber-arti keteguhan hati, ketaatan dan kepatuhan. Jika kita kaitkan dengan keimanan kita kepada Allah tentu artinya sama dengan ke-Taqwaan. Bahwa arti Taqwa bukan hanya sekedar menjalankan perintah dan menjauhi segala larangannya akan tetapi lebih dari itu semua bahwa Taqwa merupakan manifestasi dari amal soleh yang kita lakukan setiap harinya. Jika kesetiaan kita kaitkan dengan kehidupan keluarga, tentu ini berarti bahwa masing-masing anggota keluarga siap untuk menerima kondisi apapun yang terjadi serta berupaya untuk mempertahankan keutuhan dalam keluarga tersebut.

Dalam merayakan Idul Adha ini, maka setidaknya kita mendapatkan tiga spirit kesetiaan yang ditunjukkan oleh Siti Hajar, Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As. Yang pertama, adalah spirit kesetiaan yang ditampilkan oleh Siti Hajar. Ia adalah istri nabi Ibrahim As sekaligus isyarat lambang wanita sejati yang taat kepada suami dan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Segala kesulitan, kepahitan, keresahan yang ditempuh Siti Hajar bersama anak kecilnya, Nabi Ismail Alaihi Salam di tengah-tengah padang pasir. Ia ditinggal oleh suaminya Ibrahim As untuk sementara waktu di Mekkah tanpa pembantu pribadi, mobil pribadi, bekal yang mewah serta tempat tinggal yang nyaman dan ber-AC. Siti Hajar harus berjuang untuk kelangsungan kehidupaannya esok hari. Lantas apa yang membuat ia tetap setia mendampingi suaminya Ibrahim As ? Adalah karena keyakinan dan keteguhannya bahwa suaminya adalah seorang suami yang bertanggung jawab dan tentu tidak akan membiarkan begitu saja kehidupannya dalam keterasingan itu.

Disamping kesetiaan Siti Hajar yang tulus kepada suaminya bahwa ia juga setia terhadap Allah Swt dan ini dibuktikan dari transkip dialog yang terjadi antara Siti Hajar dan Nabi Ibrahim : “Allahu amaroka bi hadza ?” (Apakah Allah yang memerintah kepadamu agar saya tinggal di sini ?) Nabi Ibrahim menjawab, “Na’am.” (Iya.) Kemudian Siti Hajar berkata lagi, “Idzan la yudlayyi’uni.” (Jadi kalau begitu, Allah tidak akan membiarkanku.). Memunculkan keyakinan seperti ini sangat sulit sekali apalagi ditengah kesulitan hidup yang menerpa Siti Hajar pada waktu itu. Akan tetapi beliau tetap teguh dan setia kepada Allah hingga pada akhirnya Allah mengabadikan kisahnya bersama putra kesayangannya Ismail As dalam pencarian air minum ketika Ismail kecil kehausan yang diabadikan Allah lewat kewajiban Sa’I yakni berlari kecil antara bukit Safa dan Marwa. Sungguh keterlaluan sekali bagi mereka yang diberi kesanggupan fisik oleh Allah untuk menjalankan Sa’I ini ketika sedang melaksanakan Ibadah Haji di Makkah, namun tidak ia laksanakan sendiri akan tetapi ia upahkan kepada orang lain atau ia menggunakankursi roda supaya tidak terasa letih dan lelah.

Spirit kesetiaan yang kedua adalah yang ditampilkan oleh Nabi Ibrahim As. Dalam penerimaan konsep ketauhidan, ia sedikit lebih istimewa dan berbeda dari nabi-nabi yang lain. Nabi Ibrahim As dibiarkan oleh Allah Swt mencari sendiri siapa tuhan-Nya dan ini diabadikan didalam Al Qur’an Surah Al An’am ayat 76-79. Dan ketika ia berhasil menemukan Tuhan-Nya yang kekal dan abadi yakni Allah Swt, ia juga tidak dibiarkan oleh Allah beriman begitu saja sebelum di uji lagi sampai sejauh mana keimanan dan kesetiaannya tersebut kepada Allah. Singkat cerita Nabi Ibrahim kembali mendapatkan ujian melalui mimpi yakni diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putra tercintanya sekaligus anak satu-satunya yakni Nabi Ismail As. Kesetiaan Nabi Ibrahim terhadap Allah mendapat ujian yang sangat luar biasa dan mungkin sebagian kita menganggap sangat tidak lazim untuk dilakukan. Akan tetapi nabi Ibrahim membuktikan kesetiaannya itu kepada Allah dengan mendatangi putranya Ismail dan menyampaikan mimpinya itu. Dan peristiwa ini kembali diabadikan Allah dalam Al Qur’an Surah Ash Shaaffaat ayat 102. Ketika Nabi Ibrahim lulus dalam ujian kesetiaannya ini maka beberapa tahun kemudian ia diberikan penghargaan oleh Allah berupa anak kedua yakni Nabi Ishaq As dan juga semua Nabi setelah Nabi Ibrahim As adalah keturunan dari beliau. Maka kita sering mendengar istilah bahwa Nabi Ibrahim adalah Bapaknya para Nabi.

Spirit kesetiaan yang ketiga adalah yang ditampilkan oleh Nabi Ismail As. Beliau merupakan putra si mata wayang Nabi Ibrahim. Dari kecil ia memang menjalani hidup penuh dengan perjuangan dan kesusahan, namun tidak sedikitpun ia mengeluh dan protes terhadap kehidupannya yang kurang beruntung itu kepada Ayah dan Ibundanya. Ismail kecil tetap sabar dan sayang kepada kedua orang tuanya. Hingga datanglah berita yang disampaikan oleh ayahnya Nabi Ibrahim As perihal mimpinya mendapat perintah dari Allah untuk menyembelih dirinya (Ismail As), sedikitpun ia tidak gentar atau benci dan memusuhi ayahnya tersebut. Justru yang ia katakan adalah : "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Subhanallah, nabi Ismail yang baru baligh itu menunjukkan kesetiaannya yang luar biasa kepada Allah dan Orang Tuanya, sedikitpun ia tidak pernah mengeluh.

Dengan kita mempelajari tiga spirit kesetiaan ini tentu ibadah Haji, Idul Adha dan Idul Qurban yang kita laksanakan setiap tahunnya tidak lagi terjebak dalam sebuah kegiatan rutinitas yang tidak menghasilkan amalan-amalan apapun dalam kehidupan kita sehari-hari, dan yang ada malah rasa sombong, ujub dan takabbur karena mungkin hanya kita orang yang mampu didalam lingkungan tempat kita tinggal melaksanakan haji setiap tahunnya dan qurban setiap tahunnya.Untuk kaum Ibu, tirulah Siti Hajar yang begitu setia kepada Allah dan suami tercintanya. Untuk kaum Bapak, tirulah Nabi Ibrahim As yang memiliki kesetiaan luar biasa terhadap istri dan anaknya tetapi tidak mengalahkan kesetiaannya kepada Allah Swt. Untuk generasi muda, tirulah Nabi Ismail As yang begitu sabar, setia dan sayang kepada kedua orang tuanya. Kehidupan kecilnya yang penuh dengan kesulitan, tidak membuat kesetiaannya luntur kepada Allah Swt.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun