Mohon tunggu...
Aboy Maulana
Aboy Maulana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Biasa saja

Jangan bosan jadi orang baik

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Lebaran: Menuju Mudik Hakiki

28 April 2022   08:28 Diperbarui: 28 April 2022   08:33 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

Selain itu, mudik bagi sebagian orang menjadi semacam gengsi status sosial. Para pemudik beranggapan bahwa peristiwa setahun sekali ini adalah momen yang tepat untuk membenarkan anggapan bahwa orang yang merantau (dari desa ke kota) tentunya memiliki kepemilikan lebih dalam hal apa pun. 

Salah satunya adalah memiliki uang, terlebih jika memang ia bekerja mencari nafkah di kota. Orang sudah terlanjur menganggap bahwa kota adalah gudang uang. Orang-orang berhijrah mencari nafkah di kota pasti beruntung dan mengalami kemajuan.  

Semua pemudik berhadapan dengan anggapan ini. Karenanya, sadar atau tidak, mudik bukan tidak mungkin untuk dijadikan sebagai sarana ujuk gigi atau untuk menunjukkan kemajuan yang sudah didapatkan pemudik semasa hidup di kota. Hal inilah yang kemudian memicu pemudik untuk tidak mudik kecuali dengan membawa kemajuan, apapun itu. 

Entah pakaian, kendaraan, uang, gaya bicara, sampai kebiasaan yang sebelumnya tidak ada. Lebih parah, jika pemudik beranggapan yang penting mudik dengan membawa uang bagaimanapun cara mendapatkannya, yang penting terlihat maju dalam hidup dari manapun kemajuan itu didapatkan. 

Tentunya, hasil pelatihan selama Ramadan sayang jika dirusak dengan hal ihwal mudik yang gagal paham. Sejatinya, mudik adalah ilustrasi fase perjalanan hidup manusia dimana orang yang merantau (hidup di dunia) kelak akan pulang ke tempat asal (akhirat). 

Kembali ke tempat darimana sesungguhnya manusia berasal. Manusia berasal dari Allah dan akan mudik atau kembali kepada Allah (innaa lillaahi wainna ilaihi raji'un). Inilah mudik hakiki, mudik yang hanya menghargai kemajuan amal-ibadah bukan kemajuan dalam hal harta dan kepemilikan. wallahu'Alam****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun