Seleksi CPNS tahun ini sepertinya belum akan berhenti melahirkan sensasi. Setelah keberadaan Tes Karakteristik Pribadi (TKP) yang dikeluhkan para peserta karena pilihan jawaban yang absurd, tes CPNS tahun ini juga menerapkan penggeledahan berlapis-lapis terhadap para peserta ujian.
Saya merasakan sendiri bagaimana ketatnya penggeledahan itu. Berlokasi ujian di Gedung BKN Kantor Regional VI di Kota Medan, saya masuk dalam kelompok sesi V, di mana ujian dilaksanakan pada pukul 16.30-18.00 WIB.
Entah apakah ada hubungannya dengan temuan mengenai sejumlah peserta yang membawa jimat beberapa waktu lalu atau tidak, penggeledahan terhadap para peserta CPNS kali ini sungguh-sungguh luar biasa ketat sekaligus ajaib.
Betapa tidak. Layaknya hendak naik pesawat, tali pinggang para peserta diminta untuk dilepas. Namun bedanya, bukan untuk dipakai kembali setelah pemeriksaan selesai, melainkan agar disimpan di dalam tas. Yang bikin para peserta dongkol, aturan tidak boleh memakai tali pinggang ini tidak ada tercantum di situs-situs penerimaan CPNS, baik itu di laman BKN ataupun di situs instansi yang disasar. Coba saja cek kalau tidak percaya.
Tak hanya tali pinggang, para peserta juga diminta untuk melepas sepatu dan kaus kaki. Lagi-lagi, bukan untuk dipakai kembali setelah dipastikan tidak tersimpan kertas jawaban atau jimat di dalamnya, melainkan untuk disimpan dengan plastik kresek yang disediakan panitia. Jadilah semua peserta bertelanjang kaki. Haiyaaa! Kalau tahu begini mending dari rumah pakai sendal jepit saja!
Setelah tali pinggang dan sepatu ditanggalkan, sebelum masuk ke ruang ujian, para peserta diminta untuk mengangkat dan merentangkan tangan, lalu dipindai dengan alat pendeteksi dari ujung kepala sampai ujung kaki. Ya, dari ujung kepala sampai ujung kaki!
Belum cukup sampai di situ, para peserta laki-laki (saya tidak tahu bagaimana dengan peserta perempuan karena saya tak sempat melihat) juga diperiksa celana dan sempaknya, untuk memastikan tidak ada yang disembunyikan di sebaliknya. Macam betul aja bah!
Niat hati saya mau bilang ke panitia, "jembut saya gak diperiksa sekalian, Pak, soalnya jembut saya ini keramat lho?".
Pemeriksaan pun kembali diulang terhadap peserta yang kembali dari toilet dan/atau mengerjakan salat. Naik pesawat saja tidak sebegitunya. Atau, apakah ini standar pemeriksaan kalau mau terbang ke Mars? Pendeknya, betul-betul macam teroris kami dibuat.
Saya tidak tahu apakah di tempat lain juga diberlakukan penggeledahan yang sama. Tapi dari selentingan yang saya dengar, di lokasi lain yang juga masih di Medan, peserta perempuan yang berjilbab diharuskan untuk melepas jilbabnya (kemudian boleh dipakai kembali) sebelum masuk ke ruang ujian. Hal itu, kabarnya, dilakukan guna memastikan peserta tidak mengenakan peralatan apapun, seperti headset dan sebagainya.
Saya mafhum, seluruh rangkaian penggeledahan tersebut bisa dipahami sebagai bentuk usaha panitia untuk mencegah terjadinya kecurangan. Tapi, haruskah sampai sebegitunya?
Catatan ini perlu saya sampaikan agar bisa jadi bahan evaluasi bagi panitia untuk mempersiapkan metode yang lebih tepat dan tidak lebay, setidaknya untuk tahun depan. Apalagi, tidak sedikit peserta yang saya dengar mengomel atas cara yang dilakukan panitia. Hampir semua mereka merasa diperlakukan bak terduga teroris, alih-alih sebagai calon abdi negara. Untungnya, keinginan yang begitu besar untuk menjadi PNS membuat mereka mampu meredam emosi.
Jika esensi dari penggeledahan yang berlapis-lapis itu adalah mencegah terjadinya segala macam bentuk kecurangan, panitia agaknya perlu membedakan, mana hal-hal yang bisa berpengaruh (baca: membantu) bagi peserta untuk berbuat curang, dan mana yang tidak.
Gelang tali misalnya (kebetulan ada satu peserta di hari saya ujian yang diambil gelangnya oleh panitia), apakah bisa membantu? Apakah gelang itu akan membisikkan kepada si peserta jawaban-jawaban yang benar? Kan tidak. Begitu juga dengan benda-benda yang dianggap keramat oleh peserta seperti bawang, kunyit, potongan rambut, jembut, dsb. Coba pikirkan, Wahai panitia yang baik, mana yang lebih absurd, peserta yang membawa jimat, atau kalian yang percaya bahwa benda-benda yang dianggap jimat itu bisa membantu peserta menjawab soal sehingga menerapkan penggeledahan sedemikian rupa?
Atau jangan-jangan, kalian para panitia teramat percaya pada keberadaan makhluk supernatural di balik benda-benda yang dibawa para peserta itu?
Oke, jika memang begitu, saya usulkan, tahun depan, atau lain kali ketika lowongan CPNS kembali dibuka, selain alat pendeteksi benda-benda nyata, kalian siapkan juga alat pendeteksi makhluk halus. Dengan demikian, peserta yang membawa makhluk halus ke dalam ruangan ujian akan langsung ketahuan, dan bisa langsung didiskualifikasi.
Anyway, kalau sudah sebegitu ketatnya penggeledahan terhadap peserta CPNS, bolehlah pula saya usulkan supaya para panitia pengawas ujian itu ditugaskan saja di bandara, di kantor imigrasi, atau sekalian ditempatkan di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Saya jamin, dengan kedetailan mereka menggeledah, tidak akan ada pelaku pembawa bom atau narkoba yang bisa lolos.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H