Ana melayang bersama cinta sadomasokhistis yang ia terima dari Grey. Seperti halnya keekstriman yang ia dapat di ruang permainan itu, seperti itu pula wisata kemesraan yang ia peroleh: pergi ke Seattle dengan helikopter, memandangi panorama alam dari langit di atas pesawat capung yang canggih....
Sembari memikirkan, dan mencoba menegosiasikan isi perjanjian kontrak yang gila itu, makin hari Ana justru makin jinak. Makin mengerti bagaimana 'pace', irama, yang dirancang Grey dengan sangat teliti itu teralur. Walaupun tiap kali sehabis melewatinya ia merasa sedih: Grey tak berada di sampingnya di ranjang yang sama.
"As I told you, I don't sleep with anyone!" tegas Grey untuk kesekian kalinya.
Sedih, senang, tangis, tawa, canda, rindu, sesal...
Sampai di sini, barangkali terungkaplah sudah kenapa saya menuliskan sinopsis ini. Romantika itu. Romantika yang tak biasa. Romantika yang tetap saja indah, sebagaimana romantika-romantika yang pernah ada. Romantika yang pantang dilevel-levelkan. Biarpun kelanjutannya benar-benar tak lazim: hukuman, siksaan, pukulan, cambukan, kesenangan si 'dominant', kesedihan si 'submissive'.
Bagi saya, ketakwajaran yang mendominasi dalam film ini justru yang membuatnya "patut" untuk dinikmati. Darinya, terbebas dari soal bagaimana ketidakwajaran yang lebih kerap disebut ketidakpatutan itu, kita justru disuguhkan satu "seni mencintai" yang lain: BSDM (abreviasi dari Bondage - Discipline - Domination and submission - Sadism and masochism -- suatu bentuk berhubungan seks yang melibatkan pemeranan, antara pihak tuan yang sepenuhnya mengontrol dengan pihak yang sepenuhnya dikontrol, dengan perbudakan, dengan kesadisan, dengan kekerasan....
Sadomasokhisme (gabungan sadisme dan masokhisme) yang diterima Ana dari Grey, dalam film ini, tak sepenuhnya seperti apa yang kita bayangkan. Bayang-bayang traumatik Grey yang ia dapat dari masa kecilnya, yang tumbuh menjadi semacam penyakit itu, cukup berhasil dihempaskan oleh kekuatan cintanya pada Ana, dan sebab itu di sana kita menemukan roman, bukan kekerasan.
Meskipun pada akhirnya ia tetap tak dapat dipulihkan. Meskipun Ana kemudian memilih menyerah. (*)
Â
Catatan:
*Istilah sadis berasal dari nama Marquis de Sade, aristokrat dan filosof asal Prancis yang sepanjang hidupnya fokus pada pornografi dan erotisme.