Mohon tunggu...
Abiyadun Masykur
Abiyadun Masykur Mohon Tunggu... -

Praktisi muda pertanian, Perkumpulan Alumni Muda Institut Pertanian Bogor (PADI)

Selanjutnya

Tutup

Money

Impor Bawang Merah Mencederai Petani

26 Mei 2016   20:09 Diperbarui: 30 Mei 2016   17:07 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, seandainya benar fakta di lapangan yakni harga bawang merah mencapai Rp 41.000 per kg sebagai variabel diputuskan impor sementara produksi melebihi kebutuhan, artinya terjadi kesalahan pada tata niaga bukan pada produksi. Carut marutnya tata niaga pangan khususnya bawang merah ini menandakkan buruknya kinerja atau tidak berjalannya fungsi Kementerian Perdagangan sebagai lembaga yang memiliki tugas membangun tata niaga untuk kelancaran pasokan dan stabilitas harga. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pun sebagai lembaga yang bertugas untuk memantau stabilisasi harga pangan tidak berjalan. Sementara Kementerian Pertanian yang memiliki tugas meningkatkan produksi pangan dan membina petani sudah sukses menjalankan tugasnya.

Kebijakan impor ini tentunya melemahkan eksistensi petani dan berbagai capaian serta kerja keras yang dilakukan Kementerian Pertanian yang sukses meningkatkan produksi dan menggaraihkan petani untuk bertani. Padahal harga riil bawang merah saat ini di lapangan sudah sesuai dengan target pemerintah yakni instruksi presiden terkait kebijakan pangan murah

Aksi Afirmatif

Untuk mengurai lonjakkan harga bawang merah dan carut marut tata niaga di tengah surplus produksi dan terjaminnya pasokan, pemerintah harus melakukan berbagai aksi afirmatif. Pertama, Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian harus membuat regulasi dan membentuk tim stabilisasi harga yang berada langsung di lapangan. Regulasi ini dapat berupa mengeluarkan kebijakan mengenai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) seperti pada komoditas jagung. Dengan demikian, harga bawang merah dalam waktu kapanpun tidak terjadi distorsi oleh permainan para pelaku usaha nakal. Kemudian, adanya tim stabilisasi harga dapat melakukan pengendalian dan pengawasan secara langsung dan cepat terhadap pendistribusian dan stabilisasi harga di tingkat petani sampai ke konsumen. Selain itu, pemerintah dapat mengatur langsung ritel, pengepul atau pelaku usaha untuk melakukan pendistribusian pangan sehingga harga tidak semata-semata diserahkan pada mekanisme pasar atau dikendalikan penuh oleh pasar.

Kedua, Kementerian Perdagangan harus turun tangan menata rantai pasok sehingga supply bawang merah dapat diatur untuk didistribusikan pada berbagai daerah, tidak semata di satu daerah yang dikendalikan dan dimainkan pelaku usaha. Sebab, apabila ini tidak dilakukan, para pelaku usaha akan membentuk kelembagaan informasi yang mengarah pada pembentukan kartel atau membentuk struktur pasar baru yang memainkan harga dan stok.

Ketiga, pemerintah harus segera membangun farm market dan Badan Layanan Umum (BLU) Pangan dengan Toko Tani Indonesia (TTI) sebagai operator. Tujuannya agar terbentuk struktur pasar baru sehingga stok bawang merah petani dapat terdistribusikan langsung ke pasar atau konsumen sehingga tanpa melewati banyak middle man yang terlibat pada rantai pasok. Dengan begitu, tidak terjadi pasar liar atau bawang merah tidak lagi diserahkan pada mekanisme pasar yang menentukan harga dan memainkan pasokan.

Di sisi lain, adanya TTI sebagai operator dapat melakukan transformasi sosial, ekonomi dan kelembagaan petani. Petani dapat melakukan hilirisasi dan penyeimbang harga dan pelaku usaha yang bersentuhan langsung dengan petani merasa ada kompetitor sehingga harga dapat bersaing karena pelaku usaha tidak bisa memainkan harga. Dengan demikian harga di tingkat petani sampai ke pasar dapat stabil.

Keempat, peran pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk melancarkan distribusi dan menstabilkan harga ketika stok bawang merah melimpah. Pemerintah daerah harus mendukungnya melalui pembinaan sumberdaya manusia petani, mempermudah perizinan atau membuat peraturan-peraturan dan membangun infrastruktur untuk memperlancar akses.

Oleh karena itu, sangat disayangkan pemerintah terlalu cepat memutuskan impor bawang merah. Apalagi bulan Juni-Juli yang tinggal beberapa hari lagi merupakan puncak panen bawang merah, harga bawang merah petani akan tambah merosot. Artinya, kebijakan impor sudah dipastikan merugikan petani dan memperpanjang masa hutang dan kemiskinan petani. Sebab, selama petani melakukan budidaya bawang merah, pastinya petani meminjam modal kepada sanak saudara dan mitra lembaga keuangan yang bunganya cukup besar dan terus berjalan apabila tidak dilunasi tepat waktu.

Seharusnya di saat sekarang menjelang masuknya bulan Ramadhan merupakan momentum bagi petani untuk mendapat harga yang tinggi agar memperoleh keuntungan yang lebih untuk menambah pundi-pundi tabungan dan kantong mereka dalam menghadapi banyaknya pengeluaran, terlebih saat Lebaran bahkan pasca Lebaran. Sebab petani pun berhak mendapat tunjangan hari raya dari pemerintah berupa harga yang menguntungkan.

Untuk itu, petani sebagai konstituen negara yang wajib dijamin kesejahteraannya perlu bergerak menuntut kesejahteraan pada lembaga pemerintah yang bertugas dalam menyediakan pasar dan menjaga stabilisasi harga yang menguntungkan. Dengan begitu, kebingungan petani terhadap kebijakan impor bawang merah dapat terjawab di tengah pasokan produksi yang melimpah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun