Mohon tunggu...
Abiwodo SE MM
Abiwodo SE MM Mohon Tunggu... Bankir - Professional Bankers, Student at UI

Bankers yang selalu fokus terhadap "goal-oriented with an eye for detail, a passion for designing and improving creative processes also expertise in corporate relations" Saat ini sedang menempuh pendidikan S3 di UI.

Selanjutnya

Tutup

Cryptocurrency Artikel Utama

Antara The Fed, Anjloknya Kripto, dan Rupiah Digital

6 November 2022   23:59 Diperbarui: 27 Desember 2022   00:07 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi aneka uang kripto (cryptocurrency). Ilustrasi Bitcoin. Hukum uang kripto. (sumber: SHUTTERSTOCK/CHINNAPONG via kompas.com)

"Jadi, yang jelas, mata uang virtual pengusung desentralisasi ini penyebarannya jauh lebih tak terbatas ketimbang uang kartal dan giral."

Setelah pidato Hawkish sang Ketua The Fed, Jerome H Powell, yang kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin pada Kamis (3/11/2022) dini hari, kini posisi dolar semakin menguat terhadap seluruh mata uang.

Dalam tulisan saya sebelumnya, kita sudah membahas soal langkah menaikkan suku bunga acuan oleh bank sentral untuk menekan inflasi. 

Harapannya, bisa mengurangi jumlah uang beredar juga menekan harga komoditas agar tidak semakin meroket.

Kini, akibat peningkatan suku bunga acuan The Fed, kisaran bunga acuan di AS mencapai 3,75-4 persen. Untuk kredit, bunga yang semakin tinggi itu tentu mengerikan. 

Dampaknya, nilai investasi cenderung turun dan perputaran ekonomi melemah. Tapi sebaliknya, bunga perbankan yang tinggi itu bisa mendorong orang untuk menyimpan uangnya di bank.

Itulah yang terjadi beberapa hari ini. Agresivitas bank sentral AS dalam menaikkan suku bunga acuan memicu pelaku pasar atau investor untuk mencari safe haven alias tempat aman untuk menaruh dolarnya. Alhasil, dolar menguat terhadap seluruh mata uang.

Pasar kripto ikut anjlok 

Yang sedang terjadi saat ini adalah dolar AS mengalami penguatan. Jadi bukan hanya rupiah yang melemah, tapi hampir semua mata uang negara utama, maupun sebagian besar mata uang emerging market (pasar negara berkembang) melemah. Termasuk pasar kripto, ikut anjlok. Kok bisa?

Soal mata uang kripto alias cryptocurrency sampai blockchain, sudah banyak sekali referensinya yang bisa ditemui, jadi saya pikir tidak perlu lagi kita bahas secara detail di sini. 

Jadi, yang jelas, mata uang virtual pengusung desentralisasi ini penyebarannya jauh lebih tak terbatas ketimbang uang kartal dan giral.

Meski tidak dikendalikan oleh otoritas pusat, tapi uang kripto ini dinilai sebagai investasi yang menguntungkan, seperti halnya emas. Sederhananya, beli kripto hari ini -- mungkin nanti nilainya bisa naik dan menghasilkan cuan.

Sayangnya saat ini pasar kripto ikut melemah. Kapitalisasi pasar kripto pun sempat turun 1,82% menjadi USD998,19 miliar. Hal ini terjadi karena saat The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan, investor mulai menjauhi aset berisiko, seperti kripto.

Pada sisi lain, melemahnya pasar kripto ini menjadi momentum bagi bank sentral untuk menegaskan kembali soal risiko fluktuasi uang kripto. 

Pada saat yang sama, bank sentral tidak menutup mata dengan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman, dengan menerbitkan mata uang virtualnya sendiri.

Seperti yang kita ketahui, sebagian besar bank sentral utama, termasuk The Fed, Bank of England dan Bank Sentral Eropa, sedang mempelajari potensi dari versi digital mata uang mereka, yang disebut Central Bank Digital Currency (CBDC). Termasuk Bank Indonesia (BI), yang punya rencana menerbitkan CBDC-nya atau Rupiah digital.

Rupiah digital

Konsep Rupiah digital berbeda dengan uang elektronik yang saat ini sudah digunakan oleh masyarakat. Jenis uang ini lebih mendekati konsep cryptocurrency, hanya saja ketentuan nilai mata uangnya tetap mengikuti nilai Rupiah konvensional.

Jadi, stabilitas nilai mata uang digital ini diharapkan akan jauh lebih baik ketimbang jenis uang digital, seperti Bitcoin maupun jenis cryptocurrency lainnya.

Rencananya proporsi penerbitan Rupiah digital adalah 20% dari edaran uang di pasar. Proporsi tersebut ditetapkan agar tidak menambah persebaran uang. Dengan begitu, kemungkinan inflasi bisa diminimalisir.

Kabarnya BI akan merilis panduan atau white paper penerbitan Rupiah digital ini pada akhir 2022. Namun sepertinya rencana ini akan memakan waktu yang cukup panjang. 

Teknologi blockchain di balik cryptocurrency juga harus tersedia untuk CBDC dan diadopsi oleh pemerintah. Di samping itu penerapannya masih membutuhkan kajian lebih lanjut, termasuk penguatan literasi digital masyarakat.

Ya, setidaknya rencana ini bisa menjawab kekhawatiran khalayak tentang teknologi, dan mengatakan, "Oke, pemerintah kita sekarang menggunakan teknologi."

Kalau saya sih merasa lebih tenang dan optimistis. Bagaimana dengan Anda? +++

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cryptocurrency Selengkapnya
Lihat Cryptocurrency Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun