Mohon tunggu...
Abiwodo SE MM
Abiwodo SE MM Mohon Tunggu... Bankir - Professional Bankers, Student at UI

Bankers yang selalu fokus terhadap "goal-oriented with an eye for detail, a passion for designing and improving creative processes also expertise in corporate relations" Saat ini sedang menempuh pendidikan S3 di UI.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Tantangan Ekonomi Digital, Perkuat UMKM dan Ketahanan Perbankan

7 Oktober 2022   12:58 Diperbarui: 8 Oktober 2022   08:27 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan salah satu dari 20 negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Untuk sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), Bank diharapkan dapat berperan penting dalam pendampingan dan pembinaan. Dengan sinergi antara UMKM dan Bank seyogyanya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan perekonomian.

Presiden Joko Widodo telah menyampaikan arahan terkait percepatan transformasi digital UMKM Indonesia. Sebanyak 30 juta UMKM ditargetkan onboarding ekosistem digital pada 2024. Seperti sudah menggunakan platform e-commerce atau media sosial yang tepat, korporatisasi merchants pada pasar tradisional dan bisnis retail sampai menggunakan sistem transaksi berbasis digital. Sehingga untuk menghadirkan UMKM dalam ekosistem digital, akan mendorong penciptaan ekonomi baru.

Modalnya apa nih biar tercapai? Peningkatan ekosistem digital ini harus diikuti dengan ekosistem pendukung menuju less contact economy seperti tersedianya infrastruktur jaringan, peningkatan akses pasar lebih luas, logistik, peningkatan daya saing, peningkatan efisiensi produksi dan potensi bisnis hingga jasa perbankan dalam peningkatan akses pembiayaan. Nah sisi lain, tuntutan pelaku UMKM juga harus melek digital, digital entrepreneurship mindset ditingkatkan, interkoneksi, serta skill semuanya wajib aktif secara digital based network.

Dengan demikian, diprediksi potensi peningkatan nilai ekonomi digital di Indonesia akan meningkat signifikan mencapai Rp 4.531 triliun pada tahun 2030, dan jumlah ini masih harus digenjot lagi melampui sekitar 11 juta dari target 30 juta UMKM Go Digital di 2024. Dengan diiringi perluasan akses pasar, peningkatan kualitas SDM, hingga kualitas dan kuantitas produksi rasanya bukan hal yang sulit untuk dicapai.

Peran dan kontribusi UMKM mendominasi struktur unit usaha yaitu sebesar 99,9 persen dan berkonstribusi terhadap PDB sekitar 60,34 persen, menyerap sekitar 97 persen total lapangan pekerjaan serta menyumbang sekitar 14,17 persen potensi ekspor di Indonesia.

Tingginya peran dan kontribusi UMKM di Indonesia ini mendorong akselerasi transformasi digital yang tidak terlepas adanya pandemi Covid-19 ikut mendorong momentum adanya perubahan pola konsumsi barang dan jasa.

Untuk meningkatkan transformasi digital UMKM, OJK turut berperan aktif mendukung digitalisasi UMKM melalui 4 (empat) kebijakan yaitu KUR Klaster, Bank Wakaf Mikro (BWM) yang merupakan sebuah Lembaga Keuangan Mikro Syariah bekerjasama dengan Pondok Pesantren, platform marketplace melalui UMKMMU dan Securities Crowdfunding (SCF) yang akan hadir menjadi akses pembiayaan alternatif yang berasal dari dana publik khusus diperuntukkan bagi pelaku usaha pemula UMKM dalam mencari pendanaan bagi usahanya diluar perbankan. 

Seperti apa potensi dan peran digitalisasi perbankan bagi UMKM?

Pandemi Covid-19 menumbangkan berbagai sektor, tidak luput UMKM. Berbeda dengan krisis ekonomi tahun 1998, sektor UMKM justru menjadi penopang dan menjadi penggerak perekonomian nasional. Pengurangan mobilitas dan pembatasan bersosialisasi akibat pandemi mendorong UMKM untuk merubah strateginya dari offline menjadi online.

Transformasi digital perbankan di Indonesia menjadi sasaran dan termasuk dalam pengembangan bisnis sektor UMKM hingga bisa menuju ke pasar global.

Akses pembiayaan dan pengembangan usaha UMKM saat ini yang menjadi kendala utama. Dari sisi pembiayaan, ambil contoh masalah agunan hingga keterbatasan akses informasi ke perbankan. Dari sisi pengembangan usaha, pelaku UMKM masih memiliki keterbatasan akses informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas tertentu. Disisi lain, perbankan juga masih membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai. Belum lagi bicara terkait skema pencadangan bank untuk menjaga likuiditas.

Secara yakin dan pasti, tantangan utama yang dihadapi oleh UMKM dalam hal akses permodalan usaha, akses informasi dan teknologi, akses layanan keuangan dan transaksional serta akses pasar dapat terbuka tranparan jika transformasi digital dilakukan.

Kalo sudah begini, jalan tersambung dengan akses perbankan akan semakin terbuka sehingga akan menjadi solusi keberlanjutan bagi pelaku UMKM untuk meningkatkan bisnis dan kapasitas usahanya.

Pembiayaan UMKM oleh perbankan telah diatur oleh BI lewat Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/13/PBI/2021 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mendongkrak pembiayaan ke sektor UMKM yang dinilai masih memiliki potensi besar sebagai penggerak ekonomi. Dan melalui langkah tersebut, regulator mewajibkan perbankan untuk meningkatkan rasio penyaluran kreditnya ke sektor UMKM secara bertahap, yakni sebesar 20 persen pada tahun 2022, 25 persen pada tahun 2023, dan 30 persen pada tahun 2024. Ditambah lagi dengan dukungan kebijakan UMKM lainnya seperti meningkatkan alokasi plafond KUR untuk UMKM dari target 285 triliun pada tahun 2021 menjadi 373,17 triliun pada tahun 2022 atau meningkat sebesar 31 persen.

UMKM Go Digital dan Bank Digital

Sejalan dengan transformasi digital UMKM, bank juga menyambut dengan proses digitalisasi, hingga munculnya bank digital yang akan mendorong UMKM dapat lebih menemukan akses permodalan. Kendala kecepatan waktu dan bunga ringan akan menjadi angin segar bagi UMKM dengan hadirnya Bank Digital.

BNI misalnya dengan mengakuisisi 63,92 persen saham PT Bank Mayora pada bulan Mei lalu, akan menjadikan Bank Digital yang lebih dekat dengan 'wong cilik' dengan membantu pertumbuhan bisnis UMKM. Lebih-lebih biaya operasional dan pengelolaan Bank Digital jauh lebih murah dibandingkan dengan bank umum, tentunya kendala UMKM untuk diberikan bunga lebih ringan dengan jangkauan akses yang lebih luas akan menjadi jalan keluar yang selama ini menjadi hambatan bagi UMKM. Tentunya Bank tetap memperhatikan margin dan kualitas kredit yang sehat.

Kalo sudah begini, ditengah resesi global yang terjadi, bank lebih yakin memberikan kepercayaan untuk menyalurkan kredit, sehingga ketahanan perbankan dan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga dengan baik. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun