Sementara itu, resiliensi atau ketahanan perbankan kita juga harus tetap terjaga. Meski suku bunga acuan Bank Indonesia juga naik, tapi perbankan harus bisa menjaga likuiditas dan kualitas kredit, dengan meningkatkan rasio laba yang dihasilkan bank dari modalnya (Return on Equity/RoE).
Ihwal ketahanan perbankan, pada situasi ini bank perlu menjaga pertumbuhan kredit di segmen korporasi, fokus pada nasabah unggulan yang mempunyai kualitas dan kinerja yang baik, serta memiliki pengalaman resilien terhadap gejolak resesi.
Pada sisi lain, kredit di sektor UMKM juga bisa menjadi pendorong RoE untuk menjaga ketahanan perbankan, terutama UMKM yang mempunyai orientasi ekspor dan ditopang dengan ekosistem digital yang mumpuni. Sementara di lini konsumer, perbankan perlu strategi cross selling dengan nasabah korporasi dan UMKM untuk menjual produk-produk seperti KTA dan KPR.
Sejatinya jurus menjaga ketahanan perbankan tersebut sudah diterapkan oleh bank-bank plat merah alias BUMN. Ambil misal BNI, yang sudah mengimplementasikannya untuk mendukung strategi pertumbuhan RoE-nya hingga 3 tahun kedepan. BNI optimis, langkah tersebut bisa meningkatkan RoE lebih dari 18% pada 2025. Terbukti, posisinya per Juni 2022, sudah mencapai 15,1%.
Jadi, meski ekonomi global melambat dan terancam krisis keuangan, bisa saja kita tidak terpengaruh secara signifikan jika pemerintah, masyarakat, pelaku usaha dan perbankan tetap waspada dan saling menjaga. Seperti hubungan aku dan kamu, yang harmonis dan membuat orang lain iri, eaa...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H