[caption caption="foto diambil dari Nino Indrianto"][/caption]
Bang Somad namanya. Tak ada yang tau berasal dari mana dirinya. Beliau kini hidup menggelandang di sekitar daerah kosanku, Pandega di daerah Jogja. Konon, Bang Somad pernah mengalami luka hebat di kepalanya akibat kecelakan. Banyak warga yang beranggapan kejiwaan Bang Somad terganggu. namun tanyakan persoalan teraktual di Indonesia bahkan dunia, pastilah beliau bisa menjabarkan secara komprehensif.
Seperti biasa, saya memesan Mie Goreng telor dadar di Burjo Mang Dadang. Belum habis makanan kulahap, tiba- tiba Bang Somad muncul di depan mejaku sambal memesan Kopi hitam.
“Pemerintah Indonesia, itu lucu ya !” buka pembicaraan Bang Somad.
Saya kaget karena tiba-tiba Bang Somad duduk di hadapan saya. “Lucu gimana Bang?” Tanya saya penasaran.
“Itu loh, sampeyan tau kan kejadian di Tolikara. Hampir seluruh pihak ingin berkomentar. Ironinya komentar dari tiap pihak (yang masih merupakan pemerintahan) seringkali kontradiksi satu sama lain. Menurut Kapolri, ada yang men-setting kerusuhan di Tolikara. Komentar semacam ini justru memperkeruh suasana karena rakyat akan dengan mudahnya suudzon ke pihak lain.”
“Tak lama kemudian ,Kepala BIN yang baru tak mau ketinggalan berkomentar. Menurutnya peristiwa Tolikara ditengerai dibantu oleh pihak Israel. Ladalah kok ya apa-apa langsung dikaitkan Israel, lalu Yahudi. Pokoknya semua pasti konspirasi zionis, Wahyudi itu.”
“Ada lagi komentar super lucu dari anggota dewan kita yang terhormat, Deding Ishak dari Partai beringin. Menurutnya dalang dari kerusuhan di Tolikara adalah PKI. Terlihat jelas kedunguan atau kemalas berpikiran kita karena hampir semua perisitiwa atau headline nasional pasti ujung-ujungnya jika bukan konspirasi Yahudi atau kuminis. Mental kita memang masih mental orba, sedikit-sedikit kerusuhan pastilah langsung menyatakan ada dalangnya, ada aktor intelektual.”
“Sabar-sabar Bang, diminum dulu kopinya !” saya mencoba menenangkan Bang Somad. “begini, namanya juga Negara demokrasi, semua orang bebas ngomong apa aja toh? Kalau menurut pendapat saya Bang, Kebanyakan kita melihat peristiwa Tolikara hanya dari kejadian pembakarannya saja. Padahal sebelum kejadian tersebut ada peristiwa penembakan pemuda 15 tahun oleh aparat hingga tewas disana. Terkadang media juga gemar memanas-manasi masyarakat juga sih. Menurut sampeyan harusnya kita-kita atau pemerintah bersikap gimana terkait peristiwa Tolikara?” Tanya saya
“Hmmm,Sebaiknya yang harus dilakukan dari pemerintah dan pihak-pihak berwenang adalah kurangi komentar yang tidak perlu, apalagi komentar yang terkesan provokatif. Cukup satu corong entah itu dari Menteri Agama atau dari Presiden langsung. Selanjutnya pastikan proses hukum tidak jalan di tempat baik bagi pelaku pembakaran dan penembakan. Karena isu ini sangat sensitif. Banyak dari masyarakat kita yang gampang dipanas-panasi jika terkait isu agama. Padahal konflik Ambon dan Poso harusnya masih segar dari ingatan kita, bahwa tidak ada yang menang dan kalah dalam peristiwa tersebut. Yang ada justru banyak korban nyawa dan harta yang hilang.”
“Ya maklum lah Bang, siapa yang ga marah jika masjid dibakar. Masa iya mau beribadah kok dilarang.” Komentar saya. Perbincangan semakin seru.
“Nah itu poinnya. Lihat teman-temanmu itu di Bukit Duri. Masjid mereka disegel oleh Front Pembela Nganu dengan alasan mereka itu Ahmadiyah. Konteksnya sama saja toh, tapi kok ya media adem-adem aja. Belum lagi sodara-sodara kita di Sampang, mereka bukan Cuma dilarang beribadah, melainkan diusir dari kampung halamannya bertahun-tahun hanya karena mereka Syiah. Ironi bukan ?”
“ooh, itu kan Jemaah Syiah Bang, banyak yang beranggapan ajaran mereka kan telah menyimpang” balas diri saya mencoba meluruskan.
“Loh kita ini memang pasti tidak sesat? Yang berhak menentukan sesat dan kafir ya Gusti Allah semata. Tugas kita ya menjalani perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta mengikuti akhlak yang diajarkan Kanjeng Rosul. Mestinya jangan langsung dengan melakukan tindakan pelarangan apalagi kekerasan. Toh kalo seandainya mereka terbukti benar-benar 'menyimpang',Kan bisa mereka diajak musyawarah, tabayun bareng mencari pemecahan masalah. Lah kalo sedikit-sedikit menggunakan pemaksaan ya Insya Allah sampai Imam Mahdi turun ya persoalannya akan tetep begini saja mas.”
“Sudah-sudah Bang mendingan kita liat acara TV aja kang liat berita apa yang terjadi hari ini”. Selanjutnya saya meminta mang Dadang untuk menyalakan TV dengan channel TV On*.
Kebetulan berita menayangkan tentang terjadinya perjanjian dan kesepakatan damai dari berbagai pihak, khususnya pihak GIDI, tokoh agama Islam, serta musyawarah Pimpinan Daerah Papua. Pada intinya, mereka bersepakat untuk saling menjaga kerukunan dan saling mengucapkan permohonan maaf. Poin penting lainnya adalah pelaku pembakaran tetap akan diusut sesuai dengan hukum aturan yang berlaku. “Alhamdulillah”. gumam kami berdua sambil berharap kejadian seperti Tolikara tidak terulang kembali sehingga kedamaian di Indonesia tetap terjaga.
Berita selanjutnya menampilkan headline “9500 Anggota FPI Banten siap Berangkatkan Massa Jihad ke Papua”. “ASTAGHFIRULLOH HAL ADZIM !” kaget kami melihat berita demikian. “Seandainya yang dibakar masjid Syiah atau Ahmadiyah, apa mereka akan tetap berangkat ya” Tanya Bang Somad sambil berdiri bergegas pulang.
“Kang, si Bocah ini yang bayar ya!” teriak Bang Somad ke Mang Dadang sambil menghilang pulang entah kemana.
Tiba-tiba saya terbangun dari tidur dan melihat jarum jam menunjukkan pukul 06.00 pagi. Saya pasrah karena pastinya akan telat datang ke kantor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H