Sahuuur...sahuuur....sahuuuur..sahuur...
Bapak-bapak, Ibu-ibu, mas-mas, mba-mba,
 ingkang dereng sahur kula aturi Sahur ( kalau belum Sahur, saya ingatkan untuk Sahur)
Suara itu seringkali terdengar saat anak-anak dan remaja keliling Desa untuk membangunkan orang untuk Sahur. Dengan membawa media "tong tong prek" yang terbuat dari bambu, mereka keliling Desa dengan suka ria. Tradisi itu sudah dialami Penulis sejak zaman masih kecil, bahkan pernah ikut keliling Desa ikut-ikutan membangunkan Sahur. Momen itu saat ini hampir punah, sedikit yang masih mempertahankan budaya tersebut.
Seiring berkembangnya zaman, tradisi membangunkan sahur dengan tong tong prek kini tergerus oleh media elektronik canggih dan mumpuni. Ruang media pun mudah dijangkau, hanya sekali klik, mudah memilih lagu mana saja dipilih. Dalam hal ini, ada media organ tunggal yang mulai menggerus tradisi original dengan hanya bermodalkan bambu dan suara keras pemanggil bangunkan sahur.
Sembari menyimak dan menganalisa tradisi di sekitar kita, hampir saat ini ada penampilan organ tunggal keliling dengan pelengkap biduan dan siap untuk disawer. Hal ini tentu merupakan sebuah pengalihan kebiasaan yang bisa dinilai baik atau tidak ? Baik, apabila tidak ada pelanggaran norma dan kebiasaan masyarakat dan tidak menodai esensi Ramadhan.Â
Sebaliknya, buruk, apabila niat dan metode membangunkan sahur justru melakukan hal-hal yang menodai esensi Ramadhan itu sendiri, semisal dengan mempertontonkan aurat dan lekuk tubuh " Sang Biduan" saat menyanyi dan menerima saweran.
Tradisi "Tong tong Prek" semestinya bisa dipertahankan, karena itu adalah tradisi turun temurun yang baik dan patut dilestarikan. Meskipun, zaman semakin canggih, tak ada salahnya menjadikan momen pelestarian budaya bangunkan sahur dengan bambu berlubang yang dipukul atau "tong tong prek". Jangan sampai tradisi tersebut hilang tak berbekas dan tergantikan dengan sesuatu yang justru membawa kepada kemudhorotan.
Tong tong Prek Tergerus Musik Organ Tunggal
Ini Fakta, keberadaan musik "obrog" keliling seakan perlahan menggantikan esensi dari budaya membangunkan sahur. Kalau zaman kita kecil, tong tong prek hanya keliling dan memanggil dengan berteriak," Sahuuur...sahuuur..sahuuur", namun sekarang diganti dengan Musik Tarling dan Dangdutan