Mohon tunggu...
Lukmanul Hakim
Lukmanul Hakim Mohon Tunggu... Jurnalis Warga (JW) cbmnews.net, Divisi OSDM Panwascam Larangan, Koord. JW Belik Kab. Pemalang -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk Perubahan - Jangan Pernah Berhenti untuk Belajar - Selalu Semangat dan Berkarya melalui ide dan gagasan yang dituangkan dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Budaya "Nyadran" sebagai Ajang Silaturahmi

7 Mei 2018   15:22 Diperbarui: 7 Mei 2018   18:54 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: indonetwork.co.id)

Nyadran...mungkin bagi masyarakat di wilayah Brebes tidak asing lagi dengan kata itu. Nyadran adalah salah satu ajang silaturahmi yang dilakukan orang yang lebih muda kepada yang tua untuk menyambung ikatan silaturahmi dengan membawa gula, teh dan makanan lainnya sesudah Idul Fithri. Budaya itu seringkali dilakukan oleh orang yang sudah berumah tangga dengan berkunjung ke orang tua, mertua, paman, bibi, kakek, nenek dan juga orang yang dihormati seperti ustadz, guru ngaji dan sebagainya. 

Umumnya, membawa bahan pokok seperti gula, teh, sirup, biskuit, cemilan sebagai buah tangan. Sehingga, seringkali orang yang lebih tua akan banyak kiriman kepadanya beberapa gula, teh, dan bahan makanan lainnya. Meskipun begitu, ia juga akan menyiapkan "pecingan" atau uang yang diberikan kepada anak yang ikut nyadran. 

Persiapan membeli perlengkapan nyadran

Dengan tersedianya bahan-bahan untuk nyadran yang sudah ada di Toko kelontong, atau minimarket, mall dan sebagainya, membuat masyarakat juga sudah mempersiapkan dari awal untuk membeli bahan pokok yang tahan lama seperti gula, sirup, teh. Kebetulan saat ini, harga juga masih standar, biasanya kalau sudah mendekati lebaran, harga melonjak naik.

(sumber: indonetwork.co.id)
(sumber: indonetwork.co.id)
Dengan persiapan nyadran, sejajar dengan bagaimana kondisi keuangan yang harus disiapkan. Sejatinya, kalau seseorang merasa nyaman dan tidak berat. dia akan berpikir hanya setahun sekali bisa silaturahmi ke saudara-saudara terdekat maupun jauh. Itupun, dengan ala kadarnya membawa gula, teh. biskuit dan lainnya, hanya sebagai buah tangan pelengkap "nyadran".

Mungkin, bagi yang belum rumah tangga belum merasakan dan sibuk mempersiapkan untuk nyadran. Berbeda, bagi yang berumah tangga, seringkali dia malu kalau datang silaturahmi tidak membawa apa-apa, sehingga mau tidak mau dia harus membawa sesuatu ketika nyadran. Nyadran sebetulnya budaya yang bagus untuk dilestarikan, sebagai ajang perkenalan keluarga, menjelaskan silsilah keluarga untuk selalu terikat dan tidak terputus hubungan kekeluargaan.

Nyadran, Media Silaturahmi yang perlu dilestarikan

k-5af03c53ab12ae17f27bc7e5.jpg
k-5af03c53ab12ae17f27bc7e5.jpg
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : "Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi". [Muttafaqun 'alaihi]

Dengan silaturahmi, maka akan dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya. Ini merupakan hadits shohih yang bisa menjadi acuan kita dalam silaturahmi. Sehingga, kalau dibalikkan, kalau tidak menyambung alias memutus silaturahmi, ia kan sulit rizkinya dan umurnya tidak dipanjangkan. Tentu, kita tidak ingin terpecahnya silaturahmi, maka salah satu solusi untuk menyambungnya dengan budaya nyadran, meski setahun sekali.

Nyadran setali dengan pecingan

Pecingan, ada yang menyebutnya Angpao di hari raya idul Fithri yaitu memberi uang kepada anak-anak sebagai bentuk syukur usai bulan Ramadhan.  Budaya ini pun sudah lama, sejak penulis masih kecil, sekitar tahun 90 an pun sudah ada. Kurang begitu tahu kapan awal mula budaya pecingan ini. Maka, beruntung bagi anak kecil saat itu, ia merasakan panen emndapatkan pundi-pundi uang hasil dari pecingan.

Kaitannya dengan nyadran apa ? Pecingan akan didapatkan anak-anak ketika ia ikut orang tua untuk nyadran. Tahapannya, orang tua membawa anak datang ke rumah saudara untuk silaturahmi, kemudian ia membawa gula, teh, makanan diserahkan saat nyadran. Lalu, mereka duduk untuk menikmati hidangan dari tuan rumah. Di pertengahan obrolan atau di akhir saat tamu berpamitan, maka tuan rumah biasanya memberikan uang sebagai bentuk pecingan kepada anak-anak yang dibawa bersama tamu tersebut.

(Dok. Pribadi)
(Dok. Pribadi)
Sehingga, beruntung bagi yang nyadran dan sekaligus membawa anaknya. Ibarat, dia mendapatkan hasil kembali uang yang diberikan kepada anaknya. Sebetulnya, ini timbal balik yang tidak perlu untuk dihitung-hitung, berapapun yang diberikan tuan rumah kepada anak jangan dihitung-hitung. Wah..koq dia ngasihnya segitu, padahal saya bawanya gula, teh, sirup dan sebagainya. Tekor ini...hati-hati dengan ucapan ini, karena hal itu sudah melencengkan budaya "Nyadran" yang tujuan utamanya menyambung silaturahmi. Semestinya, ia berpikir, jangan-jangan yang saya datangi lagi kekurangan uang, namun malah berusaha untuk mendapatkannya sebagai pecingan.

(Dok. Pribadi)
(Dok. Pribadi)
Apapun itu, dengan melestarikan budaya Nyadran, kembalikan kepada niat untuk silaturahmi keluarga, agar hubungan kekerabatan selalu terjalin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun