Creamer bahan utamanya adalah vegetable oil/fat, hydrolyzed starch dan protein susu. Atau seperti dari Lauric (inti kelapa/sawit) dan non lauric (minyak sawit).
Sehingga, saat ini kita jangan menyebut susu lagi, tapi creamer, begitu juga jangan sebut susu cokelat lagi, tapi Cokelat saja.
Ini sikap yang pantas diapresiasi, ketika diberi masukan oleh media lain dan mengungkap kandungannya yang ternyata bukan susu, namun lebih banyak kandungan gulanya. Perusahaan tersebut berani mengubah desain logonya menjadi sesuai apa yang dipasarkan.
Begitu juga, kalau kita melihat di iklan susu bendera cokelat maupun kental manis, yang terbaru saat ini kalau kita mau jeli dan teliti. Tidak ada kata "susu"-nya, namun krimer dan cokelat saja.
Sikap seperti itu semestinya bisa dicontoh oleh perusahaan lainnya yang memproduksi krimer dan cokelat namun masih disandingkan dengan susu. Harus diikuti oleh perusahaan lainnya, bahwa apa yang mereka pasarkan sesuai dengan kenyataannya, bukan dengan jualan "susu" namun sejatinya dia jualan krimer dan cokelat.
Menurut media JPNN, bahwa berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi diabetes di Indonesia cenderung meningkat, yaitu dari 5,7 persen pada 2007 menjadi 6,9 persen di 2013. Hal ini terkait anjuran minum susu kental manis dua kali, padahal satu gelas mengandung dua sendok gula. mengkhawatirkan bisa berdampak diabetes dan obesitas. Diabetes juga tercatat sebagai pembunuh nomor tiga di Indonesia.Â
Mungkin data itu juga yang menjadi pertimbangan perusahaan susu bendera menghilangkan kata susu di dalam kemasan terbarunya. Dengan tegas, Kemenkes tegaskan bahwa susu kental manis itu berbahaya buat anak-anak. Informasi lebih jelasnya bisa klik DI SINI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H