Sobat Kompasiana...
Sehari yang lalu tanggal 2 mei 2018, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Sebuah momen bersejarah dalam dunia pendidikan yang tentu masih membutuhkan konsep dan perbaikan sistem di dunia pendidikan. Sehari sebelumnya lagi, tanggal 1 Mei 2018 yang dikenal dengan "May Day" atau Hari Buruh.
Momen 1 Mei seringkali bahkan dipastikan diwarnai demonstrasi oleh para buruh / pekerja baik pekerja rumah tangga, buruh pabrik, buruh swasta dan lainnya. Mereka menuntut kesejahteraan yang masih dirasa kurang dan sistem out scoursing yang dirasa merugikan mereka.
Korelasi Para Buruh dan Para Guru
Kalau buruh pabrik yang bekerja adalah ototnya, meskipun ada yang keahliannya. Namun, para guru yang bekerja adalah otaknya, keahliannya dalam mengajar siswa-siswi agar mudah menyerap pelajaran. Tuntutan pendidikan yang harus minimal Sarjana (S1) dan kemampuan lainnya yang harus dimiliki.
Kesejahteraan Guru Non PNS
Kalau kita mendengar bahkan menyaksikan sendiri upah guru yang baru mengabdi, mungkin cuma mengelus dada. Kenapa ? Ada yang satu bulan hanya mendapat upah 75 ribu, 100 ribu, 150 ribu dan paling tinggi 200 ribu. Tentu kalau disandingkan dengan para buruh yang selalu menuntut gaji, sangat jauh perbedaannya. Yang sudah 3,5 juta masih menuntut agar 4,7 juta. yang sudah 4 juta menuntut 5,6 juta dan seterusnya.
Di hari pendidikan nasional kemarin, semestinya ada agenda untuk kesejahteran para guru yang sudah lama mengabdi bahkan puluhan tahun namun belum mendapatkan kesempatan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tuntutan pendidikan guru yang harus S1 juga harus sepadan dengan kesejahteraanya tiap bulan.
Semua Guru harus S1, termasuk guru PAUD/TK
Kebijakan dari Dinas Pendidikan Nasional bahwa setiap guru harus menyandang gelar S1, termasuk guru PAUD dan TK. Ini adalah kebijakan yang bagus untuk kualitas pengajaran anak-anak sejak dini. Satu sisi memang bagus, namun di sisi lain semestinya sepadan dengan upah yang didapat oleh guru setiap bulannya.