Pelarangan cadar adalah Instruksi dari Menteri Agama
Apakah berita itu betul ? kalau betul, ini sangat ironis. Jejak elektronik ada lho, media juga ada. Ketika Menteri Agama, Lukman Hakim Syaefudin mendatangi acara penghargaan Tashrif Award kepada LGBT IQ oleh Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI). Dari pernyataannya, terkesan membela LGBT, bahwa hak-hak mereka juga harus dijaga. Mereka memiliki hak sama, jadi jangan mudah dihujat. Dia meminta agar pelaku LGBT itu dirangkul.
Pihak UIN Yogyakarta sangat tidak pantas melakukan hal itu, apalagi lembaga islam yang tentu disitu dipelajari Mata Kuliah Ushul Fiqh. Sangat ironis, kalau mereka memaksakan kehendaknya sendiri. Meskipun, ada perbedaan terkait bahwa aurat adalah selain wajah dan telapan tangan saja. Namun, kenapa cadar dipermasalahkan ? Apakah Pihak UIN tidak tahu sejarah ? Jelas, karena tidak pernah membaca Keputusan Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (NU) terkait cadar. Siapa yang menginisiasi pelarangan Cadar, saya katakan orang Jahil. Tidak Peduli apakah dia Profesor atau titel nya merembel banyak.Â
Kalau pihak UIN, mau membaca sejarah, Â semestinya lebih bijak. Jangan toleransi dalam hal teologi, namun sangat keras, merasa paling benar dengan perbedaan furu'iyah. Parah, ini harus ditindak lanjuti, jangan sampai mereka berbuat sekehendaknya. Alhamdulillah, banyak yang menyayangkan keputusan tersebut dan mengecam tindakan UIN.
Cadar Justru Paham Resmi NU dalam Bahtsul Masail
Buku ini disusun dan dikumpulkan oleh Kyai Abu Hamdan Abdul Jalil Hamid Kudus, Katib II PB Syuriah NU dan dikoreksi ulang oleh Abu Razin Ahmad Sahl Mahfuzh Rais Syuriah NU.
Seluruh fatwa yang ada di buku tersebut sudah dikoreksi oleh tokoh-tokoh Nahdhatul Ulama antara lain J. M (Yang Mulia-ed) Rois Aam, Kj H Abdul Wahab Khasbullah, J.M. KH Bisyri Syamsuri, al Ustadz R Muhammad al Kariem Surakarta, KH Zubair Umar, Djailani Salatiga, al Ustadz Adlan Ali, KH Chalil Jombong dan alm KH Sujuthi Abdul Aziez Rembang.
Pada buku di atas tepatnya pada juz kedua yang berisi hasil keputusan Muktamar NU kedelapan yang diadakan di Batavia (Jakarta) pada tanggal 12 Muharram 1352 H atau 7 Mei 1933 H pasnya pada halaman 8-9 tercantum fatwa yang merupakan jawaban pertanyaan yang berasal dari Surabaya sebagai berikut: