Mohon tunggu...
Isroi Isroi
Isroi Isroi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Berbagi Tak Pernah Rugi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Bangga dengan Bapakku

24 September 2013   06:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:29 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelanggan Bapak semakin banyak. Bapak kemudian berfikir untuk mencari tempat yang lebih luas sehingga bisa membuat warung tenda untuk tempat berjualan. Akhirnya bapak mendapat tempat di halaman rumah Pak Soekidjo yang letaknya cuma berseberangan jalan dengan tempat sebelumnya.

Di tempat ini Bapak membuat tenda dan meja untuk berjualan. Pada saat itu, kami tinggal di rumah kecil di kampung Jambon Wot. Saya masih kelas satu dan adik saya belum sekolah. Kadang-kadang kalau malam kami ikut berjualan di warung, bermain-main di pinggir jalan dan sekali-kali membantu mencuci piring dan gelas kotor.

Saya sekolah di sekolah SD Inpres Cacaban 2, sekolah kecil di balik gunung sukorini. (Karena tidak ada muridnya, SD Cacaban 2 sekarang sudah ditutup). Saya berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Tidak ada yang mengajariku belajar, karena Bapak dan Emak sibuk berjualan dan mereka tidak pernah sekolah. Tidak bisa baca-tulis bagaimana bisa mengajari anaknya sekolah?

Walikota Magelang saat itu, Bapak Bagus Panuntun, berencana untuk menertibkan pedagang kaki lima. Pak Walikota membuatkan kompek warung di bekas pembuangan sampah di lereng Jambon. Ada 30 warung yang dibangun dan Bapak mengambil dua warung untuk berjualan Mi. Kampung itu bernama Jambon Tempel Sari.

Warung semakin berkembang dan kehidupan keluarga kami lebih banyak di warung daripada di rumah. Tidak beberapa lama kemudian kami pindah ke warung yang cuma berukuran 8x6 m itu. Tempat tidur kami adalah kolong meja tempat bapak berjualan. Mungkin ada pelanggan yang tidak sadar, ketika mereka makan, di bawahnya ada anak-anak yang sedang tidur.

Warung semakin ramai dan pelangan semakin banyak. Warung bapak diberi nama 'Warung Bakmi Pak Mien'. Bapak mulai mengunpulkan uang sedikit demi sedikit. Bapak juga membeli beberapa becak untuk disewakan. Lereng belakang warung dijadikan 'kandang becak'. Ada tujuh becak yang dimiliki Bapak.

Ketika uang yang terkumpul banyak, Bapak mulai membangun rumah di belakang warung. Ketika itu saya masih kelas 3 atau 4 SD. Saya masih ingat nama tukangnya; Pak Manduro. Beberapa sanak saudara juga ikut membantu; Lik Pangat, Pak De Sapari, Pak De Mudakri dan Mbah Amad Dakwan, simbahku sendiri. Kalau pulang sekolah saya membantu mengangkat batu bata sambil memperhatikan mereka bekerja. Bapak juga ikut membantu membangun rumah ketika pekerjaan warung selesai.

Bapak orang yang sangat rajin bekerja. Kalau orang bilang 'ora duwe wudel'.  Kalau pagi kerja membangun rumah, malam berjualan. Meskipun tidak mahir, bapak bisa 'nukang kayu' dan 'nukang batu'. Rumah kami itu dibangun sedikit demi sedikit. Kalau ada uang dibelikan material, kalau uang habis berhenti. Alhamdulillah, akhirnya rumah kecil itu jadi juga. Saya tidak lagi tidur di kolong meja, tapi sudah punya kamar sendiri.

Pada saat saya masih SD, Bapak yang hanya penjual Mi itu sudah bisa membangun rumah sendiri. Bapak lebih hebat dari saya. Di saat anak-anak saya hampir lulus SD, rumah saya kreditnya belum lunas, kecil lagi.

Sisa tanah di sebelah barat kemudian di bangun juga oleh Bapak. Kali ini yang mengerjakan lebih banyak Bapak sendiri dan selesainya lebih lama. Sungguh saya sangat hormat dengan kegigihan dan ketekunan Bapak bekerja dan membangun rumah tempat kami berteduh.

Ketika saya lulus SD, Bapak membelikan 40 ekor bebek untuk saya dan membuatkan kandang di belakang rumah. Setiap hari sebelum berangkat sekolah saya 'angon bebek' dulu. Telur-telurnya lumayan untuk tambah uang jajan. Bapak juga membuatkan saya gerobak kaki lima di pinggir jalan Diponegoro. Setiap sore hingga malam saya berjualan rokok, permen, dan minuman di warung gerobak itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun