Banyak orang yang sering salah presepsi dalam menggunakan pupuk kimia, pupuk hayati dan pupuk organik. Pupuk organik dan pupuk hayati seringkali disamakan dengan pupuk kimia. Padahal pupuk-pupuk ini sebenarnya berbeda sama sekali. Baca juga:
Membuat Pupuk Organik Granul | Membuat Pupuk Organik Sendiri |Rahasia Membuat Biofertilizer
Download artikel ini versi pdf
Pupuk Kimia
Seperti namanya pupuk kimia adalah pupuk yang dibuat secara kimia atau juga sering disebut dengan pupuk buatan. Pupuk kimia bisa dibedakan menjadi pupuk kimia tunggal dan pupuk kimia majemuk. Pupuk kimia tunggal hanya memiliki satu macam hara, sedangkan pupuk kimia majemuk memiliki kandungan hara lengkap. Pupuk kimia yang sering digunakan antara lain Urea dan ZA untuk hara N; pupuk TSP, DSP, dan SP-26 untuk hara P, Kcl atau MOP untuk hara K. Sedangkan pupuk majemuk biasanya dibuat dengan mencampurkan pupuk-pupuk tunggal. Komposisi haranya bermacam-macam, tergantung produsen dan komoditasnya.
Pupuk Organik
Kompos, pupuk organik yang murah dan mudah dibuat. Baca: Membuat Kompos Jerami
Pupuk organik memiliki kandungan hara yang lengkap. Bahkan di dalam pupuk organik juga terdapat senyawa-senyawa organik lain yang bermanfaat bagi tanaman, seperti asam humik, asam fulvat, dan senyawa-senyawa organik lain. Namun, kandungan hara tersebut rendah. Berdasarkan pengalaman saya, tidak ada pupuk organik yang memiliki kandungan hara tinggi atau menyamai pupuk kimia.
Hara N =
(%N Kompos x 1000 kg)/%N Urea = (2.79% x 1000 kg)/45% = 62 kg
Hara P=
(%P2O5 kompos x 1000 kg)/%P2O5 SP-36 = (0.52% x 1000 kg)/36% = 14.44 kg
Hara K=
(%K2O kompos x 1000 kg)/%K2O MPO = (2.29% x 1000 kg)/60% = 38.17 kg
Misalkan padi biasanya diberi pupuk kimia dengan dosis 200 kg Urea,100 kg SP-36, dan 150kg MOP/KCl. Agar haranya sama maka kompos yang diperlukan kurang lebih sebanyak 7 ton. Dosis yang besar ini akan berimplikasi langsung terhadap biaya pemupukan. Jika dihitung biaya pemupukan dengan pupuk organik/kompos jauh lebih besar daripada biaya pemupukan dengan pupuk kimia. Belum lagi biaya untuk aplikasi kompos tersebut. Perbandingan biayanya sebagai berikut:
Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa pupuk organik/kompos tidak bisa dihitung berdasarkan unsur haranya saja. Kalau Anda tidak percaya Anda bisa melakukan percobaan sederhana untuk membandingkan kedua pupuk ini. Ambil tanah, sebaiknya gunakan tanah-tanah marjinal. Masukkan ke dalam dua polybag yang ukuran dan isinya sama. Satu polybag diberi kompos dengan dosis 0.5 – 1 kg. Polybag yang lain diberi pupuk kima beberapa sendok. Ya... kira-kira kandungan haranya sebanding. Trus tanam sembarang tanaman, bisa biji cabe, tomat, cay sim, mentimum, atau tanaman-tanaman lainnya. Letakkan di tempat yang sama. Beri perlakuan penyiraman, penyiangan, dan perlakuan lainnya yang sama. Tunggu beberapa lama hingga tanaman tumbuh besar dan menghasilkan. Coba bandingkan, tanaman mana yang lebih bagus hasilnya?
Cara sederhana menguji pupuk kimia, pupuk organik, dan pupuk hayati. (A) kontrol, tanpa pemupukan sama sekali. Tanaman terlihat sangat merana. (B) Diberi pupuk kimia, tanaman tetap merana meskipun tumbuh lebih baik. (C) Diberi kompos/pupuk organik. Hasilnya jauh lebih baik. (D) Diberi pupuk organik/kompos dan biofertilizer. Tumbuhnya paling baik.
Saya hampir yakin 90% kalau tanaman yang diberi kompos akan tumbuh lebih baik daripada tanaman yang diberi pupuk kimia, meskipun kandungan haranya sebanding. Pertanyaannya adalah MENGAPA BISA DEMIKIAN????
Lalu bagaimana menghitung kebutuhan pupuk organik/kompos?
Sampai saat ini saya belum menemukan rumus, baik dari pengalaman saya sendiri atau dari literatur orang lain, untuk menghitung kebutuhan pupuk organik/kompos ini. Kandungan pupuk organik sangat beragam. Karakteristiknya pun bermacam-macam. Sama-sama pupuk kandang, pupuk kandang di P Jawa bisa saja sangat berbeda dengan pupuk kandang di P Sulawesi. Belum lagi hubungannya dengan jenis tanah, iklim, kondisi lingkungan, cara budidaya dan komoditas tanaman yang berbeda-beda. Umumnya dosis pupuk organik/kompos ditentukan secara empirik. Ini adalah hasil penelitian dan ujicoba. Mungkin juga pengalaman lapang petani selama bertahun-tahun.
Contoh pupuk organik berbentuk granul yang ada dipasaran.
Dalam kondisi tertentu, pupuk organik/kompos dapat diberikan tanpa menambahkan pupuk kimia sama sekali. Cara ini dipraktekkan dalam budidaya pertanian organik. Yang lebih sering dilakukan adalah mengkombinasikan antara pupuk organik dengan pupuk kimia. Sebagian kebutuhan hara tanaman disubstitusi antara pupuk kimia dan pupuk organik. Caranya dengan menghitung berapa kombinasi yang paling ekonomis, baik dilihat dari sisi biaya maupun hasilnya. Patokan yang sering dipakai adalah 50% dosis pupuk kimia diganti dengan sejumlah pupuk organik. Dosisnya bisa 1 - 2 kg atau bahkan hingga 30 kg/pokok.
Untuk mendapatkan dosis yang paling tepat dilakukan dengan ujicoba di rumah kaca dan di lapang dalam skala yang cukup luas.
Baca juga: Kompos jerami: murah, mudah, dan cepat | Video Pengomposan Jerami
Pupuk Hayati
Contoh biofertilizer import dalam bentuk cair.
Link terkait: Penjelasan tambahan tentang mikroba untuk memperkaya kompos
Kelompok mikroba penambat N sudah dikenal dan digunakan sejak lama. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tanaman dan ada juga yang bebas (tidak bersimbiosis). Contoh mikroba yang bersimbiosis dengan tanaman antara lain adalah Rhizobium sp Sedangkan contoh mikroba penambat N yang tidak bersimbiosis adalah Azosprillium sp dan Azotobacter sp.
Koloni Rhizobium yang tumbuh dalam media cawan agar.
Rhizobium dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 30.000x
Bentuk bintil akar yang terinfeksi Rhizobium.
Bintil yang aktif jika dipecah akan berwarna merah darah (kiri), sedangkan bintil yang tidak aktif berwarna pucat (kanan)
Mikroba pelarut P dilaporkan oleh orang Rusia bernama Pikovskaya pada tahun 1948 yaitu Bacillus megatherium var. phosphaticum, dan mulai digunakan sebagai inokulum pertanian sejak tahun 1950-an Beberapa mikroba yang diketahui dapat melarutkan P dari sumber-sumber yang sukar larut ditemukan baik dari kelompok kapang/fungi seperti Penicillium sp dan Aspergillus sp, atau dari kelompok bakteri seperti Bacillus sp dan Pseudomonas sp.
Bakteri Pelarut Fosfat
Jamur/cendawan Pelarut Fosfat
Baca juga: Mikroba Pelarut Fosfat untuk Memenuhi Kebutuhan Pupuk Fosfat Mikroba lain yang juga sering digunakan adalah Mikoriza, yang terdiri dari dua kelompok utama yaitu: endomikoriza dan ektomikoriza. Mikoriza bersimbiosis dengan tanaman. Secara mudahnya endomikoriza berarti mikoriza yang ada di dalam dan ektomikoriza adalah mikoriza yang ada di luar. Endomikoriza atau VAM umumnya adalah fungi tingkat rendah sedangkan ektomikoriza adalah jamur tingkat tinggi. Mikroriza memiliki peranan yang cukup komplek. Dia tidak hanya berperan membantu penyerapan hara P, tetapi juga melindungi tanaman dari serangan penyakit dan memberikan nutrisi lain bagi tanaman.
Mikoriza
Mikroba yang juga sering digunakan sebagai biofertilizer adalah mikroba perangsang pertumbuhan tanaman. Mikroba dari kelompok bakteri sering disebut dengan Plant Growt Promoting Rhizobacteria (PGPR), namun sekarang juga diketahui bahwa ada juga fungi yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Bakteri yang diketahui dapat merangsang pertumbuhan tanaman antara lain adalah Pseudomonas sp, Azosprillium sp, Sedangkan fungi yang sudah diketahui adalah Trichoderma sp.
Pseudomonas sp, salah satu bakteri PGPR yang menghasilkan hormon.
Mikroba-mikroba bahan aktif pupuk hayati dikemas dalam bahan pembawa, bisa dalam bentuk cair atau padat. Pupuk hayati juga ada yang hanya terdiri dari satu atau beberapa mikroba saja, tetapi ada juga yang mengklaim terdiri dari bermacam-macam mikroba. Pupuk hayati ini yang kemudian diaplikasikan ke tanaman.
Saat ini dipasaran banyak beredar pupuk hayati. Sebagian mengklaim memiliki kandungan mikroba yang banyak dan lengkap dengan kemampuan luar biasa. Secara pribadi saya tidak percaya dengan biofertilizer yang memiliki banyak mikroba dan efektif di semua tempat, semua komoditas, dan semua kondisi.
Salah satu kelembahan mikroba adalah sangat tergantung dengan banyak hal. Mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya, baik lingkungan biotik maupun abiotik. Jadi biofertilizer yang cocok di daerah sub tropis belum tentu efektif di daerah tropis. Demikian juga biofertilizer yang efektif di Indonesia bagian barat, belum tentu efektif juga di wilayah Indonesia bagian timur. Mikroba yang bersimbiosis dengan tanaman lebih spesifik lagi. Misalnya Rhizobium sp yang bersimbiosis dengan kedelai varietas tertentu belum tentu cocok untuk tanaman kacang-kacangan yang lain. Umumnya mikroba yang bersimbiosis berspektrum sempit.
Trend Saat Ini
Pupuk hayati, pupuk organik, dan pupuk kimia adalah jenis pupuk yang tegas perbedaanya. Namun saat ini ada kecenderungan untuk mengkombinasikan jenis-jenis pupuk tersebut. Misalnya ada produk pupuk yang menyebut dirinya pupuk NPK organik. Pupuk ini merupakan pupuk kimia yang dikombinasikan dengan pupuk organik. Ada juga yang menyebut sebagai pupuk bioorganik. Maksudnya adalah kombinasi antara pupuk organik dengan pupuk bio (hayati). Namun masih sedikit atau bahkan tidak ada yang mengkombinasikan pupuk NPK dengan pupuk hayati. Karena umumnya mikroba tidak tahan jika disatukan dengan pupuk kimia dalam konsentrasi tinggi.
Begitu banyak sekali produk-produk pupuk dipasaran. Terserah Anda akan memilih yang mana. Saya sarankan Anda memilik pupuk hayati atau pupuk organik jika memungkinkan. Karena kedua pupuk ini sejauh ini lebih ramah lingkungan.
Baca juga: Memperkaya Kompos dengan Mikroba
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H