Sukab: "Tenang, Mak. Akan kupulangkan Hayati padamu. Kami mau bersenang-senang sebentar.
Nenek: "Dasar, laki-laki tidak tahu diri! Kamu juga, Hayati. Suamimu tidur, bukan membuatkan sarapan malah pergi dengan suami orang. Belum kena azab, belum kapok kalian."
Hayati: "Sebentar saja, Mak. Kami juga sebentar lagi menikah. Izinkan kami liburan barang sejenak."
Di satu sisi, Dulah sebagai suami dari hayati hanya bisa pasrah dengan perselingkuhan tersebut. Dulah menganggap perceraian antaranya dengan Hayati akan segera terjadi. Lagipula, Hayati telah mencintai Sukab. Nenek yang menjadi ibu dari Dulah sangat geram dengan perilaku dan sikap Dulah tersebut. Terlihat pada kutipan berikut:
Nenek: "Dulah, Dulah, Suami macam apa kamu ini? Istrimu dibawa lari laki-laki lain malah tenang-tenang saja.
Dulah: "Lagipula mereka saling mencintai, Mak. Untuk apa aku mencegahnya? Punya hak apa? Sebentar lagi kami bercerai."
Nenek: "Kamu itu apa tidak pernah belajar agama? Istri itu harus taat dengan suami! Bukannya selama ini kamu taat beragama dan tidak seperti emak."
Dulah: "Aku tahu. Tapi dia sudah tidak bisa dinasihati lagi. Lebih baik kami segera bercerai dan mereka pun bisa menikah. Jadi, tidak akan terjadi seperti ini lagi."
Ketidakmampuan dalam mengurus rumah tangga serta pemahaman agama tentang hubungan suami istri yang minim membuat perselingkuhan yang terjadi dianggap hal yang wajar. Padahal sudah seharusnya seorang istri taat terhadap suami dan seorang suami harus mampu mendayung bahtera rumah tangga menuju arah yang lebih baik. Ketika seorang suami sudah mengucapkan akad, maka seorang istri sepenuhnya menjadi tanggung jawab suami dan seorang istri dapat meraih surganya dengan menaati suami.
Di satu sisi, istri Sukab yaitu Waleh adalah seorang yang sabar dan taat terhadap suaminya. Meski Sukab sering memarahinya, namun dia tetap teguh untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang istri. Mereka telah dianugerahi seorang anak yang memiliki kekurangan. Dari kekurangan itu ada satu hal yang tidak dimiliki anak kebanyakan yaitu sabar meski Sukab sering memarahinya:
Nenek: "Waleh, aku punya menantu seperti Hayati saja sudah tidak sanggup! Tapi kamu, kenapa kamu begitu taat dengan suamimu? Sukab dan Hayati tidak sepantasnya berbuat sepeti itu kepada kamu dan Dulah!"