Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Melebur di Yogyakarta (Part 7)

27 November 2019   12:30 Diperbarui: 27 November 2019   13:56 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Facebook Kota Jogja | facebook.com/tribunjogjafanspage

Road Tour yang kami lakukan di kota Gudek Yogyakarta berjalan selama 3 hari. Kamis, Jum'at, dan Sabtu pada November 2019. Antara Kamis dan Jumat telah kami lalui tentu dengan banyak kebahagiaan dan canda tawa suka riah. Di hari Sabtu adalah hari dimana kami akan pergi ke Universitas Gadjah Mada (UGM) guna menghadiri sidang terbuka gelar Doktor, Direktur Riset Setara Instititute, Bapak Ismail Hasani.

Sidang terbuka bertempat di Fakultas Hukum UGM pada pukul 1 siang. Pagi itu saya tengah bangun dari tidur malam yang melelahkan. Mandi air panas dan sarapan nasoi goreng ala buatan chef hotel Amaris telah mengantarkan semangat tinggi untuk menjalani aktifitas hari ini.

Tim Tour kami terbagi menjadi dua, untuk para emak-emak dan anak-anak dipisahkan. Mereka dibawa koordinator mba Dewi. Sementara para lelaki dibawa koordinator mba Diah. Kami yang lelaki  sebelum sidang terbuka mulai harus sudah stay di lokasi sembari mengurus perlengkapan-perlengkapan yang harus disiapkan.

Bang Indra dan Ishan bertugas sebagai penerimaan tamu, Oki dan Theofany mengurus konsumsi, Saya dan Bani bertugas sebagai tim dokumentasi. Kami bekerja sesuai dengan instruksi mba Diah selaku koordinator lapangan. Pada faktanya, kerjaan kami keluar masuk. Kini tidak sesuai tupoksi yang telah ditentukan, tapi gotong royong.

Jam 11 lebih kami menuju Fakultas Hukum UGM. menyiapkan segala kebutuhan terutama dokumentasikan bunga ucapan selamat. Banyak pejabat negara yang memberikan ucapan selamat. Diantaranya, Mentri, Kapolri, Kapolda, Komnas Perempuan, PBHI, dan jajaran pengacara lainnya.

Sidang terbuka doktor juga dihadiri oleh Menkopolhukam yakni Prof. Mahfud MD sebagai penguji disertasi Bapak Ismail Hasani. Dan ada beberapa penguji yang sering saya tonton mereka debat di layar TV.

Pada 2016 adalah pertama kali saya menginjakan kali di UGM. saat itu,  bangunan UGM tidak sebagus sekarang. Masih banyak bangunan lama, namun sekarang telah berbeda.  Semua berubah drastis. Jarak dua tahun sangatlah cepat, jadi wajar dong untuk merekonstruksi itu semua.

Di ruang sidang telah banyak peserta yang datang lebih awal. Mungkin mereka juga ingin menyaksikan proses persidangan terbuka ini. Saya awalnya kaget, ternyata sidang terbuka untuk gelar doktor harus disaksikan oleh banyak orang. Berbeda dengan sidang gelar S1. Diproses berjalannya sidang, saya tidak masuk ke dalam ruang untuk menyaksikan padahal sayang ingin sekali. Namun karena tugas saya untuk memastikan bunga-bunga ucapan agar tetap aman. Yasudah, saya diluar saja. Lagian di dalam juga gak bisa merokok.

Angin diparkiran FH UGM sangtlah kencang. Beberapa kali bunga ucapan selamat itu terjatuh karena tiupan angin yang begitu kuat. Bahkan kami berulang kali mengikatnya namun sama saja, ikatan kami dikalahkan oleh salah satu elemen Avatar, yakni angin.

Sempat juga, saya beberapa kali ke depan ruangan sidang untuk mendengar sesi pengujian. Ada perbedaan antara penguji dan diuji. Pertanyaan dan perdebataan hasil disertasi mengguncang urat nadi seluruh peserta yang hadir. Judul disertasi terkait,"PENGUJIAN KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA".  Saya tidak akan membahas isi dari disertasi tersebut, karena saya bukan ekspertnya. Tapi yang jelas, ini sungguh berat prosesnya.

Saya merasakan hal serupa, bagaimana tidak. Saya yang diluar saja merasa degdekan, apalagi yang sedang berhadapan dengan penguji. Hmm, gimana mentalnya tuh. Tapi Bapak Ismail seperti yang saya dengar dari Ishan, orangnya dengan santai mampu menjawab segala macam pertanyaan yang diajukan penguji. Hebat dan kualifive.

I think, sidang terbuka seperti ini harus membutuhkan nyali dan kecerdasaan yang tinggi. Tidak sembarangan orang yang bisa mendapatkan kesempatan seperti Bapak Ismail Hasani. Saya jelas ingin seperti beliau, hanya saja konsentrasi belajar harus saya tingkatkan lagi. Apa yang telah saya saksikan adalah cermin motivasi kedepan untuk lebih giat belajar dan terus belajar. Kunci sukses seseorang terletak pada ruang dimensi demikian.

Babak akhir proses pengujian gelar doktor telah dimenangkan Bapak Ismail Hasani. Semua orang mengucap selamat dengan berjabat tangan. Kedatangan bapak Ismail Hasani tidak hanya seorang diri di forum sidang terbuka. Keluarga tercinta juga ikut hadir. Berbinar-berbinar saya melihat kebahagiaan yang terpancar dari gelombang mata sang istri dan sang ibunda.

Berfoto bersama kami lakukan, pastinya dengan rasa bangga yang tak tersaingi. Kemudian diakhiri dengan makan bersama juga. Setelah meninggalkan FH UGM, kami kembali ke hotel untuk mengambil barang-barang kami. Kami telah chek-out dari hotel pada pukul 11 siang tadi.
Tapi karena tidak mungkin kami membawa barang-barang ke UGM, dengan mengajak dialog bersama klining servise akhirnya barang-barang kami bisa disimpan sebentar di situ.

Setelah dari hotel kami bergegas ke pusat ole-ole Bakpia yang berada tepat di jantung kota Jogjakarta. Yakni di pasar sore. Sangat padat pasar ini bila sore hari sehingga dinamakan pasar sore. Aktivitas transaksi dan kebudayaan khas Jawa memanjakan mata untuk segera menghampiri.

"Widihh, ramai sekali," kataku.

"Namanya juga pasar. Sorean lagi," jawab bang Indra.

Kami menaiki mobil Pazero untuk menuju pasar ini. Saya, Bani, Ishan dan Bang Indra semobil. Setibanya kami, lokasi pusat ole-ole Bakpia kami hampiri. Melihat-melihat awalnya untuk mengkonsolidasikan mata, ternyata seruh juga suasana pasarnya.

Saya tidak membelikan Bakpia sebagai ole-ole yang akan saya bawa ke Jakarta. Hanya tiga buah kaos bertuliskan Jogjakartalah yang saya beli. Itu juga pesanan orang yang telah saya iakan untuk membelikannya. Hingga magrib tiba, kami masih berkeliling di area pasar sore. Sementara jam 8 tepat adalah waktu keberangkatan kami menuju St Gambir, Jakarta.

Melihat aktivitas membatik, dan suara gamelang berbunyi sepanjang jalan. Struktur bangunan kuno dan modern yang memadukan arsitek sangatlah indah untuk dijadikan story di media sosial. Keren abis, saya sampai tidak ingin kembali lebih cepat ke Jakarta. Jogjakarta telah membuat saya mencintainya. Tentu dengan beragam khasanah ilmu pengetahuan, keindahan wisata, kebudayaan, kuliner, kebersamaan, dan tentu cinta kasih.

Mengakhiri kenangan di Stasiun Tugu, dan kembali lagi ke rutinitas seperti biasa di mama kota adalah tanggunjawab sosial kemanusiaan yang telah disepakati. Sekian saya akhiri. Wassalam!

Terimakasih Jogjakarta. Terimakasih juga saya haturkan kepada Setara Institute yang telah memberikan kesempatan berlian ini. Kalian luar biasa, Tim Tour Jogja dan para pembaca cerita ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun