I think, sidang terbuka seperti ini harus membutuhkan nyali dan kecerdasaan yang tinggi. Tidak sembarangan orang yang bisa mendapatkan kesempatan seperti Bapak Ismail Hasani. Saya jelas ingin seperti beliau, hanya saja konsentrasi belajar harus saya tingkatkan lagi. Apa yang telah saya saksikan adalah cermin motivasi kedepan untuk lebih giat belajar dan terus belajar. Kunci sukses seseorang terletak pada ruang dimensi demikian.
Babak akhir proses pengujian gelar doktor telah dimenangkan Bapak Ismail Hasani. Semua orang mengucap selamat dengan berjabat tangan. Kedatangan bapak Ismail Hasani tidak hanya seorang diri di forum sidang terbuka. Keluarga tercinta juga ikut hadir. Berbinar-berbinar saya melihat kebahagiaan yang terpancar dari gelombang mata sang istri dan sang ibunda.
Berfoto bersama kami lakukan, pastinya dengan rasa bangga yang tak tersaingi. Kemudian diakhiri dengan makan bersama juga. Setelah meninggalkan FH UGM, kami kembali ke hotel untuk mengambil barang-barang kami. Kami telah chek-out dari hotel pada pukul 11 siang tadi.
Tapi karena tidak mungkin kami membawa barang-barang ke UGM, dengan mengajak dialog bersama klining servise akhirnya barang-barang kami bisa disimpan sebentar di situ.
Setelah dari hotel kami bergegas ke pusat ole-ole Bakpia yang berada tepat di jantung kota Jogjakarta. Yakni di pasar sore. Sangat padat pasar ini bila sore hari sehingga dinamakan pasar sore. Aktivitas transaksi dan kebudayaan khas Jawa memanjakan mata untuk segera menghampiri.
"Widihh, ramai sekali," kataku.
"Namanya juga pasar. Sorean lagi," jawab bang Indra.
Kami menaiki mobil Pazero untuk menuju pasar ini. Saya, Bani, Ishan dan Bang Indra semobil. Setibanya kami, lokasi pusat ole-ole Bakpia kami hampiri. Melihat-melihat awalnya untuk mengkonsolidasikan mata, ternyata seruh juga suasana pasarnya.
Saya tidak membelikan Bakpia sebagai ole-ole yang akan saya bawa ke Jakarta. Hanya tiga buah kaos bertuliskan Jogjakartalah yang saya beli. Itu juga pesanan orang yang telah saya iakan untuk membelikannya. Hingga magrib tiba, kami masih berkeliling di area pasar sore. Sementara jam 8 tepat adalah waktu keberangkatan kami menuju St Gambir, Jakarta.
Melihat aktivitas membatik, dan suara gamelang berbunyi sepanjang jalan. Struktur bangunan kuno dan modern yang memadukan arsitek sangatlah indah untuk dijadikan story di media sosial. Keren abis, saya sampai tidak ingin kembali lebih cepat ke Jakarta. Jogjakarta telah membuat saya mencintainya. Tentu dengan beragam khasanah ilmu pengetahuan, keindahan wisata, kebudayaan, kuliner, kebersamaan, dan tentu cinta kasih.
Mengakhiri kenangan di Stasiun Tugu, dan kembali lagi ke rutinitas seperti biasa di mama kota adalah tanggunjawab sosial kemanusiaan yang telah disepakati. Sekian saya akhiri. Wassalam!
Terimakasih Jogjakarta. Terimakasih juga saya haturkan kepada Setara Institute yang telah memberikan kesempatan berlian ini. Kalian luar biasa, Tim Tour Jogja dan para pembaca cerita ini.