UU No 40 tahun1999 tentang kebebasan Pers menegaskan bahwa kebebasan pers tidak boleh diintervensi oleh siapa pun dan tanpa batasan apapun. Sederhanya seperti itu.
Bahwa pemberitaan atau penyampaian informasi kepada publik jangan sampai dibatasi atau dilarang karena itu merupakan pelanggaran hak atas berfikir, menyampaikan pendapat dimuka umum seperti yang sudah diamanatkan konstitusi dan aturan turunannya.
Walau peran dan kerja jurnalistik sudah di legalisasi lewat berbagai aturan. Namun miris saja, batasan-batasan  tehadap kerja jurnalis masih diperhadapkan dengan nuansa intimidasi, kekerasan, dan pelangaran Hak Asasi Manusia disektor Jurnalistik.
Padahal semestinya sebagai bagian dari negara yang demokratis, penjaminan dan perlindungan terhadap kebebasan pers secara maksimal harus di upayakan tanpa batasan atau larangan apapun.
Untuk dapat menghargai kerja jurnalis, paling tidak kita dapat merenungkan bagaimana BJ Habibi  dimasa pemerintahannya dapat melahirkan kemerdekaan pers lewat adanyanya UU Pers. Karena apa? Hanya untuk mengembangakn demokrasi demi kepentingan rakyat.
Menjamin kemerdekaan pers. Menghilangkan penyensoran dan pembredelan. Dampaknya, jumlah media cetak dan penyiaran swasta di Indonesia naik setelah orde baru tumbang.
Toh, prinsip demokrasikan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kebebasan pers ada dalam substansif itu. Sebagai medium ekspresi yang harus diprioritaskan demi pemajuan suatu bangsa dan negara.
Untuk itu, sangat banyak berterimah kasih atas jasa Bapak BjmJ Habibi selama ini. Nyali dan semangat edukasimu sangat bermanfaat bagi kami generasi muda untuk memajukan bangsa dengan pemberitaan.
Selamat jalan dan selamat bertemu Sang kekasih Ainun di surga jannah tempat kalian kelak nanti. Amin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H