Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ale Memang Cukardelen

31 Agustus 2019   02:07 Diperbarui: 31 Agustus 2019   03:40 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Beres!

Skripsiku telah beres setelah sepanjang hari mengerjakannya. Seminggu lagi aku sudah harus bertatapan dengan beberapa dosen.
Akhirnya yang ditunggu telah tiba juga.

Pagi itu rapih sekali. Kemeja putih, berdasi hitam, celana kain hitam dan sepatu pantopel tengah aku kenakan. Persis dengan orang yang sedang melamar kerjaan di perusahan.

Sinar mentari terasa baper dengan penampilanya. Iyalah, hari ini merupakan hari kemenanganku sebagai mahasiswa. Aku sudah muak lama-lama dikampus yang penuh kebosanan itu.

Bagaimana cermin, aku sudah keren to," tanyaku dengan penuh percaya diri.

***

Setiba dikampus, laksamana Ajay menghampiriku. Iya, aku memanggilnya dengan sebutan laksama.

Laksaman Ajay adalah kawan aktivis gerakan dikampusku sekaligus menjabat sebagai ketua organisasi gerakan mahasiswa bernama Aliansi Mahasiswa Menggugat Negara (AMMN) di Ciputat.

Organisasi ini sempat digrebek aparat karema dituduh melawan rezim dan mengkampanyekan bangkitnya gerakan komunis di Indonesia. Beberapa kali buku-buku dalam sekretariat di grebek aparat dan disita dengan alasan yang tidak jelas.

Hari ini kami berdua akan memenangkan pertarungan. Selain terdesak karena orang tua, situasi dikampus sudah tidak steril lagi bagiku dan Ajay agar tetap bertahan.

Ale memang cukardelen (sadis)," kata Ajay.

Rekan aktivis itu dia tampak bersih dan tidak kalah keren penampilannya dariku.

Wihh, tidak biasanya ee ale setampang ini duhai laksamana. Biasanyakan kotor, acak-acakan, celana sobek-sobek. Hari ini ale sudah seperti direktur perusahan aja," kataku sambil termehek ketawa.

Ohiya dong bro, cukup untuk hari ini. Habis itu sudah seperti yang semula lagi.

Belum ada jejak panggilan dari pihak penguji. Aku dan Ajay kemudian sembari menunggu di kanting kampus. Kopi hitam teman baik kita, menemani kami berdua dalam harapan agar sidang segera dimulai.

Akhirnya tiba waktunya kami dipanggil, Laksamana Ajay lebih mendahuluiku. Sebab, kita dipanggil berdasarkan abjad. Aku dan beberapa teman menunggu di depan ruang sidang.

Teman-teman yang lain terlihat sibuk membuka lembar demi lembar skripsinya. Mereka membacanya lagi seperti diterpa bencana. Ada juga yang gelisah dengan mondar mandir tidak jelas. Mungkin dia sudan tidak sabar.

Sedangkan aku tetap menikmati kopi hitamku dan sebatang kretek. Meniup asap roko ke udara adalah caraku untuk merilekskan diri dari beban.

Beberap menit kemudian, Laksamana Ajay telah keluar.

Yes, aku lulus!

Aku sangat senang mendengarnya. Kali ini giliranku untuk membuktikan betapa hebatnya diriku. Harapan itu terkabul.

Aku Lulus juga Jay. Kita semua telah bebas, para pembimbing itu sudah beri selamat.

***

Sudah sebulan aku memperoleh sarjana Ilmu Politik. Ajay dan Aku kini terpisah. Namun masih tetap berkomunikasi lewat online.

Laksamana Ajay kini bekerja di lembaga advokasi HAM di Maluku. Ia sangat gerang mengadvokasi hak-hak masyarakat adat yang tanahnya mulai dirampas perusahan tambang.

Sedangkan aku kini berprofesi sebagai Jurnalis investigatif di Papua. Aku dari dulu memang suka menulis soal Papua.

Dari tulisan-tulisan soal Papua telah mengantarku untuk mengenal lebih dekat apa yang diinginkan rakyat Papua dan apa yang diinginkan Bangsa Indonesia dari Papua.

Tepatnya di wilayah Resimen III, Kota Jayapura aku menetap disebuah kontarakan sedang dengan kedua kamar didalamnya.

Hari-hariku dipenuhi dengan pemberitaan, gizi buruk, kematian anak, penembakan, upaya kemerdekaan, pendekatan militeristik di Papua. Tulisan seperti demikian yang sering aku angkat.

Selain itu, aku juga dipilih menjadi kontributor salah satu media cetak mainstream di Jakarta untuk tidak hentinya mengabarkan soal Papua.

Setiap tulisanku yang aku posting sering dikomentari Laksamana Ajay karena berpotensi mengancam negara.

Tulisan ale memang Cukardelen," begitulah isi komentarnya.

Jawabku kepadanya, kita sama bro. Ale juga Cukardelen, sudah melawan perusahan.

Iya to, perusahan tukang tipu soalnya jadi harus dilawan. Datang tak diundang, sudah bikin rusak sembarangan. Lahan masyarakat adat jadi komoditas bisnismen yang di setujui kepala daerah juga.

Niat aku dan Laksamana Ajay untuk membela masyarakat tertindas sudah sejak lama kami geluti. Sehingga niat tulus ini bagi kami adalah perjuangan yang diajarkan Tuhan lewat kitab sucinya.

Kami percaya itu, bahwa dalam ajaran yang kami yakini. Melawan kedzoliman dan ketidakadilan merupakan ajaran yang diajarkan Yesus kepada 14 muridnya. 

Begitu juag dengan Nabi Muhammad SAW, dia yang selalu menentang keserakahan dan kekufuran pada mada Jahiliyah. Prinsip ini yang selalu kita pegan dalam membela dan mengabarkan kebenaran.

Aku dan Laksamana Jay walau sesibuk apapun kita, saling mengingatkan dan menyapa rutin kami lakukan. Ikatan semasa menjadi aktivis mahasiswa membuat suasana keakraban itu tidak kian pudar dari ingatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun