Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sherly Annavita Lengah Mengorek Qanun Jinayah

23 Agustus 2019   16:16 Diperbarui: 23 Agustus 2019   16:30 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Ig sherlyannavita

Belakangan ini ramai sekali perbincangan populer atas kehadiran sosok perempuan milenial yang dengan gagah dan berani mengkritik Presiden Jokowi terkait pemindahan Ibu Kota baru ke Kalimantan.

Perempuan milenial itu dengan garam menampar habis-habis Jokowi saat Presiden Indonesian Lawyers Club (ILC), Karni Ilyas, memberinya kesempatan untuk berbicara dari perspektif anak Milenial.

Namun saya tidak ingin membahas lebih jauh sosok perempuan berjulukan Milenial Influencer ini atas kritik pedas yang dilontarkan terhadap Presiden Jokowi, Selasa malam kemarin.

Penekanan terhadap Sherly yang saya maksudkan disini adalah bagaimana kemudian Sherly dapat merespon Qanun Jinayah di Aceh yang terbilang ambigu dalam persfektif HAM dan Kebebasan seseorang.

Penerapan Qanun Jinayah secara eksplisit sangat membatasi ruang gerak perempuan. Juga bisa mengakibatkan perempuan sebagai korban ganda akibat pasal-pasal dalam Perda Syariah tersebut.

Seperti daerah lain di Indonesia, penduduk Aceh juga heterogen. Islam memang bukan satu-satunya agama yang dianut warga di Serambi Mekkah.

Dilansir dar hukumonline.com bahwa Data Badan Pusat Statistik Aceh menunjukkan jumlah penduduk Aceh (2010) adalah 4.494.410 jiwa.

Pemeluk agama Islam 98,80 persen, Protestan 0,84 persen, Katholik 0,16 persen, Budha 0,18 persen, dan Hindu 0,02 persen. Para penduduk non-Islam ini tersebar di seantero Aceh, bukan hanya di Banda Aceh.

Oleh karenanya, penerapan Qanun Jinayah  sangat melegitimasi penduduk Aceh yang nyatanya heteregon untuk mentaati segala peraturan yang dibuat. Dampaknya jelas menyasar terhadap warga non muslim juga.

Sebagaimana diketahui Sherly yang juga merupakan lulusan Universitas Paramadina dengan konsentrasi Hubungan Internasional ini, mempunyai daya kritisme yang luar biasa. Berbagai prestasi telah ia raih dari masa kecilnya.

Dalam akun instagram dan youtubenya banyak bicara soal politik, Pilpres, persatuan, motivasi dan sebagainya. Hanya lengah ketika mengorek Qanun Jinayah.

 Pada faktanya,  salah satu istilah yang bisa ditemukan dalam Pasal 1 poin 24 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayah.

Dilansir dari hukumonline.com, Ikhtilath adalah perbuatan bermesraan seperti bercumbu, bersentuh-sentuhan, berpelukan dan berciuman antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami isteri dengan kerelaan kedua belah pihak, baik pada tempat tertutup maupun terbuka.

Pasal 25 ayat (1) qanun hukum jinayah mengancam hukuman cambuk maksimal 30 kali atau denda paling banyak 300 gram emas murni atau penjara maksimal 30 bulan jika terbukti melakukan ikhtilath.

Selain Ikhtilath masih banyak istilah khas yang tercantum dalam qanun hukum jinayah. Beberapa istilah hukum yang sehari-hari dikenal seperti restitusi, zina, pemerkosaan, pelecehan seksual, hakim, menyuruh melakukan, dan anak dimuat juga dalam Qanun Hukum Jinayah.

Beragam istilah diatas jelas pada prinsipnya jika dilihat dengan kaca mata hak asasi manusia, sangat bertentangan. Urusan dengan siapa kita berhubungan badan, itu bukan kewenangan negara dalam mengurusi privat seseorang.

Walau saja, pasti akan menimbulkan perdebatan juga dikalangan pro hak asasi dan kalangan islam di Aceh. Nah, pertanyaannya apakah Sherly bisa membongkar dan menarasikan Qanum Hukum jinayah ini?

Sebagai milenial asal Aceh, sudah tentu Sherly terang menderang mengetahui baik buruknya penerapan hukum jinayah ini. Apakah berguna bagi penduduk Aceh yang heterogen? Ataukah wajib direvisi lagi.

Saya pikir Sherly bisa mengerti kondisi yang diuraikan, untuk kemudian memposisikan diri menjadi orang yang pekah terhadap semua masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun