Ditengah kemarahan masyarakat Papua atas tindakan rasialisme yang menimpa teman-teman mahasiswa Papua di Surabaya. Bagi saya hanya suara merdu Mitha Talahatu yang hanya bisa meredam kemarahan itu.
Solo sing asal Ambon ini sudah tidak diragukan lagi kemampuan bernyanyinya. Bahka ada slogan Papua yang mengatakan " Hanya Mitha yang bisa mengerti hati orang Papua". Benar atau tidaknya bisa baca dikolom komentar lagu-lagunya.
Mitha tidak seperti penyanyi populer lainnya, semisal; Judika, Ariel Noah, Raisa, atau Agnes Mo, yang kaya jobdes di TV nasional. Ia, hanya penyanyi lokal dari timur Indonesia dengan suara indah yang paling digemari orang Papua.
Lagu-lagunya sedikit yang bisa saya sebutkan seperti, Maafkan, Beta Seng Marah, Cinta Sakota, Sayang, dan Beta Suka Nyong Papua, terlihat memukau publik Papua bila ia bawakan diatas panggun. Tidak percaya bisa cek di youtube handpone anda.
Perempuan berkulit itam manis ini, memiliki karakter suara yang kuat dan sangat menggoda hati paea kaum adam bila mendengar lagu-lagunya. Oleh karenanya, apapun yang dialami teman-teman Papua sekarang, obatnya adalah mendengar lagu Mitha Talahatu sebagai counter solusi pemulihan fsikologis.
Bukan saja Mitha Talahatu yang digemari orang Papua, rekan sedaerahnya Dody Latuharhary juga memilik karakter suara yang tidak kalah sadisnya. Kedua orang ini jika sedang manggun di Papua, sorak padat penonton pasti terjadi. Karena apa? Hanya ingin mendengar suara indah merdu mereka.
Lagu Membawa Pesan Kedamaian
Pesan damai tidak selalu monoton disampaikan oleh Akademisi, praktisi, profesor, dan ahli sejarah. Dalam hal ini musisi juga memiliki peran penting untuk menyampaikan pesan damai lewat lagu yang dinyanyikan.
Banyak musisi ternama asal barat, semisal; Bob Marley, Michael Jakson, Kurt Cobain, Jhon Lenon menggunakan lagu sebagai penyampaian pesan perdamaian.
Bahkan setelah pasca konflik berbasis agama di Ambon pada tahun 1999 hingga 2004, pesan perdamaian dibungkus dengan lagu-lagu dan sangat efektif berpengaruh pada fsikologis masyarakat Maluku waktu itu untuk baku bae antar sesama manusia atas dosa besar yang dilakukan.
Lagu bukan saja bersifat sebagai ungkapan ekspresi perasaan hati kepada pacar, sahabat, dan masyarakat. Akan tetapi dari sebuah lagu mampu menjadi senjata berpengaruh untuk membongkar tembok ketidakadilan dan kejahatan dimuka bumi.
Sebagai masyarakat yang penduli pada isu-isu kemanusiaan, banyak cara yang mesti dilakukan dalam mengkampanyekan gerakan anti kekerasan. Itulah sebabnya disetiap banyak ivent, musik, musisi dan lagu tidak pernah ditinggalkan. Ketiganya selalu diberikan jobdes.
Rasisme dan stigmatisasi yang dialami orang Papua, semoga lewat lagu entah siapa yang akan menyanyikan diharapkan dapat meredam suasana kekacauan sosio politik. Â Suara Mitha Talahatu, saya pikir merupakan bagian dari alat peredam itu.
Terlepas dari pembasahan lagu diatas, penegakan hukum kepada oknum atau kelompok penebar rasisme harus diadili sebagaimana negara Indonesia adalah negara hukum. Jangan sampai impunitas mengalahkan semuanya.
Presiden, Aparat penegak hukum harus bertindak tegas sekaligus mencegah tindak rasisme agar tidak terjadi lagi dikemudian hari. Masyarakat berfikir harus tetap mengawal agenda ini secara bersama guna mendorong terciptanya idealisme semangat demokrasi yang didambakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H