Bapa Umar melarang anaknya Syamsul, agar tidak bermain di bawah pohon beringin tua besar. Syamsul tidak mendengar larangan bapanya itu.
"Syam e, ose jang talalu malawang. Bapa bilang jang ose barmain di bawah pohon baringin itu," tegas Umar.
Usia Syamsul yang masih terbilang bocah, tidak kepikiran akan larangan tegas oleh Bapanya. Ia pun bertanya, kenapa bapa larang beta main disitu? Barang kenapakah?
"Makanya kalau masih bocah dengar-dengar sadiki kalau orang tua bicara," jawab Umar sambil mencubit telinga Syam. Dipohon beringin itu ada Tetewisi. Nanti kalau ose kanapa-kanapa lai bagimana," lanjut Umar.
"Hii bapa e, tetewisi itu apalai?," tanya Syam.
"Nau-nau. Ose masih bocah, pigi mandi sana la ganti ose baju tuh," alihan pembicaraan Umar dari pertanyaan Syamsul.
Sedih tak bertuang membawanya menuju Parigi kecil di belakan rumah. Menimba air dari dalam Parigi, Syam bertanya-tanya dalam hatinya.
"Tetewisi itu apa e? Kanapa bapa larang  beta main dipohon baringin? Ah..sudah o pastiu deng akan.
***
Kala itu sedang musim isu orang potong kepala. Anak-anak seumuran Syam dilarang bermain diluar rumah. Kewaspadaan itu selalu diingatkan orang tua kepada anak-anak mereka. Syam juga mengalami nasib serupa.
Hendak tidur, mama Syam, Hasna, menghampiri sang anak didalam kamarnya. "Syamsul, Syam e, ose sudah tidor kah balom," tanya Hasna dari depan pintu kamar Syam yang sedang terkunci.