Pihak pemerintah Thailand menggerakan 10,000 orang tentaranya untuk melakukan operasi secara besar-besaran ke perkampungan warga sipil Patani (Thailand Selatan), operasi ini dilakukan di kawasan perkampungan Daerah Muang Wilayah Patani, pada (25/07/2019).
Dilansir dari facebook media informasi news, sLaporan dari pihak tentara Thailand mengatakan, panglima tentara darat ke-4, Letnan. Jendral Pornsak Poonsawat, melibatkan tentara sebanyak 735 pasukan yang akan di kerahkan kepada 118 perkampungan warga sipil Patani yang dianggap masih memiliki pengaruh perjuangan untuk membebaskan Patani.
Manakala pihak tentera Thailand menjejaki 20 orang yang diduga sebagai perlaku penyerangan pos sukarelawan keamanan Thailand.
Penyerangan tersebut, menyebabkan 3 korban cedera parah dan 4 meninggal ditempat, penyerangan ini dilakukan di kawasan pos sukarelawan keamanan Thailand yang berada di lalu lintas jalan raya Kolae Pilae Muqim Paka Harang daerah Muang WIlayah Patani, pada (23/07/2019), pukul 20:55 pm.
Demikian, semejak terjadi konflik yang berpanjangan dari tahun 2004 hingga sekarang, telah meranggut nyawa sebanyak 7000 orang lebih, dan yang cedera sebanyak 11000 orang lebih.
UU Darurat Militer dan Ancamannya Bagi Warga Sipil Patani
Setelah dikeluarkan Undang-Undang Darurat Militer di Thailand, Patani merupakan salah satu daerah yang paling terkena dampak buruk dari kebijakan tersebut. Dikeluarkan untuk mencegah tindak kerusuhan. Ternyata, banyak menimbulkan korban berjatuhan dikalangan warga sipil Patani dan memberikan ancaman bertubi-tubi.
Kendati pada pasal 8 dalam Undang-undang Darurat Militer Thailand, menegaskan" otoritas militer memiliki kekuatan penuh penangkapan, permintaan wajib, larangan, penyitaan, cabut diri, penghancuran atau perubahan tempat dan keluat dari orang-orang".
Sedangkan dalam pasal 9 dan 12 menyatakan bahwa barang-barang yang dapat dicari dan disita termasuk pesan, surat, telegraf,paket, buku, surat kabar dan bahkan puisi. Petugas juga dapat "mematikan, mencari, menangkap, dan menahan orang-orang tanpa harus membuat surat penggeledahan atau surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan".
Jadi, siapa pun dapat ditahan hingga tujuh hari tanpa surat perintah penangkapan karena sepenuhnya tergantung pada kebijaksanaan petugas keamanan. Untuk menjamin tiap-tiap warga penduduk di Wilayah Patani agar bebas dari rasa takut dan hak untuk mendapat akses politik, telah diberhangus secara membabi buta.
Wilayah Thailand Selatan antara lain, Provinsi Pattani, Naratiwhat, dan Yala, menjadi basis penangkapan sewenang-wenang oleh militer Thailand. Hal ini tentu tidak menghargai hak atas kemerdekaan tiap-tiap individu warga negara dan hak atas kebebasan berekspresi setiap warga negara.
Tentu saja, situasi di wilayah Patani tidak sama dengan daerah yang lain di Thailand. Meskipun pemerintah masih terus menyangkalnya, situasi di Patani adalah konflik bersenjata internal. Apapun situasi penerapan UU darurat militer di Thailand, namun harus tunduk pada hukum humaniter internasional sebagai legitimasi atas kejahatan kemanusiaan.
Organisasi hak asasi manusia sejak lama mengkritik penerapan undang-undang darurat militer. Karena aturan ini memberi militer kekuasaan dan kewenangan yang terlalu besar. Penerapan undang-undang darurat mendorong terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang sistematis, terstruktur, dan masif.
Kebijakan seperti itu justru dijadikan alasan oleh para gerakan pasukan bersenjata Patani yang terus melakukan aksi kekerasan. Akibatnya, militer bertindak lebih represif lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H