Operasi penangkapan yang dilakukan oleh tentara Thailand terhadap warga sipil Pattani, Selatan Thailand, terus terjadi. Kali ini salah satu warga Sipil bernama, Abdulloh Aisomuso, menjadi korban atas peristiwa tersebut.
Penangkapan yang dilakukan terhadap Abdulloh, dikabarkan sangat tidak manusiawi. Pria berusia 32 tahun ini, saat itu sedang melakukan ibadah sholat Azar dirumahnya pada 20/07/2019 pukul 16.00 pm. Namun tiba-tiba tentara Thailand datang dan lansung menangkapnya.
Perlu diketahui, Abdulloh berasal dari daerah Saiburi Wilayah Pattani. Setelah ia ditangkap, kemudian dibawa oleh pihak tentara Thailand menuju camp untuk dilakukan introgasi.
Disampaikan juga oleh istrinya, Sumaiyah, mengatakan bahwa sewaktu saya dan keluarga menziarai Abdulloh ke camp tentara, ada salah satu pegawai camp mengatakan kalau Abdulloh sudah di bawah ke rumah sakit Pattani.
Sesampainya di rumah sakit pada pukul 09.00 am, Abdulloh segera dipindahkan ke ruang ICU karena diduga tidak sadarkan diri. "Istrinya juga heran, padahal suami saya tidak pernah mengalami sakit dan semacamnya, suami saya sehat-sehat selalu, kok bisa tidak sadarkan diri," ujar Sumaiya, dilansir dari facebook media informasi news.
Kondisi Abdulloh Aisomuso  saat ini sedang berada di ruang Intensive Care Unit ( ICU) rumah sakit Pattani untuk mendapatkan perawatan yang intens dan harus mengunakan ventilator. Rangkaian peristiwa ini masih tidak tahu butiran persis asas masalahnya.
Demikian juga penjelasan dari seorang suster yang merawat pasiennya, Abdulloh Aisomuso, mengatakan, pembengkakan otak yang dialami pasien, Â disebabkan karena kekurangan udara. Bisa jadi semasa tahanan didalam camp tentera Thailand cukup terlalu lama.
Pattani Dibawa Jajahan Monarki Konstitusional Thailand
Salah satu penduduk muslim yang berada di State of Thailand, adalah daerah Pattani. Terletak tepatnya di selatan Thailand, atau perbatasan Malasyia, Pattani termasuk warga muslim melayu yang sudah menetap lama dijalur khatulistiwa itu.
Namun sebagai warga minoritas muslim dibawa kepemimpinan monarki konstitusional Thailand. Berbagai upaya penjajahan yang dilakukan rezim Thailand terus mereka alami. Bisa dibilang apa yang terjadi pada Indonesia dimasa Orde Baru, Pattani baru merasakanya hingga saat ini.
Salah satu yang paling saya heran ialah, tidak ada kebebasan berkumpul, berorganisasi, dan berpendapat. Akses informasi kritis sangat sulit masuk kesana, bahkan orang baru yang masuk saja terus di lirik intel-intel Thailand. Informasi ini saya dapatkan ketika berdiskusi dengan teman-teman Pattani yang sedang menempuh pendidikan di Indonesia.
Secara kontekstual, daerah ini terkontrol penuh oleh rezim Thailand. Sehingga upaya-upaya perlawanan yang dilakukan rakyat berakhir tragis. Aktivis Human Rights, Somchai, adalah contoh bagaimana kemudian rezim diktator membungkam perlawana rakyat Pattani.
Daerah Pattani memang belum terlalu melek di mata publik, terutama Indonesia, seperti halnya: Palestina atau Rohingnya di Nyanmar. Tetapi pada prinsipnya apa yang Palestina alami sama dengan apa yang dialami Warga Pattani. Penembakan, bom dimana-mana, penculikan, intimidasi, sering dihadapkan kepada warga sipil.
Karena hilangnya akses informasi dan pendidikan kritis, perlawanan rakyat pun tidak terlalu masif. Sehingga perbudakan dan konsentrasi kemanusiaan terhadap daerah ini terlihat miris dilakukan oleh rezim Thailand. Bisa kita cek lagi pada peristiwa Thak Bhai 2004 silam.
Untuk itu penting bagi kita untuk merayakan kemanusiaan, dengan terus mengecam dan memberikan teguran keras kepada pemerintahan Thailand untuk setop melakukan operasi-operasi yang mengancam nyawa manusia. Sekaligus memberikan proteksi dan respect terhadap hak-hak dasar setiap manusia di pattani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H