Dialetika Otonomi khusus (otsus), Daerah Otonomi Baru (DOB), dan Mentri kini melanda Maluku. Ruang perdebatan kian tak ada habisnya. Secara, isu musiman ini berjalan pada momentum-momentum tertentu atau biasa dibilang isu "panas-panas tai ayam"Â kalau pakai bahasa harian orang Maluku.
Lebih detai lagi, agenda otsus, dan representasi Mentri dari Maluku dalam kabinet Jokowi-Amin 2019-2024, belum final dibicarakan dipusat. Namun, akidah optimisime sebagian masyarakat sudah konvoi-konvoi di media sosial. Sebagian masyarakat juga belum cukup memahami apa maksud dan tujuan dari dorongan agenda-agenda tersebut agar dapat tercapai.
Penjelasannya, pertama, Otsus digodok agar Provinsi berbasis kepulauan ini dapat mengontrol akselerasi dan kebijakan atas laut sebagai sumber pendapatan ekonomi daerah yang notabennya adalah nelayan. Kedua, representasi Mentri dari Maluku yang katanya bakal masuk Kabinet Jokowi-Amin, karena sejak era reformasi posisi ini tidak pernah di jabati oleh putra/putri asal Maluku.
Dalam misi Gubernur Maluku, Murad Ismail, bahwa Maluku yang terkelola secara jujur besih fan melayani. Terjamin dalam kesejateraan dan berdaulat atas gugusan kepulauan. Penjabaran ini tidak terlalu spesipik membahas otsus. Bahkan dilakalangan elite pemerintahan, DPRD, belum banyak yang bicara soal otsus. Ini menandakan keseriusan otsus belum terlihat di tubuh pemerintah dan wakil rakyat Maluku.
Saya sebenarnya sepakat dengan lontaran isu yang ada. Hanya saja kita perlu koreksi lagi, bahwa apakah isunya akan sustainable of goal atau sebatas isu panas-panas tai ayam. Padahal agenda prioritas yang harus diperhatikan ialah bagaimana perusahan-perusahan skala besar yang sudah merusak dan menghancurkan lahan adat dan hutan sagu di Maluku harus setop.
Disisi lain, berbagai aktivis ugal-ugalan, OKP, Â tampil membicarakan otsus, begitupun dengan para elite politiknya, hanya berdasar pada Maluku punya Blok Masela atau dengan adanya Otsus bisa menyerap APBN maupun DAK DAU untuk dapat dipergunakan bagi kesejaterahkan masyarakat Maluku. Sementara ada 90 buruh PT.WLI Seram utara yang di PHK sepihak, tidak ada yang berani ngomon. Atau hutan adat desa Hualulu mau diprogramkan proyek transmigran boro-boro dijadikan isu sentral perlawanan. Welehhh!
Isu musiman memang membuat orang jadi ofname pemikiran, hal-hal yang dekat saja sulit diperjuangkan. Lantas bagaimana dengan hal yang tidak pasti? Paling tidak, Maluku sampai kini banyak dimodusin oleh perusahan berskala besar, semenjak proyek MP3E1 diluncurkan pemerintahan SBY, wilayah Seram termasuk kawasan zona proyek mega besar. Kita tunggu saja kapan akan beroperasi.Â
Apalagi bisa bicara soal mentri, wadow, sunggu mau ketawa dengar isu beginian, paling yang didapatkan hanya gula-gula (permen). Obrolan di rumah kopi mengatakan kalau ada mentri yang terpilih dari Maluku berarti kualitas orang Maluku dapat diperhitungkan. Hhh, lebay.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H