Sembari mengadakan Halalbilahal untuk memperkuat silaturahmi. Warga Desa Cibitung, Kecamatan Sukamulya, Kabupaten Bogor, sekaligus menggelar doa bersama mengenang tragedi konflik.
Acara yang dilakukan, banyak dihadiri oleh ibu-ibu desa Cibitung dan Desa Malapar. Berbagai cerita dan canda tawa terjadi ketika dilokasi. Membuktikan bahwa marwah persaudaraan masih kuat an harus dirawat.
Neneng, aktivis Sekirat Perempuan Petani Rumpin(Seruni) menjelaskan, Berawal dari sengketa lahan, tanah warga yang selama bertahu-tahun digarap, kini  diakui TNI AU.
"Tanah kami hanya dibayar  Rp5.000 permeter pada tahun 2007 lalu, sedangkan banguan rumah dihargai Rp2.000 permeter. Itupun dengan paksaan," kata Neneng di desa Cibitung, Minggu, 23/06/2019.
Dia menjelaskan, Konflik sengketa tanah yang sudah berumur hampir 13 tahun ini sangat menimbulkan traumatik terhadap warga. Klaim dengan tindak kekerasan dilakukan begitu saja oleh aparat.
Tanah seluas 1.070 hektar  di Desa Sukamluya kini sudah  diklaim oleh AURI seluas 1.000 hektar. "Jika tidak ada tindakan dari pemerintah,  bisa dipastikan Desa Sukamulya akan lenyap," ujar Neneng.
Hal lain, kata Neneng, kita punya Sekolah Kita Rumpin (SKR) yang hanya untuk mendidik anak-anak terlepas dari dunia pendidikan formal. Mereka banyak sekali dan sangat aktif.
"Sudah hampir ratusan anak-anak yang ikut SKR, kita belajar Agama, Bahasa Inggris, kadang juga ilmu-ilmu sosial dan matematika," tutur Neneng.
SKR sebelumnya dibentuk pada 2010 dengan swadaya masyarakat dan dibantu juga sama LSM dan teman-teman mahasiswa Universitas Indonesia.
Sampai sekarang mahasiswa UI, sering mengajar. Tiap minggu mereka kesini ajarin anak-anak membaca, menulis, dan mengambar. Kadang juga dibantu oleh teman-teman Kompak dari Ciputat," ujar Neneng.
Harapanya, semoga acara ini bisa membawa berkah bagi kita semua yang hadir dan tetap menjaga ukhuwa islamiyah antar warga dan sesama manusia.