Saat pemerintah masih berencana melakukan sidang Isbat Senin sore hari guna memutuskan pelaksanaan Sholat Idul Fitri. Di Desa Tengah-Tengah, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, sudah melaksankan sholat Idul Fitri 1 Syawal 1440 H atau, Senin, 03/06/2019.
Idul Fitri merupakan hari kemenangan umat muslim di seluruh dunia setelah sebulan lamanya menjalankan ibadah puasa. Menahan dahaga, lapar, dan hawa nafsu adalah bentuk kebesaran jiwa yang diajarkan Nabi Muhamad SAW.
Sholat Id dimulai pada pukul 07.00- dan berkahir pukul 09.00 Wit. Tak hanya itu, pemberian uang shalawat turut mewarnai pelaksanaan sholat Idul fitri tersebut.
Saat ditanya kenapa lebih awal lebaranya? Jawabannya: "Tradisi ijtihad kita dalam menentukan kapan puasa dan kapan lebaran itu sudah dari zaman leluhur," Ucap Alimin Maruapey.
Alimin menjelaskan, Desa Tengah-Tengah tidak butuh putusan negara atau Kementrian Agama dalam hal lebaran atau puasa.
"Orang tua, pemuka agama, dan iman masjid disini sudah bisa memprediksi kapan kita lebaran lewat tanda-tanda alam, kita punya ahli hisab dan rukiyah banyak", tegas Alimin.
Alimin yang juga berprofesi sebagai Pengacara ini menerangkan, tradisi lebaran terus dipertahankan sampai anak cucu kelak nanti. Di Maluku mungkin tinggal kami dan beberapa desa saja yang masih merawat tradisi lebarannya.
Kembali lagi, Uang shalawat adalah bentuk sumbangan yang wajib diberikan masyarakat yang menunaikan sholat Id kepada masjid sebagai rumah ibadah masyarakat Desa Tengah-Tengah.
Dalam pelaksanaan pemberian pun tak memandang usia. Proses take and give benar terlihat antar Habluminallah dan habluminanas. Saling memaafkan antar sesama adalah bagian integral dari lebaran idulfitri.
Desa yang masih berpegan teguh pada tradisi leluhur ini kemudian merayakan lebaran Idul Fitri dengan Tradisi Tapur, dilakukan sebagai bentuk rasa sukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT.
Tapur adalah sekumpulan makanan ringan berupa hindangan kue dan aneka buah-buahan, yang ditaro di atas rakitan bambu berkuruan 4-5 meter. Tapur biasanya diwajibkan bagi mereka orang-orang bercukupan di Desa itu.
Tapur kemudian dipikul oleh masyarakat ke masjid, 10-15 orang biasa yang memikulnya. Kemudian pada malamnya dibacakan doa bersama, selepas itu dibagikan ke masyarakat dengan cara rebutan.
Bukan saja masyarakat Tengah-Tengah, saudara non-muslim dari Desa Abubu di Nusa Laut dan Desa Hatusua di Seram Bagian Barat, kian turut meramaikan tradisi Tapur.
Ini membuktikan persaudaraan antar muslim dan non-muslim di Maluku (Pela-Gandong) semakin berdampingan tanpa kebencian dan kekerasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H