Mohon tunggu...
Asgar Nawawi
Asgar Nawawi Mohon Tunggu... lainnya -

hidup itu mesti ada ujiannya,kalo gak ada gak seru.....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

20 tahun tanpa murid

4 Agustus 2012   05:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:15 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PONDOK LAUT

Dari jauh Pondok ustadz Bukhori sudah terlihat,berada di tengah sawah tepatnya di bagian paling belakang rumah penduduk,pondok yang hanya dipagari tembok setinggi satu meter mengelilingi kawasan bangunan dan penuh dengan pepohonan rimbun yang menambah kesan asri suasana pondok.

Siang itu begitu panas,seolah aspal bagai tumpukan batu bara yang siap membakar setiap yang melintasi jalan menuju pondok,jalan yang berlubang dan penuh gundukan galian menambah amarah para pengguna jalan,karena seringkali motor harus oleng kala menambah kecepatan.memang begitulah kebiasaan para pemborong,setelah selesai instalasi apa saja,jalan raya ditinggal begitu saja,gak pernah memikirkan yang lain apalagi keselamatan para pengguna jalan.

Ustadz Bukhori benar2 khusyu’ dengan kitab di tangannya sampai-sampai beliau tidak menyadari kedatangan saya siang itu.

“Assalamu’alaikum ya syaikh”.saya mencoba memecah konsenterasi beliau yang sedari tadi begitu hanyut dalam bacaan beliau.

Sambil membuka kacamatanya,beliau menjawab salam saya.

“waalaikum salam ya ustadz thoriq,kaif halak?”

“Inni khoiron ya syaikh,wa antum?”

“alhamdulillah ,darimana ini akhi thoriq?”

“saya memang sengaja kemari ustadz,sudah lama saya tidak silaturrahmi ke antum,salah seorang ulama kita yang jauh dari kesan duniawi”.

Saya sungguh kagum dengan sosok ustadz Bukhori ini,sudah hampir 20 tahun beliau mengasingkan diri ditempat terpencil seperti elparay ini,penduduk sekitar sini tidak ada yang sekolah,paling tinggi juga SMP atau Tsanawiyah,itupun tsanawiyah kampung sebelah.

20 tahun beliau disini,mendirikan pondok tapi belum ada satupun yang menetap jadi santri beliau,kalaupun ada hanya bertahan setengah tahun atau beberapa bulan saja.

Justru yang banyak adalah orang-orang kota yang datang ke beliau mengaji sekali seminggu ataupun para dosen dan ustadz-ustadz datang berdiskusi dengan beliau.

Pondok beliau ini memang terlihat kusam,disamping cat yang sudah mulai luntur ,tertutup ranting pohon yang semakin tampak tak terawat,pernah ada suatu hari disaat beliau lagi asyik membaca kitab duduk sendirian didepan pondok,beliau mendengar suara ibu-ibu menawarkan dagangannya,begitu mendekati pondok ibu tadi langsung pergi,beliau heran dan langsung saja mengejar ibu tadi.

‘bu,jualan apa?”kata sang ustadz

“tempe pak haji”.jawab si ibu ringan

Lalu si ustadz bertanya lagi “kenapa ibu gak masuk ke rumah saya?”sambil menunjuk ke arah pondok.

“maaf pak haji,tadi saya kira itu kandang ayam”jawab si ibu polos.

Astagfirullah,si ustadz terkaget,bangunan yang susah payah dia rintis dari awal,berisikan kitab-kitab klasik karangan ulama-ulama besar seperti Imam Syafi’i dengan al-risalah dan al-umm,Imam Malik dengan Muwattho’nya dan banyak lagi kitab hadits,fiqh dan yang lain hanya dikira kandang ayam?akhirnya dengan wajah kecewa sang ustadz mempersilahkan si ibu pergi dan ia pun kembali dengan gontai kembali ke pondok.

Tapi itu tak menyurutkan semangat beliau,malah beliau semakin semangat sama seperti hari ini.beliau dengan berapi-api mengajak saya ke sebuah tempat tidak jauh dari pondok.

“Ustadz Thoriq,sudah lihat belum bangunan 4 lokal tadi di depan jalan?”

“Belum ustadz,emang kenapa?”

“ayo,kita kesana sekarang.”

Sang kyai ,mungkin panggilan itu lebih cocok disematkan ke beliau,karena dia adalah pimpinan pondok pesantren walaupun belum ada santri yang tinggal menetap di pondoknya.

Bangunan yang lumayan bagus menurut saya,berukuran 10 kali 5 meter,memiliki 4 ruangan kelas dan 1 kantor disampingnya.

“Ustadz thoriq,sudah lama saya menunggu kedatangan anda,karena menurut saya insya Allah,anda lah yang paling cocok menangani ini”.

Memang kadang Kyai Bukhori ini sering berlebihan kalau lagi berbicara tentang saya,beliau bilang saya ustadz nasional yang gak cocok tinggal di kampung karena saya punya visi yang sangat cemerlang dan memiliki ide yang briliant.

“Syaikh,antum terlalu berlebihan,saya hanya seorang murid antum yang tidak memiliki ilmu kecuali sangat sedikit.”

“Ustadz thoriq,bangunan kecil ini menghabiskan 70 juta,antum tahu darimana ini semua?”

Saya juga sebenarnya heran sama kyai ini,saya sangat tahu persis bahwa beliau ini tidak memiliki pekerjaan yang hebat yang bisa mendatangkan uang sebesar itu,beliau hanya punya beberapa petak sawah,dan itupun hanya ditanami jagung yang tidak seberapa hasilnya.

Beliau punya 2 anak yang bersekolah di kota dengan biaya yang cukup besar.

Ingatan saya melayang ke seorang teman saya yang tinggal di ibukota,dia mendirikan sebuah yayasan dhuafa,khusus untuk anak-anak terlantar,yatim piatu dan anak miskin lainnya.

Dia bercerita bahwa dananya datang dari Allah,kalo kita mau membantu agama Allah maka Allah akan membantu kita tanpa harus pusing memikirkan dana.

Subhanallah,orang-orang seperti ini mungkin masih banyak di negeri ini,tetapi yang bertitel kyai proposal justru jauh lebih banyak,menyodorkan proposal ke setiap instansi dengan dalih pembangunan pondok tetapi justru lebih banyak dana yang lari ke kas pribadi.astagfirulloh.

Kyai Bukhori ingin pondoknya menjadi pusat belajar plus kajian alquran dan bahasa arab,terserah siapapun yang akan belajar disini tak ada masalah bagi beliau.

Pernah ada seorang mantan pengusaha dengan omzet milyaran rupiah belajar di pondok beliau,belajar baca al-quran,sholat dan lainnya,beliau layani dia dengan semangat meski tak ada biaya satu peserpun,malah kyai sendiri yang menanggung makan mantan pengusaha tersebut.

Mantan preman juga banyak yang bertaubat berkat tangan dingin dan sikap sabar beliau yang mendidik mereka tanpa minta imbalan apapun.

Justru itulah mungkin yang mendatangkan pertolongan Allah pada beliau.

Saya ingin tahu apa jawaban beliau kalo saya menawarkan pembuatan proposal.

“syaikh,nanti saya buatkan proposal dan kita kirim ke instansi pemerintah,saya punya teman yang bisa membantu.”

Lama saya menunggu jawaban beliau,tak ada satu katapun yang keluar dari mulut beliau sampai sore saya ijin balik pulang.

Sebelum saya beranjak pulang,sang kyai menawarkan sesuatu kepada saya.

“ustadz,saya serahkan bangunan bangunan baru ini ke antum.”dengan mantapnya Kyai Bukhori mengatakan itu kepada saya.

Diatas motor pikiran saya berkecamuk,saya mau buat apa dengan bangunan Kyai Bukhori itu,siapa yang akan saya ajak belajar disana,sementara anak-anak disekitar sana lebih tertarik ikut orang tua mereka bekerja di sawah atau ikut melaut mencari ikan,apa mereka mau belajar bahasa arab atau inggris,jangan-jangan uang 70 juta akan sia-sia saja.

Terasa begitu berat bagi saya untuk amanah sebesar itu.

Tetapi begitu teringat kata-kata teman saya ,kalo kita mau membantu agama Allah,pasti akan ada bantuan dari Allah.itu pasti.

Sepanjang perjalanan saya terus mengamati anak2 yang asyik bermain sepak bola di petak-petak sawah yang terlihat kosong karena selesai panen.

Hmm,pasti anak-anak itu lebih bermimpi menjadi pemain sepak bola seperti Leonel messi ataupun Christiano Ronaldo yang bergaji milyaran dalam satu minggu saja ketimbang menjadi seorang ustadz yang selesai mengajar harus pontang panting mencari uang untuk menghidupi keluarga mereka.

Tapi,ustadz juga banyak yang kaya,bayarannya mahal kalo tampil di Televisi sebut saja ustadz Yusuf,abdullah dan masih banyak yang lain,sampai ada juga yang main sinetron,main film,bintang iklan,tim sukses presiden...

Rizki itu urusan Allah,hanya itu kesimpulan saya sore itu,dan saya belum menemukan apapun untuk Kyai Bukhori sampai malam telah mulai semakin dingin.

......

Pagi itu saya bergegas mandi karena jam 9 saya harus mengajar kursus bahasa inggris disebuah lembaga kursus yang jauh dari tempat tinggal.

Jam 08.30,saya masih punya waktu setengah jam,dengan cukup laju saya mengendarai sepeda motor berharap saya tidak terlambat,dan alhamdulillah saya datang tepat waktu.

Materi saya hari ini passive voice,dimana obyek kalimat yang biasanya ditempatkan dibelakang harus bisa ditempatkan di depan sebagai awal kalimat.

Sebagai contoh,I write an article menjadi an article is written by me.

Saya menulis artikel menjadi artikel ditulis oleh saya.

Adik2 peserta kursus pagi ini begitu bersemangat mendengar penjelasan saya yang diselingi beberapa joke (guyonan) membuat mereka tertawa.

Do you understand?”tanya saya.

Mereka serentak menjawab ,”insya Allah sir,we understand.”

Dan seperti biasa di akhir pelajaran saya mencoba mereka membuat kalimat satu persatu.

Dan alhamdulillah ternyata mereka bisa hanya beberapa saja yang kalimatnya menggelikan,contohnya he was made by noodle (dia terbuat dari mie instant)yang seharusnya noodle is made by him.spontan mereka tertawa semua.

Jangan mentang2 karena rumusnya to be + kata kerja bentuk ketiga ,semuanya bisa dibuat seperti itu,kita harus lihat artinya juga dong...hmm adik2 ini ada2 saja..

Kelas berakhir jam 12 siang,saya langsung masuk kantor kursus berbincang2 dengan teman2 tutor lainnya.

Dan pandangan saya tertuju ke sebuah artikel berjudul,INDONESIA negeri LAUTAN,artikel yang berisi tentang negeri ini sejak dulu kala dikenal dengan pelautnya yang ulung,kan sampai ada lagunya ,”nenek moyangku seorang pelaut”..

Yes yes yes,saya menemukan ide,saya akan sulap bangunan itu menjadi pondok laut,tempat belajar anak-anak kampung elparay,belajar segalanya,belajar bahasa arab,inggris dan tentunya Al-quran.

Pondok Laut,Ma’hadul Bahri,walaupun melaut mereka bisa belajar selepas itu,akan selalu ada waktu belajar untuk setiap warga negara ini,karena mereka mendapatkan hak untuk itu tidak masalah siapapunyang mengajar,tanpa seragam juga gak masalah,bukankah prestasi tidak disebabkan seragam,justru banyak yang berseragam tapi gak ada prestasi yang dibuat malah mencorengkan wajah hitam negeri ini.

Sejuta ide tiba2 menyeruak di benakku,aku harus memutarkan film “LASKAR PELANGI” buat mereka ,biar mereka tahu bahwa ada seorang anak nelayan yang bernama lintang yang rela menggayuh sepeda 40 km setiap pagi hanya untuk ikut belajar di sekolah bersama teman2nya yang lain.

Aku akan bagikan ke orang tua mereka artikel2 motivasi biar mereka termotivasi untuk menyekolahkan anak mereka.

Mudah-mudahan ini akan menjadi awal yang baik untuk MB (ma’hadul bahri).

Saya harus cepat-cepat datang ke pondok kyai Bukhori mendiskusikan hal ini,saya harap beliau setuju dan mau mendukung ini semua.

Saya benar tidak sabar mau cepat-cepat sampai pondok beliau,sebenarnya bisa saja saya menelpon beliau,tapi tidak untuk yang satu ini.

Saya harus bertemu langsung dan menceritakan hal ini kepada beliau.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun