Mohon tunggu...
Abi Hasantoso
Abi Hasantoso Mohon Tunggu... Akuntan - Jurnalis

Lahir di Jakarta pada 26 Februari 1967. Berkecimpung di dunia jurnalistik sebagai wartawan Majalah HAI pada 1988 - 1994. Selama bekerja di majalah remaja itu ia sempat meliput konser musik New Kids On The Block di Selandia Baru dan Australia serta Toto dan Kriss Kross di Jepang. Juga menjadi wartawan Indonesia pertama yang meliput NBA All Star Game di Minnesota, AS. Menjadi copywriter di tiga perusahaan periklanan dan menerbitkan buku Namaku Joshua, biografi penyanyi cilik Joshua Suherman, pada 1999. Kini, sembari tetap menulis lepas dan coba jadi blogger juga, Abi bekerja di sebuah perusahaan komunikasi pemasaran.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perubahan di Masyarakat Tobelo Dalam: Dari Datangnya Kristenisasi Hingga Industrialisasi Nikel

19 November 2024   05:35 Diperbarui: 19 November 2024   05:35 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adagium "Panta rhei" yang digaungkan Heraclitos ribuan tahun lalu untuk menegaskan bahwa perubahan itu hukum besi dalam kehidupan, terbukti tak terhalang lebatnya kanopi belantara hutan hujan tropis Halmahera. Seberapapun kuatnya adat, suku Tobelo Dalam atau O Hongana Manyawa bukanlah labu Erlenmeyer yang tertutup dan bisa disucihamakan. Mereka juga berubah, seiring waktu dan tumbuh kembang generasi.  
Berabad-abad menggantungkan keberlangsungan hidup pada apa yang diberikan hutan, ---berburu, meramu, dan menjaga tradisi leluhur--- tak lagi menjadi alasan kuat untuk tetap berpijak di tempat. Waktu membawa perubahan. Apa yang kita lihat sekarang adalah bagaimana dunia luar mulai masuk dan mengubah wajah masyarakat Tobelo Dalam. Sejak masuknya agama Kristen hingga era industrialisasi nikel saat ini, kisah Tobelo Dalam adalah cerita perjalanan panjang tentang perubahan, tantangan, dan bagaimana manusia merespons tantangan tersebut.
Perubahan yang dialami masyarakat Tobelo Dalam ini sebenarnya hal yang wajar. Kalau kita belajar dari sejarah, semua komunitas di bumi ini, baik yang paling modern hingga yang paling tradisional, pasti akan menghadapi perubahan. Yang menjadi penentu adalah bagaimana komunitas tersebut meresponsnya. Seperti yang dikatakan sejarawan Inggris, Arnold J. Toynbee, dalam teori "challenge and response"---ketika sebuah masyarakat dihadapkan pada tantangan, bagaimana mereka merespons itulah yang membentuk masa depan mereka.
Awal perubahan: masuknya agama Kristen
Perubahan besar pertama yang mengguncang masyarakat Tobelo Dalam datang melalui agama Kristen. Christopher R. Duncan, seorang peneliti yang telah lama mempelajari suku itu, mencatat bahwa masuknya agama Kristen tidak sepenuhnya mengubah identitas tradisional mereka, tetapi menambah lapisan baru pada cara mereka memandang dunia. Agama Kristen masuk dengan membawa janji-janji akan dunia yang lebih baik: pendidikan, layanan kesehatan, dan bantuan ekonomi yang sangat menarik bagi masyarakat yang sebelumnya terisolasi.
Banyak anggota komunitas, terutama generasi muda, melihat agama Kristen sebagai cara untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Mereka mendapatkan akses ke hal-hal yang sebelumnya tidak ada---misalnya sekolah dan layanan kesehatan. Hal itu tentu memberikan dampak besar pada pola hidup mereka. Dahulu, suku Tobelo Dalam mungkin hanya mengenal hutan dan tradisi leluhur mereka. Tapi kini, mereka mengenal Tuhan dalam bentuk baru, serta peluang untuk memperbaiki kehidupan mereka.
Namun, di sisi lain, tidak semua orang merasa nyaman dengan perubahan tersebut. Generasi yang lebih tua, yang telah hidup dengan kepercayaan animisme dan sangat bergantung pada kearifan lokal, merasa bahwa agama baru itu membawa perubahan yang terlalu cepat. Konflik antargenerasi pun tidak terhindarkan. Yang muda melihat peluang untuk berkembang, sementara yang tua merasa bahwa cara hidup mereka sedang terancam. Ini adalah contoh yang sangat manusiawi tentang bagaimana setiap komunitas harus beradaptasi saat menghadapi tantangan dari luar.
 
Industrialisasi dan potensi konflik antargenerasi
Perubahan besar berikutnya adalah datangnya industrialisasi, khususnya melalui industri nikel yang berkembang di Halmahera. Jika agama Kristen mengubah cara pandang masyarakat Tobelo Dalam tentang dunia spiritual, industrialisasi nikel membawa perubahan nyata dalam kehidupan sehari-hari mereka. Industri ini berkembang pesat di Halmahera karena kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Sejak tahun 1980-an, berbagai perusahaan mulai masuk untuk mengeksploitasi sumber daya tersebut.
Industrialisasi membawa dua wajah bagi masyarakat Tobelo Dalam. Di satu sisi, banyak lahan yang dulu menjadi tempat mereka berburu dan meramu mulai berubah fungsi. Hutan yang sebelumnya menjadi tempat tinggal mereka kini terancam oleh eksploitasi tambang dan pembangunan infrastruktur. Tentu saja ini membawa dampak langsung pada cara hidup mereka. Banyak yang menyebut hal itu sebagai perampasan ruang hidup, dan memang benar bahwa beberapa anggota komunitas merasa terusir dari tanah leluhur mereka.
Namun, di sisi lain, industrialisasi juga membuka pintu bagi generasi muda untuk memasuki dunia yang berbeda. Bekerja di industri nikel memberi mereka penghasilan tetap---sesuatu yang sebelumnya mungkin tak pernah mereka bayangkan. Dengan uang yang mereka dapatkan, generasi muda mulai bisa membeli barang-barang modern, mengakses pendidikan yang lebih baik, bahkan mengirim anak-anak mereka ke sekolah yang lebih tinggi. Mereka kian melihat bahwa dunia di luar hutan bukanlah ancaman, melainkan peluang.
Di sinilah terjadi perbedaan pandangan yang tajam antara generasi tua dan generasi muda. Generasi tua merasa kehilangan, karena cara hidup mereka yang sepenuhnya bergantung pada hutan kini terancam. Mereka telah lama hidup berdampingan dengan alam, memanfaatkan hutan dengan bijak, dan merasa bahwa segala sesuatu yang datang dari luar hanya akan membawa kerusakan. Namun, generasi muda melihatnya berbeda. Mereka melihat peluang untuk maju, mendapatkan kehidupan yang lebih baik, dan tak lagi sepenuhnya tergantung pada hutan yang semakin berkurang luasnya.
Konflik seperti itu tidak hanya terjadi di Tobelo Dalam. Di banyak tempat di dunia, komunitas adat yang bersentuhan dengan modernisasi akan mengalami dinamika serupa. Ketika suatu komunitas adat dihadapkan pada hal-hal baru yang berbeda dari apa yang selama ini mereka yakini, pasti akan ada tarik ulur antara keinginan mempertahankan tradisi dan keinginan untuk berkembang.
Respons alamiah terhadap tantangan: sebuah zeitgeist
Apa yang dialami suku Tobelo Dalam sebenarnya mencerminkan satu hal mendasar: perubahan adalah hal yang tidak terelakkan. Kita mungkin merasa sedih melihat cara hidup yang hilang, tetapi sejarah menunjukkan bahwa semua yang ada di dunia ini, pada akhirnya, akan berubah. Konsep "Panta rhei"---semua mengalir---sangat cocok untuk menggambarkan apa yang terjadi di sini. Perubahan sosial yang terjadi bukan karena satu pihak sepenuhnya benar atau salah, tetapi karena ada dorongan sejarah, "zeitgeist," yang membawa kita menuju perubahan.
Teori "challenge and response" menjelaskan bahwa setiap komunitas akan menghadapi tantangan, dan cara mereka merespons tantangan inilah yang menentukan masa depan mereka. Bagi suku Tobelo Dalam, tantangan datang dari luar, dalam bentuk agama baru, pembangunan infrastruktur, dan industrialisasi. Respons mereka adalah bentuk adaptasi. Beberapa menerima perubahan dan mencoba mencari jalan tengah, sementara yang lain berusaha mempertahankan tradisi lama. Namun, pada akhirnya, mereka semua harus hidup dengan realitas bahwa dunia berubah, dan mereka pun harus beradaptasi.
Perjalanan yang dialami oleh masyarakat Tobelo Dalam adalah perjalanan yang wajar dan bisa dipahami. Apa yang terjadi pada mereka bukanlah sekadar persoalan perampasan ruang hidup atau keterusiran dari hutan, tetapi lebih kepada proses alami adaptasi manusia terhadap dunia yang terus berubah. Dari masuknya agama Kristen yang membawa perubahan dalam cara mereka memandang spiritualitas, hingga industrialisasi nikel yang membuka peluang ekonomi baru, semua ini adalah bagian dari perjalanan panjang manusia dalam merespons tantangan zaman.
Seperti yang terjadi di seluruh dunia, baik komunitas modern maupun tradisional, perubahan akan selalu datang, dan tantangan akan selalu muncul. Bukan perubahan itu sendiri yang harus dipertanyakan, melainkan bagaimana kita meresponsnya. Generasi muda Tobelo Dalam telah memilih untuk merespons dengan beradaptasi, mencari peluang baru, dan mencoba mengintegrasikan hal-hal baru dalam kehidupan mereka. Generasi tua mungkin merasa kehilangan, tetapi mereka juga adalah saksi dari perjalanan panjang yang telah membawa mereka hingga saat ini.
Pada akhirnya, yang perlu dipahami adalah bahwa perubahan sosial bukanlah sesuatu yang bisa dihindari atau dihentikan. Ini adalah bagian dari perjalanan alamiah manusia. Apakah kita memilih untuk menolak atau menerima perubahan, yang pasti adalah bahwa waktu akan terus berjalan, dan semua akan berubah sesuai dengan tuntutan zaman. Suku Tobelo Dalam, dengan segala tantangan yang mereka hadapi, adalah contoh dari bagaimana manusia selalu mencari cara untuk bertahan dan berkembang, meskipun dunia di sekitar mereka terus berubah. (*) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun