Ahok - yang dituduh sebagai "majority enemy" (musuh mayoritas) dalam pilkada kali ini - menjadi alarm bagi kita semua bahwa ternyata masalah kebangsaan kita belumlah selesai. Sebagian dari kita yang merasa mayoritas - beragama Islam dan mengaku pribumi - belum dapat menerima Ahok sebagai calon gubernur karena dia non-muslim dan non-pribumi. Meskipun Ahok (sebagai minoritas ganda) memiliki hak dipilih (dan memilih) yang dijamin undang-undang.Â
Melihat akrobat politik segala cara itu, saya sebagai bagian warga mayoritas (muslim dan pribumi) lebih memilih apa yang sudah diwariskan para pendiri republik ini untuk menjaga kebangsaan kita. Saya tidak pernah tertarik dagangan para politisi busuk dan kelompok-kelompok intoleran yang mengemas isu SARA dalam pilkada ataupun pilpres.Â
Saya yakin Ahok hanya menjalani takdir. Saat lahir Ahok tak pernah bisa memilih lahir sebagai warga mayoritas.Â
Seandainya kita yang menjadi Ahok, kita pasti akan berteriak, "Apa yang kalian lakukan itu jahaaaaat...!" (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI