Suka atau tidak suka wabah pandemi Covid-19 telah mengubah semua aspek kehidupan manusia di bumi ini. Termasuk kondisi umat Islam ketika ingin menjalankan ibadah terutama ibadah umrah dan haji ke tanah suci. Penutupan gelombang jamaah umrah (termasuk jamaah haji) dari berbagai negara saat ini telah membuat banyak pihak harus bersabar meski merasa kecewa dan dirugikan.
Di zaman Nabi, ternyata beliau juga pernah mengalami yang namanya gagal umrah ke Baitullah. Seperti yang banyak diriwayatkan, gagalnya Nabi beserta para sahabat dari Madinah untuk beribadah umrah karena memang Mekkah saat itu masih dikuasai oleh orang-orang kafir Quraisy.Â
Kemudian dari situ lahirlah perjanjian Hudaibiyah antara umat Islam dan kafir. Walaupun isi perjanjian dirasa sangat merugiksn umat Islam, namun Rasulullah SAW memilih menyetujui dan kembali ke Madinah agar dapat beribadah haji dan umrah di tahun-tahun berikutnya. Sikap yang diambil Nabi ternyata belum memuaskan umat Islam sepenuhnya, termasuk sahabat Umar bin Khattab yang dalam riwayat mempertanyakan keputusan Nabi SAW yang menurutnya susah dicerna akal. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 6 hijriyah.
Jika diamati secara seksama, kabar tertunda atau gagal berangkat ke tanah suci juga sering kita dengar datang dari kerabat, tetangga bahkan kadang keluarga kita sendiri. Termasuk calon jamaah haji Indonesia tahun ini (2020) yang sudah dipastikan gagal berangkat dan mesti tertunda setidaknya menahan sabar hingga tahun depan.
Seperti halnya baginda Nabi yang juga pernah tertunda saat ingin pergi ke tanah suci Mekkah, akan lebih baik jika tetap tenang walau ibadah ini telah diidam-idamkan selama bertahun-tahun dalam antrian. Tetap yakin, berdoa dan berusaha mantesno awak (memantaskan diri) untuk bisa sowan ke Baitullah. Kalau toh waktunya sudah tiba, pasti nanti ada saja jalan dan banyak kemudahan yang diberikan oleh Allah jika waktunya sudah tiba.
Seperti cerita kerabat kami beberapa tahun silam yang (awalnya tak ada yang menyangka) ia bisa berangkat umrah ke tanah suci. Dengan persiapan yang amat matang dan upacara keberangkatan pun telah diadakan. Bahkan tradisi membasuh kaki ibunda juga sudah dilakukan, begitupun ribuan doa dipanjatkan oleh sanak-saudara yang turut hadir melepas kepergian. Sayangnya, harapan terkadang tak sebanding dengan kenyataan. Ia akhirnya gagal berangkat meski sudah sampai Jakarta dan tinggal beberapa hari di sana.
Nasib....
Dalam candaan, setiap kali ditanya dan diingatkan tentang kegagalannya berangkat ke tanah suci ia selalu saja menuding sang pemimpin doa saat pelepasan kala itu yang doanya dianggap tak mustajab alias tidak manjur.
Sambil berkelakar ia berkomentar: "Dungone ngoboss..".
Tak mau kalah mbah kyai sang pemimpin doa menimpali dengan jurus guyon tingkat kecamatan: "Ora ngobos piye? Lha wong ora ono amplope...". Serempak semua yang mendengar turut tertawa terbahak-bahak.
Dan meski menunggu beberapa tahun, setelah itu ending-nya ia bisa berangkat umrah dengan seizin Allah tanpa biaya sepeserpun. Alhamdulillah...