Mohon tunggu...
Humaniora

Unsur Intrinsik Cerpen

26 Februari 2017   13:50 Diperbarui: 26 Februari 2017   14:11 1729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bukti: “Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap.”

  • Alur :  Maju

Alur dalam cerita ini merupakan alur maju karena penulis menjelaskan jalan cerita secara runtut mulai penjelasan latar serta masalah sampai menuju ke konflik masalah menuju klimaks dan pada akhir cerita terdapat resolusi (penyelesaian konflik).

  • Penokohan

Tokoh Aku: orang yang mudah putus asa, tidak pernah bersyukur, dan selalu mengeluh.

Bukti: “ini ambil semua. Aku tak butuh semua ini. Aku hanya ingin mati....!”

           “Aku hanya meminta tanpa pernah tahu bagaimana orang tuaku mendapatkannya.”

Tokoh Pria Pemabuk: Seorang pecandu minum-minuman keras yang kuat menghadapi kerasnya hidup.

Bukti: “Seorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri.”

           “Hidup di jalanan seperti ku ini, harus penuh nyali yang besar menghadapi dinginnya angin malam, bahkan untuk tidur saja itu sulit.”

  • Sudut pandang: orang pertama pelaku utama

Bukti: Cerpen berjudul bangkit ini menggunakan kata ganti “aku” sebagai tokoh utama dan pelaku utama yang mengisahkan tentang dirinya sendiri.

  • Nilai:

Nilai Kepedulian: ketika pria pemabuk yang hendak menyelamatkan tokoh “aku” ketika ingin bunuh diri dengan cara terjun dari jembatan. Banyak orang yang membutuhkan bantuan dan perhatian kita saat orang tersebut mengalami masalah yang tidak bisa mereka atasi, seharusnya kita membantu mereka bukan malah membiarkan mereka mengatasi masalahnya  sendirian.

Nilai Moral: Ketika tokoh “aku” mulai menyadari bahwa selama ini ia hanya  meminta apa yang ia mau tanpa pernah tahu bagaimana perjuangan orang  tuanya mendapatkannya. Kita sebagai seorang anak seharusnya besyukur dengan apa yang telah diberikan orang tua kita agar ia bisa melihat kita senang, tapi kita sebagai anak tidak pernah menghargai pengorbanannya hanya untuk melihat kita bahagia. Dan juga kita harus sadar bahwa diluar sana masih banyak orang kurang beruntung seperti kita yang hidup dalam keterbatasan dan kekurangan.

  • Amanat:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun