"Karina..., bangun sayang, nanti terlambat kesekolahnya", suara istriku yang sudah rapi dengan baju kerjanya nyaring terdengar sambil sesekali jari tangan kanan nya menggedor pintu kamar membangunkan Karina, putri semata wayang kami yang berusia lima tahun, tidak berapa lama, dari dalam kamar berjalan dengan lesu, dengan mata masih mengantuk, mulut menguap ditutup tangan, anak perempuan cantik menggunakan baju tidur biru motif doraemon. "kenapa pagi sekali Ummi?" tanya Karina polos kepada istriku, sambil aku tersenyum memperhatikan dua perempuan penyemangat hidup. "Ummi hari ini harus berangkat keluar kota sayang, ada pekerjaan selama dua hari" jawab istriku kepada Karina sambil tangan kanannya membelai rambut lurus sebahu Karina. "Abi?" sahutnya lagi sambil memandangku yang dari tadi bersiap memasukan berkas kedalam tas kerja untuk dibawa hari ini. "Abi juga kerja sayang, cari uang, supaya akhir tahun kita bisa liburan" jawabku singkat sambil tersenyum.
Hampir setiap hari kejadian ini selalu berulang,kejadian sibuk dipagi hari, kejadian berulangyang menyita energi, Profesi istriku sebagai kepala sekolah disebuah SMA Favorit dikotakami, kerap kali membuatnyapergi keluar kota hingga beberapa hari kedepan. Sementara aku adalah karyawan disebuah perusahaan batu bara didaerah dengan jabatan lumayan, sering meninggalkan rumah, pun sering kulakukan, sehingga Karina kadang hanya tinggal dengan Bu Atun, perempuan setengah baya sebatang kara, pembantu kami, yang sudah kami anggap seperti keluarga sendiri.
"Abi, besok lomba menggambar disekolah, kata ibu guru, supaya lebih semangat boleh ditemani Ummi atau Abi" ucapan Karina membuat ku membisu sejenak, memang selama ini aku hampir tidak pernah menghadiri segala macam kegiatan anakku disekolahnya, Bu Atun atau Adik ku Rizal yang sering menemaninya "Iya sayang, besok pagi Abi akan menemani Karina lomba menggambar biar Karina menang".
07.30 tepat jam di dinding rumah, Istriku sudah berangkat beberapa waktu lalu setelah berpamitan dengaku dan Karina, tinggal aku yang masih menunggu jemputan sopir perusahaan untuk berangkat ketempat kerja "Abi, besok Karin bagusnya menggambar apa ya, supaya bisa menang?" tiba-tiba suara Karina terdengar, kembali membahas lomba menggambar besok di sekolahnya, rapi dengan pakain TK mengagetkan ku. "Tema lomba nya, menggambar hewan bertelur" tambahnya lagi. Belum sempat aku menjawab pertanyaan Karina, klakson mobil jemputan terdengar nyaring mengaung diluar rumah, itu tandanya aku harus buru-buru berangkat kerja. "nanti kita bahas ya sayang, mobil jemputan Abi sudah datang, Abi berangkat dulu ya". Setelah mencium kening Karina dan pamit berangkat, berpesan kepada Bu Atun agar menjaga Karina baik-baik aku pun berlalu berangkat menuju tempat kerja, diringi Bu Atun dan Karina yang mengantar ku kedepan pagar, sesaat kulihat wajah putriku kecewa ketika menutup pagar rumah.
Beberapa lama kemudian
HP ku terasa keras bergetar, suara ringtone nyaring terdengar, kuraba, kuambil cepat dari dalam saku celana, nomer baru, nomer siapakah gerangan yang menelpon. "Assalamualaikum" ucapku "Walaikum Salam, dengan Pak Bayu" suara perempuan diujung telpon dengan lembut menyahut. "iya, saya" ucapku singkat, "kami mau menginformasikan, bahwa pesawat yang ditumpangi istri bapak beberapa menit yang lalu mengalami kecelakaan, dan seluruh penumpang dikabarkan tewas" belum sempat suara perempuan di ujung telpon menyelesaikan ucapannya, tubuhku terasa bergetar hebat, mulut terkunci tidak sanggup lagi berkata, bagaikan disambar petir seakan seluruh tubuhku.
"Putar balik Mang, saya harus cepat kerumah sakit istri saya kecelakaan" tanpa tahu apa yang harus diperbuat, aku menyuruh Mang Ujang untuk berbelok arah pulang menuju rumah sakit menunggu jenazah istriku yang dikabarkan baru saja mengalami kecelakaan.
"cepat sedikit jalannya Mang, kita harus cepat sampai kerumah sakit" Â sangat pelan mobil ini kurasa, walaupun sekilas speedometer menunjukan angka 80. "ini sudah cepat pa" sahut Mang Ujang sedikit menambah kecepatan.
Dan tiba-tiba, "duarr..." suara benturan keras mobil yang kutumpangi bertabrakan dengan sebuah truk pengangkut besi cor dari arah jalan berlawanan tanpa pembatas jalan, Mang Ujang yang berusaha menyalip mobil angkutan kota didepannya tidak sanggup mengendalikan laju mobil, aku yang duduk dikursi belakang terlempar kedepan, bagaikan boneka kecil dihempaskan, sesaat kulihat kepala Mang Ujang mengeluarkan darah merah segar membentur setir, leher, muka dan dadanya penuh dengan pecahan kaca merobek kulit dan kemeja warna coklatnya, sesaat kulihat Mang Ujang meringis menahan sakit yang luar biasa, suara orang berteriak-teriak dari luar mobil, hingga akhirnya semuanya gelap.
"Abiii...., bangun, jangan tinggalkan Karin sendirian, bangun Abi...." terlihat jelas Karina putriku menangisi sebujur tubuh kaku diatas ranjang rumah sakit tertutup kain putih, kulihat Bu Atun, Rizal adikku, serta beberapa kerabat yang lain dengan mata sembab berusaha mencoba menenangkan Karina yang terus menggoyangkan sebujur jasad kaku tertutup kain putih sambil terus menangis tersedu.
"Abi disini Karina, itu bukan Abi" ucapku kepada Karina, tapi Putri kesayangan ku tidak mendengar, apalagi menghiraukan ku, dan semua orang didalam kamar itu seperti tidak menyadari kehadiran ku, aku mendekat ke Bu Atun dan berbisik diapun tidak menghiraukan ku, Aku sentuh tangan Rizal dia pun diam saja. Aku mendekati sekujur tubuh kaku tidak bergerak yang dipanggil Abi oleh Karina, laki-laki terbaring kaku itu adalah aku, penuh jahitan, dengan luka diwajah tubuh dan kepala, aku hampir tidak percaya, sekarang aku baru sadar aku sudah lain alam dengan Karina, Bu Atun dan Rizal, terlambat sudah segalanya, menemani Karina lomba menggambar, liburan akhir tahun, selamat tinggal Karina sayang, selamat tinggal Bu Atun, selamat tinggal Rizal adikku, titip dan jaga Karina.
Tamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H