Penulis : Muhamad Abid S.E., M.M.
Sebagai : Dosen Universitas Pamulang, Praktisi HR
Malam itu hujan begitu deras dan diiringi dengan suara petir yang menggelegar, hujan turun begitu lama dari malam sampai dengan pagi belum juga reda, sebagian warga desa ada yang tertidur pulas ditemani suara gemercik hujan dan sebagian warga ada yang merasa was was karena bangunan rumahnya yang tak lagi kokoh.
Warga desa yang merasa was was karena bangunan rumahnya tak lagi kokoh adalah saya dan keluarga saya, hingga akhirnya sekitar pukul 4 pagi apa yang di khawatirkan benar-benar terjadi, dinding rumah bagian dapurpun roboh, suara gemuruh dinding yang roboh beserta genteng-gentengnya yang berjatuhan membuat kami sekeluarga bertakbir dan gemetar ketakutan.
Air matapun tak terasa berurai melihat apa yang terjadi, perasaan takut, bingung dan malupun menyelimuti kami sekeluarga, lalu kami dibantu oleh beberapa tetangga merapihkan puing-puing tersebut dan menutup bagian rumah yang roboh dengan terpal sebagai pelindung sementara agar ketika hujan turun lagi air hujan tidak masuk ke dalam rumah.
Diskusi keluargapun dimulai setelah selesai merapihkan puing-puing tersebut, bapak menyampaikan bahwa sebenarnya sudah sejak lama bapak mempunyai mimpi ingin merenovasi rumah namun biayanya belum cukup, dengan kejadian ini bapak mempercayakan saya untuk merawat sapi jantan milik bapak yang saat ini dititipkan pada saudara.
Alasannya sederhana karena nilai jual sapi jantan lebih tinggi dibanding sapi betina dan apabila dirawat sendiri tentunya ketika nanti di jual uangnya bisa digunakan untuk tambahan biaya merenovasi rumah dan bapak tidak perlu memberi komisi pada orang lain.
Mengemban tanggung jawab tersebut adalah keharusan bagi saya saat itu karena saya tidak punya pilihan lain, saya anak laki-laki pertama yang sudah remaja sehingga dipercaya untuk mengemban tanggung jawab tersebut, ketika itu saya masih duduk di bangku SMA kelas 1.
Merubah kebiasaaan menjadi awal bagi saya dalam menjalani hari-hari sebagai anak sekolah dan juga gembala sapi, setiap pulang sekolah saya bergegas pulang untuk menyempatkan makan siang dan berganti pakaian selanjutnya saya pergi mencari rumput untuk sapi jantan saya.
Sabit dan karung adalah peralatan yang saya gunakan ketika akan mencari rumput, sawah, kebun bahkan hutan adalah tempat-tempat yang saya tuju untuk mencari rumput hingga akhirnya saya menemukan dan mengenali daerah-daerah potensial untuk mendapatkan rumput terbaik untuk sapi jantan saya.
Setiap kali mencari rumput saya bisa mendapatkan 2 sampai 3 karung rumput dengan ukuran karung 100 kg dan estimasi berat rumput sekitar 30 - 50 kg, sehingga sayapun terbiasa untuk mengangkat beban yang cukup berat dibandingkan berat badan saya saat itu.
Perubahan fisik saya mulai nampak seiring dengan berjalannya waktu menekuni rutinitas tersebut, diantaranya kulit yang terlihat lebih gelap, telapak tangan yang lebih kasar bahkan terlihat sedikit berwarna kuning karena getah dari rumput-rumput, hal inipun yang terkadang membuat teman-teman di sekolah mengejek saya dengan sebutan gembala sapi.
Ejekan teman di sekolah tidak membuat saya berkecil hati justru membuat saya semakin bangga dan termotivasi karena tidak semua anak mendapatkan kepercayaan seperti saya dari orang tuanya, tidak semua anak sebaya saya mampu melakukan apa yang telah saya lakukan.
Mengatur waktu dengan baik dan disiplin adalah kunci keberhasilan saya menjalankan beberapa peran saat itu diantaranya :
Sebagai anak sekolah yang harus menjalankan aktivitas ke sekolah setiap hari senin sampai dengan hari sabtu mulai pukul 7 pagi sampai 2 siang, kemudian mengerjakan berbagai tugas sekolah dengan baik agar bisa tetap berprestasi.Â
Sebagai gembala sapi mencari rumput setiap hari mulai pukul 3 sore sampai dengan menjelang magrib, memberi makan sapi dan membersihkan kandangnya.
Sebagai anak baik yang mengikuti arahan dan nasihat orang tua untuk tidak meninggalkan ibadah sholat 5 waktu, dan selalu sholat maghrib dan isya di musholah.
Sebagai anak remaja yang butuh bersosialisasi dan bermain dengan sesama teman remaja sebayanya.
Lebih dari satu tahun saya menekuni rutinitas tersebut, waktu yang cukup lama namun terasa sangat singkat jika diingat hari, tiba waktu dimana ada pembeli yang berminat dengan sapi jantan saya, setelah proses negosiasi yang cukup lama akhirnya pembeli menyepakati harga untuk membelinya, sedih memang sedih harus berpisah dengan sapi jantan saya namun saya ingat tujuan utama bapak saya yaitu mendapatkan tambahan uang untuk biaya renovasi rumah.
Saya berbisik pada sapi itu,Â
"terima kasih yah sapi.. Walaupun kamu tidak bisa menjawab perkataan saya, saya harap kamu ridho yaah, semoga segera saya dan bapak bisa merenovasi rumah dan menjadi rumah yang berkah untuk keluarga saya"Â
Air mata pun berlinang dan saya tidak kuasa untuk melihat sapi jantan itu dibawa pergi oleh pembelinya.
Alhamdulillah beribu syukur pada Allah SWT, akhirnya Bapak mampu merenovasi rumah kami sehingga kami sekeluarga mempunyai tempat tinggal yang lebih layak, aman dan nyaman.
Banyak pelajaran dan ilmu yang saya dapatkan dari pengalaman tersebut yang sangat mempengaruhi perkembangan hidup saya sampai dengan saat ini, diantara pelajaran dan ilmu yang dapat saya simpulkan dari pengalaman tersebut adalah :
Pertama bapak saya mengajarkan untuk saya mempunyai tujuan yang jelas dan tinggi yaitu ingin merenovasi rumah agar keluarganya mempunyai tempat tinggal yang lebih layak, aman dan nyaman.
Kedua bapak saya mengajarkan cara untuk mencapai tujuan tersebut yaitu dengan berbagi peran bersama orang terdekat, Â mendelegasi suatu tanggung jawab pada anaknya yang dia yakin bahwa anaknya akan mampu menjalankan tanggung jawab tersebut.
Ketiga prihatin dengan keadaan sehingga memotivasi saya untuk berani dan yakin bisa melakukan sesuatu yang belum pernah saya lakukan sebelumnya yaitu merawat sapi, menjadi gembala sapi, pergi ke sawah, ke kebun bahkan ke hutan untuk mencari rumput.
Keempat mengatur waktu dengan baik dan disiplin karena banyak peran yang harus di jalankan, saya belajar dan berusaha agar setiap peran bisa dijalankan dengan baik tanpa ada yang di kalahkan atau di korbankan.
Kelima kemandirian bagaimana saya belajar memampukan diri saya untuk menjalankan peran itu secara mandiri, menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan dan kesulitan yang di hadapi secara mandiri walau tak terhitung berapa banyak air mata yang tumpah menjadi teman penguat ketika menjalaninya, seberapa sering hati berbisik pada diri sendiri dengan kata-kataÂ
"kamu pasti bisa, kamu pasti kuat, kamu itu hebat, kamu luar biasa, kamu istimewa"Â
Sembari memikul rumput dipundak untuk menguatkan langkah kaki yang terus berjalan.
Keenam berbakti pada orang tua yang membuat saya tidak pernah merasa lelah, yang membuat saya tidak pernah mengeluh karena saya yakin suatu hari akan ada kehidupan yang lebih baik bagi saya dari iklhas dan ridhonya saya berbakti pada orang tua dan ridhonya orang tua atas apa-apa yang telah saya lakukan.
Demikian cerita ini saya sampaikan semoga menginsipirasi dan bermanfaat bagi anda yang telah membaca.
Saya yakin andapun mempunyai kisah yang luar biasa dalam kehidupan anda, dan anda adalah orang-orang  hebat dengan apa-apa yang telah anda capai saat ini.
Semoga kesuksesan dan kebaikan hidup selalu menyertai anda dan orang-orang terdekat dalam hidup anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H