Semesta selalu punya cara untuk bicara, tentang kamu sekalipun. iya membelai lembutku lewat angin dan bersenandung lewat hujan, alangkah damai suasana sore ini. saat inipun aku merindukan kabar yang begitu baik. ya, pelangi yang tampak merona dibalik pekat tanda hujan dibias mentari.
Di meja dekat warung kopi, aku terduduk menyaksikan betapa banyak yang musti di utarakan. tentang apapun, mata yang tak berhenti beranjak menatap, seakan keluar dari pupilnya. menyaksikan seorang kakek berjalan menggendong anaknya dikejauhan trotoar. entah ini romantika penambah syahdu kabar hujan, atau derita yang diada adakan untuk lebih mengingat kefanaan.
Suara suara gemercik yang menghujam trotoar menari nari diatas segala tanya, bentur sudah asa ia diam, tak lagi memberi logika akal sehatnya.
Semesta yang mengirimi surat surat cintanya kepada bumi manusia, ia menuliskan titahnya kehidupan yang dilalui oleh si kakek tua. diantara aku , warung kopi , dan hujan yang segera terbias pelangi, serta pejalan yang mencari tempat berteduh.
Abidin
Surat semesta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H