Tragedi duka datang kian berganti, seolah waktu memberikannya untuk memberi saksi
Perjuangan tak lekang dimakan mentari, sejak pagi hingga senja sore hari
Marsinah, begitu iya di beri nama, sajak sajaknya napak tilas pemberani
Menerobos barikade para tirani , tak gentar membentengi diri
Kala itu, tahun 1993 , terdengar kabar duka dari hutan dusun jegong
Hujan air mata tumpah, melihat terkaparnya sosok pejuang, iya marsinah
Matinya mengerikan, tak bisa diucapkan lagi dengan kata kata
Tubuhnya tersayat sayat, kemaluannya bekas peluru karat
Kabar itu kabar duka , mentari yang selama ini memberikan cahaya
Telah redup dimakan rimba,tangisan dan duka kini bertahta
Seantero negeri bertanya, siapa pembunuhnya iya ?
Marsinah telah tiada
iya sosok mentari diantara gelap dan pengapnya ruang ruang pabrik
Diantara gulitanya nalar para pencari makan
Iya cahaya tuhan untuk terus memberikan jalan menuju setitik harapan
Nisanmu telah terpatri diantara jutaan manusia yang rindu akan kemenangan
Rindu akan kesejeahteraan dan rindu akan sosok tangguh tak kenal ketakutan
Negeri ini bangga pernah memilikimu,
sosok tulus pemberani melawan sang tuan punya modal
Melawan tirani sang tuan punya tangan besi,
 melawan dogma ketakutan untuk berjuang menentang penindasan
Tidurlah dengan tenang , kau yang kami sebut pahlawan,
jasa dan semangatmu akan tetap terpahat diantara manusia yang rindu kemenangan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H