Rumi, dibawah rerimbunan pohon, ku dengar gemercik air mendayu begitu romantis
Daun daun yang bergoyang tersipu angin, ranting ranting yang jatuh begitu mesraÂ
Suasana damai dari semesta, mengantarku pada jiwa sufi penuh dayaÂ
Tak lagi aku mendengar nyanyian alam tanpa makna, kala jiwa sudah dekat dengan NYA
***
Rumi, sudikah mengajariku kebijaksanaan, melawan ular yang kau sebut nafsu raga , mengahncurkan naga yang kau sebut nafsu jiwa
Senandungmu adalah tapa , semedi lewat ruhaniah merendahkan diri dihadapan pencipta
Suasana alam ruh yang damai, kau bawa lewat syairmu penuh  tenang
***
Rumi, ajarkan aku membaca arah mata angin, agar bisa ku temui bunga mawar indah di gurun yang gersang itu, bak syairmu yang penuh pertanyaan
Tuntun langkah ku menuju ketiadaan, agar yang tiada bisa benar benar aku cintaÂ
***
Setiap penglihatan tentang keindahan akan lenyap. Setiap perkataan yang manis akan memudar.
Begitu simpul nasehatmu , tak ada yang demikian yang ada tetap ada , dia akan hilang diambil yang punya ada
Rumi , aku tak mau menjadi manusia berwatak iblis, hanya melihat air dan lumpur ketika memandang adam
***
Dear rumi, fihi ma fihi , inilah cinta yang sebenarnya, ketika gumpalan awan pekat menjadi kannya hujan, hujan yang lebat memberi dahaga kehidupan, dan kehidupan memberi makna untuk menghidupi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H