Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan sebagai sumber daya ekonomis yang paling utama, serta dibutuhkan dalam berbagai kegiatan. Seiring dengan adanya peningkatan dan perkembangan teknologi, kebutuhan manusia akan sumber listrik juga akan terus
meningkat. Hingga saat ini penggunaan listrik di Indonesia masih didominasi oleh sumber listrik dari fosil dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Bahan bakar fosil yang digunakan secara terus menerus dapat menimbulkan ancaman serius yaitu semakin menipisnya cadangan minyak bumi, ketidak stabilan harga, dan menimbulkan polusi gas rumah kaca akibat pembakaran bahan bakar fosil. Peningkatan berbagai gas rumah kaca tersebut dapat menjadi penyebab utama dari perubahan iklim, yaitu peningkatan suhu bumi. Sehingga diperlukan sumber energi alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan manusia akan sumber listrik yang bersifat ramah lingkungan. Terdapat banyak sekali sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan oleh manusia, salah satunya adalah microalgae microbial fuel cell (MmFC) sebagai dasar aplikasi teknologi bioelectrochemical system.
Microbial fuel cell (MFC) merupakan sumber energi alternatif ramah lingkungan yang memanfaatkan penggunaan mikroorganisme aktif untuk menghasilkan biolistrik. Sistem ini menghasilkan arus listrik dengan bantuan reaksi redoks biokatalitik oleh mikroorganisme. Pada kompartemen MFC, mikroorganisme melepaskan elektron dan proton untuk mendegradasi senyawa organik. Proton akan bergerak langsung ke katoda, sedangkan elektron bergerak melalui sirkuit eksternal, dan proses ini bertanggung jawab untuk menghasilkan arus listrik. Ketika proton dan elektron mencapai katoda, oksigen yang tersedia (O2) berkurang sehingga terbentuk molekul air. Konversi langsung substrat menjadi energi pada mekanisme MFC ini memberikan efisiensi yang tinggi.
Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi listrik yang diproduksi oleh MFC yaitu keberadaan akseptor elektron. Secara umum, penggunaan oksigen sebagai akseptor elektron dalam MFC lebih disukai karena aksesibilitasnya yang mudah, potensi oksidasi yang kuat, dan tidak menghasilkan limbah kimia beracun. Mengingat pentingnya oksigen dalam mekanisme kerja MFC, metode penyediaan oksigen merupakan aspek penting yang harus diperhatikan. Beberapa penelitian telah menunjukkan kemampuan mikroalga untuk berintegrasi dengan sistem MFC berdasarkan sifat fotoautotrofnya, dimana mikroalga ini dapat bertindak sebagai penghasil O2 in situ untuk memfasilitasi reaksi di kompartemen katoda.
Mikroalga merupakan sekelompok mikroorganisme fotosintesis yang memiliki
kemampuan memanfaatkan energi sinar matahari dan menyerap karbon dioksida
(CO2) dari lingkungan untuk proses fotosintesis. Mikroalga mengandung minyak yang dapat digunakan sebagai bahan bakar sehingga mempunyai potensi besar sebagai
sumber bahan bakar terbarukan. Selain minyak, mikroalga juga dikenal sebagai
tumbuhan air dan dibandingkan dengan sumber bahan bakar lainnya, tidak
memerlukan lahan yang luas, dapat menghasilkan biomassa dengan sangat cepat,
dapat menggunakan CO2 untuk pertumbuhan, dan lain sebagainya.
Solusi yang ditawarkan untuk pembuatan Bioelektrik Microalgae Microbial
Fuel Cell (MmFC) dengan memanfaatkan alga Chlorella vulgaris dalam bentuk liquid
tree sebagai penghasil listrik adalah integrasi antara konsep teknologi dan biologi
yang canggih. Pertama, alga Chlorella vulgaris dipilih karena kemampuannya yang
cepat dan efisien dalam menggunakan energi matahari melalui proses fotosintesis C.
Liquid tree yang merupakan media nutrisi yang kaya akan unsur hara dan nutrien
penting dipilih sebagai lingkungan pertumbuhan yang optimal bagi alga ini.
Dalam MmFC, alga Chlorella vulgaris ditempatkan dalam liquid tree bersama
dengan bakteri pengurai yang berperan dalam menghasilkan listrik. Alga akan
menggunakan energi matahari untuk melakukan fotosintesis, menghasilkan oksigen sebagai produk sampingan. Oksigen ini kemudian akan digunakan oleh bakteri pengurai sebagai akseptor elektron dalam proses respirasi mereka, menghasilkan arus elektron yang dapat dikumpulkan melalui elektroda dalam MmFC. Bakteri pengurai yang juga hadir dalam sistem ini menggunakan oksigen tersebut untukrespirasi, menghasilkan arus elektron yang dikumpulkan melalui elektroda dalam MmFC. Seiring dengan pertumbuhan alga, MmFC berfungsi sebagai "power bank" alami yang mengumpulkan dan menyimpan energi matahari dalam bentuk listrik.
Listrik yang dihasilkan dari MmFC ini dapat digunakan untuk berbagai aplikasi, seperti menyediakan daya untuk perangkat elektronik portabel atau bahkan dialirkan ke jaringan listrik umum. Dengan memanfaatkan potensi fotosintesis alga dan aktivitas bakteri pengurai dalam MmFC, solusi ini tidak hanya menawarkan pendekatan yang inovatif untuk menghasilkan listrik, tetapi juga berkelanjutan dengan jejak karbon yang rendah. Melalui kombinasi teknologi dan biologi, MmFC memiliki potensi besar untuk menjadi sumber energi bersih dan ramah lingkungan untuk masa depan.
Periode penggunaan, waktu penggantian, dan waktu pengisian ulang Bioelektrik Microalgae Microbial Fuel Cell (MmFC) yang menggunakan alga Chlorella vulgaris dalam bentuk liquid tree sebagai sumber listrik dapat bervariasi tergantung pada beberapa faktor yang meliputi ukuran MmFC, kapasitasnya, kondisi lingkungan, dan efisiensi konversi energi. MmFC dengan alga Chlorella vulgaris
dalam liquid tree dapat digunakan selama alga tersebut masih hidup dan melakukan fotosintesis secara efektif. Dalam kondisi optimal, MMFC mungkin dapat digunakan dalam jangka waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan sebelum alga membutuhkan penggantian atau peremajaan.
Alga Chlorella vulgaris dalam MmFC kemungkinan perlu diganti setiap beberapa minggu hingga beberapa bulan, tergantung pada tingkat pertumbuhan alga, ketersediaan nutrisi, dan kualitas air dalam liquid tree. Penggantian alga dilakukan ketika produktivitasnya menurun atau habis. Pengisian ulang MmFC dengan alga Chlorella vulgaris tidak melibatkan proses pengisian daya seperti pada power bank konvensional. Sebagai gantinya, pengisian ulang mungkin melibatkan penyediaan nutrisi tambahan ke dalam liquid tree dan menciptakan kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan alga. Waktu yang dibutuhkan untuk pengisian ulang akan bervariasi tergantung pada kecepatan pertumbuhan alga dan kemampuan MmFC dalam mengkonversi energi.
Perkiraan yang akurat untuk berapa lama Chlorella vulgaris dapat digunakan sebagai "liqud tree” dalam Microalgae Microbial Fuel Cell (MmFC) tergantung pada berbagai faktor, termasuk kondisi lingkungan, nutrisi, intensitas cahaya, dan desain MMFC itu sendiri. Namun, secara umum, Chlorella vulgaris dapat bertahan dan terus berfungsi dalam MmFC selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun jika kondisinya optimal dan dipelihara dengan baik.
Dengan memperhatikan faktor-faktor penunjang pertumbuhan bakteri, seperti, suhu, pH optimum, ketersediaan nutrisi, intensitas cahaya, perawatan, dan memastikan kondisi lingkungan yang sesuai, Chlorella vulgaris dapat bertahan dan berfungsi sebagai sumber energi dalam MmFC selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Namun, perawatan yang baik dan pemantauan terus-menerus diperlukan untuk memaksimalkan masa pakai dan kinerja alga dalam MMFC.
Penggunaan MmFC sebagai bioelektrik dalam bentuk liquid tree dapat menjadikan mikroalga sebagai sumber energi terbarukan dan berkelanjutan, karena mikroalga dapat mengubah energi matahari menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis. Selain sebagai sumber listrik, inovasi liquid tree mikroalga ini juga memiliki kemampuan untuk menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen melalui fotosintesis. Emisi karbon dioksida yang ditangkap dan diserap oleh liquid tree dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengantisipasi terjadinya perubahan iklim. Selain itu, mikroalga dapat menghasilkan biomassa dalam jumlah besar per unit sinar matahari dibandingkan dengan sumber biomassa nabati lainnya, sehingga mikroalga memiliki efisiensi energi yang tinggi dalam mengubah energi matahari menjadi biomassa. Mikroalga dapat tumbuh di berbagai lingkungan, termasuk air tawar, air laut, dan air limbah. Hal ini memungkinkan budidaya mikroalga di berbagai lokasi, termasuk instalasi pengolahan air limbah, lokasi industri, atau bahkan di perkotaan. Mikroalga dapat secara efektif menghilangkan kelebihan nutrisi, seperti nitrogen dan fosfor dari air limbah. Kemampuan ini dapat bermanfaat dalam proses pengolahan air limbah, karena tidak hanya menghasilkan biomassa untuk sel bahan bakar tetapi juga membantu daur ulang nutrisi dan mengurangi polusi air. Mikroalga memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan produktivitas biomassa yang tinggi. Mereka dapat menghasilkan biomassa jauh lebih cepat dibandingkan tanaman tradisional. Karakteristik ini menjadikan mikroalga sebagai bahan baku yang berpotensi efisien dan terukur untuk sel bahan bakar mikroba.
Di samping itu, MmFC juga memiliki beberapa kekurangan yang harus diperhatikan dan dikaji kembali. Dibandingkan dengan jenis sel bahan bakar lainnya, MmFC biasanya memiliki kepadatan daya yang lebih rendah. Artinya jumlah daya listrik yang dihasilkan per satuan luas relatif rendah. Keterbatasan ini menghalangi penerapan praktisnya dalam skenario tertentu yang memerlukan energi.
Sistem MmFC memerlukan desain dan rekayasa yang kompleks untuk mengoptimalkan kinerja dan efisiensi sel bahan bakar. Integrasi budidaya mikroalga, pemanenan, dan komponen sel bahan bakar menambah kompleksitas sistem secara keseluruhan, menjadikannya lebih mahal untuk diterapkan. Mikroalga memerlukan nutrisi spesifik, seperti nitrogen dan fosfor, untuk pertumbuhan dan metabolismenya. Memastikan pasokan nutrisi yang cukup dan seimbang dapat menjadi suatu tantangan, terutama ketika menggunakan air limbah sebagai media pertumbuhan. Ketidakseimbangan atau kekurangan pasokan nutrisi dapat berdampak pada pertumbuhan dan produktivitas mikroalga, sehingga mempengaruhi efisiensi sel bahan bakar secara keseluruhan.
Mikroalga sensitif terhadap kondisi lingkungan, termasuk suhu, pH, intensitas cahaya, dan salinitas. Fluktuasi atau kondisi yang kurang optimal dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan kinerja mikroalga. Tingginya biaya yang terkait dengan desain sistem, konstruksi, pengoperasian, dan pemeliharaan, serta variabilitas produktivitas biomassa mikroalga, dapat berdampak pada efektivitas biaya MmFC dibandingkan dengan teknologi pembangkit energi lainnya.
Meskipun sel bahan bakar berbasis mikroalga cukup menjanjikan, penelitian dan pengembangan lebih lanjut masih diperlukan untuk mengoptimalkan kinerjanya, meningkatkan kepadatan daya, dan mengatasi tantangan yang disebutkan di atas. Diperlukan lebih banyak penelitian untuk meningkatkan efisiensi sistem, mengurangi biaya, dan meningkatkan kelayakan sel bahan bakar mikroba mikroalga secara keseluruhan. Meskipun demikian, potensi mikroalga dalam aplikasi sel bahan bakar menjanjikan masa depan energi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H