Mohon tunggu...
M. Abiansyah
M. Abiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa, International Program of Islamic Communication, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Saya adalah mahasiswa semester 3 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta jurusan International Program of Islamic Communication (IPICOM). Saya suka akan bersosialisasi, bertemu orang baru, belajar hal baru, dan suka mengeksplor pengalaman pengalaman baru.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filospfi Kopi, Ngobrol Santai Hidup dan Alam Semesta

31 Oktober 2024   12:31 Diperbarui: 31 Oktober 2024   12:37 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Siapa nih yang gak pernah absen minum kopi di setiap harinya Selain menghangatkan tubuh, kopi juga seringkali menjadi teman setia bagi banyak orang untuk merenung dan mencari inspirasi. Dalam secangkir kopi yang sederhana, tersimpan filosofi hidup yang mendalam. Mari kita berbincang santai tentang kehidupan dan alam semesta sambil menyeruput secangkir kopi hangat.

  • Kopi sebagai Metafora Kehidupan

Kopi, lebih dari sekadar minuman, adalah sebuah alegori bagi perjalanan hidup yang penuh liku. Setiap tegukan pahitnya adalah ujian yang menguji ketahanan kita, sementara aroma harumnya adalah janji akan manisnya kemenangan. Proses pembuatannya? Sebuah refleksi dari perjuangan kita dalam membentuk jati diri. Biji kopi yang mentah, seperti manusia yang belum tertempa, harus melalui proses yang panjang dan melelahkan sebelum menjadi sesuatu yang bernilai.

Namun, di balik romantisme secangkir kopi, tersimpan juga realitas pahit. Sama seperti kopi yang bisa terasa hambar jika terlalu encer atau terlalu pekat, kehidupan pun begitu. Terlalu banyak kesenangan bisa membuat kita lupa akan nilai-nilai luhur, sementara terlalu banyak penderitaan bisa menghancurkan semangat.

Saya pribadi melihat kopi sebagai sebuah metafora yang menantang. Ia mengajak kita untuk tidak hanya menikmati hasil akhir, tapi juga menghargai prosesnya. Setiap bulir kopi yang menggumpal menjadi ampas adalah simbol dari pengorbanan dan kehilangan yang tak terhindarkan dalam hidup. Tapi di sisi lain, kopi juga mengajarkan kita tentang keikhlasan. Ketika kita menyeruput kopi terakhir dalam cangkir, kita menyadari bahwa segala sesuatu pasti akan berakhir.

Namun, yang paling menarik dari metafora kopi adalah fleksibilitasnya. Kopi bisa dinikmati dalam berbagai cara, dengan tambahan gula, susu, atau rempah-rempah. Begitu pula dengan kehidupan, kita memiliki kebebasan untuk memilih bagaimana kita ingin menjalani hidup ini. Kita bisa menjadi seorang purist yang hanya menikmati kopi hitam pekat, atau seorang eksperimental yang selalu mencari kombinasi rasa baru.

  • Kopi dan Alam Semesta

Setiap tegukan kopi adalah sebuah perjalanan kosmik yang singkat. Dari ladang-ladang kopi yang membentang luas hingga cangkir mungil di tangan kita, biji-biji kecil ini telah menjelajahi jarak yang tak terhingga. Prosesnya mengingatkan kita pada siklus kehidupan di alam semesta: kelahiran, pertumbuhan, dan akhirnya kembali ke tanah.

Namun, di balik keindahannya, terdapat ironi yang pahit. Kopi, yang begitu kita nikmati, seringkali diproduksi dengan cara yang merusak lingkungan. Deforestasi, penggunaan pestisida berlebihan, dan eksploitasi pekerja menjadi bayang-bayang gelap di balik secangkir kopi yang harum. Ini adalah sebuah pertentangan yang menyakitkan: kita menikmati hasil bumi sambil mengabaikan dampaknya terhadap alam dan manusia.

Saya sering berpikir, kopi adalah sebuah metafora bagi hubungan kita dengan alam semesta. Kita adalah bagian tak terpisahkan dari alam, namun seringkali bertindak seolah-olah kita terpisah dan lebih superior. Kita mengambil dari alam tanpa memberikan kembali, kita mengeksploitasi sumber daya tanpa memikirkan generasi mendatang.

Kopi juga mengajarkan kita tentang ketergantungan. Kita bergantung pada petani kopi, pada alam yang menyediakan sinar matahari dan hujan, dan pada teknologi yang mengolah biji kopi menjadi minuman. Namun, kita sering lupa akan ketergantungan ini. Kita menganggap kopi sebagai sesuatu yang sudah ada begitu saja, tanpa menghargai proses yang panjang dan kompleks di baliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun