Mohon tunggu...
Hamid Abi Eyza
Hamid Abi Eyza Mohon Tunggu... PNS -

PNS, Penghulu, ingin berbagi, bukan menggurui. belajar jadi penulis yang baik, hanya penulis pemula

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Wanita Mulai Menggugat Eksistensi Pernikahan

16 Desember 2013   13:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:52 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Arus modernisasi dan globalisasi turut mengubah pola relasi pria-wanita, karena seiring dengan canggihnya alat komunikasi dan maraknya media sosial semacam facebook, twitter, weChat, skype, line, dan lain-lain maka berpengaruh pula pada hilangnya sekat dari hubungan pergaulan pria dan wanita.

Di zaman yang serba modern ini inisiator dalam hal gugat menggugat perceraian ternyata lebih banyak didominasi perempuan. Terdapat beberapa sebab mengapa hal itu bisa terjadi, tentu saja diantaranya karena terdapat faktor ekonomi dimana penghasilan suami tidak mencukupi kebutuhan rumahtangga, adanya faktor sosial, dan gangguan dari hadirnya orang ketiga (PIL/WIL). Gangguan dalam membangun rumah tangga diantaranya disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:

1.Jenuh Pada Pasangan

Mungkin bagi para muda-mudi yang sedang jatuh cinta atau bagi para pengantin baru, mereka tidak percaya bahwa suatu saat mereka mengalami perasaan jenuh atau bosan pada pasangannya. Namun mungkin bagi mereka yang sudah menjalani 10 tahun kehidupan pernikahan akan muncul rasa jenuh dan bosan pada pasangannya. Bagaimana tidak, ketika telah menikah, pasangan suami istri akan sering berinteraksi. Akan timbul masalah-masalah kecil, percekcokan dan pertengakaran kecil. Yang bila hal ini tidak bisa dimenej dengan baik maka hal itu akan tumbuh dan menjadi permasalahan serius, bahkan bisa jadi bom waktu.

Seiring berjalannya waktu, fisik pasangan tentu akan berubah. Mungkin kasih sayang dan perhatian pasangan juga akan berkurang. Sebab perhatian mereka akan tersita oleh kesibukan pekerjaan atau hadirnya buah hati. Yang kesemua ini bisa saja akan muncul dengan sendirinya dalam perjalanan mengarungi bahtera pernikahan. Bahayanya adalah bila rasa jenuh, bosan dan hambar pada “rasa” pernikahan tersebut justru menjadi sebab dari keinginan untuk mencari pelampiasan pada pihak ketiga untuk mengusir rasa jenuh itu. Namun bila rasa jenuh itu bisa dikelola dan dikendalikan serta dicarijalan keluarnya maka kehidupan pernikahan akan tetap dapat dipertahankan.

Islam menawarkan sebuah solusi untuk mengusir rasa jenuh tersebut. Dalam al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21 dijelaskan sebagai berikut:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS. Ar-Rum:21)

Solusinya menurut Al-Qur’an yaitu terletak pada adanya landasan MAWADDAH dan RAHMAH dalam pernikahan. MAWADDAH adalah cinta yang ditimbulkan dari adanya daya tarik terhadap lawan jenisnya. Mungkin ini hanya terbatas pada usia muda, bila penampilan fisik seorang pria masih ganteng dan gagah, dan wanita masih muda, cantik dan mulus. Namun bila penampilan fisik yang bersifat lahiriyah itu sudah tidak lagi menarik, maka satu-satunya perasaan yang harus dikembangkan adalah sifat RAHMAH atau kasih sayang.

2.Hasrat Biologis Tidak Terpenuhi

Dalam membangun sebuah rumah tangga terdapat sebuah pepatah, “Kebutuhan bawah perut itu lebih dominan dari pada kebutuhan perut”. Bahkan, bila kita tarik kearah perilaku korup para pejabat kita, maka bisa dipastikan terdapat wanita-wanita sebagai “harem” untuk pelampiasan kebutuhan “bawah perut”, sebut saja diantaranya adalah Fathanah danLuthfi Hasan Ishaq.

Karena pentingnya pemenuhan kebutuhan bawah perut itu, maka hendaknya setiap pasangan suami-isteri tidak mengabaikan hal tersebut meski sibuk, karena bertambahnya umur. Karena untuk urusan yang satu itu tidak ada istilah “tua” atau “capek” untuk memberikan pada pasangannya. Bahkan dalam sebuah kisah Nabiyullah Daud A.S. pernah berdoa:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنْ زَوْجَةٍ تُشَيِّبُنِيْ قَبْلَ الْمُشِيْبِ

Artinya : “Ya Allah, aku mohon perlindungan Engkau dari isteri yang menganggap aku sudah tua”.

Namun bila alasan karena tidak terpenuhinya hasrat biologis itu disebabkan faktor “anin” (impoten), maka ada baiknya kita mengikuti nasehat Umar Bin Khattab yang pernah menyatakan tentang keadaan suami/istri yang mengalami lemah syahwat;

يُؤَجَّلُ سَنَةً فَإِنْ قَدَرَ عَلَيْهَا، وَإِلاَّ فَرَّقَ بَيْنَهُمَا وَلَهَا الْمَهْرُ وَعَلَيْهَا الْعِدَّةُ (رواه البيهقي)

Artinya : “Beri tempo satu tahun, bila bisa sembuh (pernikahannya dilanjutkan) dan bila tidak, ia diceraikan dan isterinya mendapat mahar dan harus iddah” (HR. Al Baihaqi).

3.Hadirnya Pihak Ketiga (Tergoda PIL/WIL)

Hancurnya sebuah pernikahan dijaman ini sering disebabkan karena adanya pihak ketiga yang hadir dan menjadi teror bagi suami/istri. Hal ini bukanlah suatu hal yang mustahil, bila seorang isteri telah tertarik kepada lelaki lain dan tergoda padanya, atau sebaliknya, bila seorang suami tergila-gila pada wanita lain dan tergoda padanya. Maka bisa dipastikan, bahtera rumah tangga telah terancam untuk kandas ditengah jalan.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa suatu saat pada zaman Rasulullah SAW., terdapat seorang isteri sahabat yang gampang tergoda tertarik dengan lelaki lain dan membiarkan dirinya disentuh oleh pria tersebut. Karena tidak terima, maka sang suami lapor kepada Rasulullah SAW., lalu beliau (Nabi) berkata : “Ceraikanlah isterimu”. Akan tetapi lelaki tersebut menolaknya. Kemudian Rasulullah berkata lagi: “Bersenang-senanglah engkau dengannya” (HR. Ibnu Syaibah).

Berdasar hadits tersebut ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa bila ada seorang istri yang tertarik kepada lelaki lain bahkan membiarkan dirinya disentuh lelaki tersebut, asal belum sampai berzina, maka suaminya diberi kebebasan untuk memilih antara menceraikan isterinya atau tetap mempertahankan pernikahannya.

4.KDRT

Kekerasan dalam rumah tangga sering menjadi sebab dari hancurnya perkawinan. Banyak oknum yang justru menjadikan ayat al-qur’an sebagai justifikasi dari perilaku menyimpang tersebut. Memang, dalam Al-Qur’an, Allah SWT. berfirman:

..... dan isteri-isteri yang kamu khawatirkan kedurhakaannya, maka nasehatilah mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur sendirian dan pukullah mereka. Jika mereka telah taat kepadamu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.

Ayat tersebut bukan melegalkan seseorang untuk menganiaya pasangannya, namun ayat tersebut justru mengajarkan bahwa dalam sebuah pernikahan suami wajib mendidik dan menasehati istrinya. Dia harus bisa menjadi pemimpin dan imam yang baik bagi istrinya. Tindakan “pukul” bukanlah langkah pertama yang dikedepankan, namun langkah terakhir untuk menyadarkan perilaku “nusyuz” /durhakanya seorang istri.

Islam justru mengedepankan dan mengutamakan cara mendidik istri dengan “menasehati”. Bila cara pertama itu tidak bisa, maka terdapat cara kedua yaitu pisah ranjang, dan terakhir baru cara “kontak fisik dengan memukul”. Namun pukulan itu bukanlah pukulan yang menyakiti, apalagi menyiksa dan melukai. Namun pukulan itu hanyalah pukulan “sayang” untuk menyadarkan seorang istri.

5.Aspek Ekonomi

Dijaman ini, ekonomi sering dituding menjadi sebab utama terjadinya perceraian. Hal tersebut diperparah dengan penafsiran terhadap kesetaraan gender, yang makin melenceng. Bahkan bagi para wanita karier peran suami tidak lagi dominan, sebab mereka menganggap toh tanpa suami mereka masih bisa mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri. Kini, pola pikir perempuan semakin merasa mampu dan bisa berdiri sendiri (bekerja) tanpa suami. Dan bisa ditebak, pada akhirnya mereka bisa saja menjadi semena-mena kepada suami, apalagi bila kedudukan, jabatan, dan uang yang dikumpulkan oleh istri jauh melebihi pendapatan suami.

Sementara kesalahan penafsiran kesetaraan gender membuat perempuan seringkali membantah jika diperingatkan suami. Padahal, konsep sebuah keluarga seharusnya, suami jadi pemimpin dan segala sesuatu atau perintahnya yang baik, harus selalu ditaati oleh istri. Terlebih, emosional perempuan lebih tinggi dari laki-laki, yang membuatnya sulit dikendalikan. Akibatnya, saat istri tidak puas sedikit saja, langsung meminta cerai tanpa mau peduli penjelasan dari suaminya. Sebagaimana dinyatakan dalam sebuah ayat;

Orang-orang yang mampu hendaklah memberi belanja menurut kemampuannya. Dan orang yang sedikit rizkinya hendaklah memberikan belanja dari harta yang telah Allah karuniakan kepadanya. Allah tidak membebankan kepada seseorang di luar kemampuan yang diberikan-Nya kepada-Nya. Allah akan memberikan kemudahan sesudah kesulitan” (Ath Thalaq/65 : 7).

Akhir dari tulisan ini, tentu saja untuk membangun sebuah negara dan bangsa yang maju, modern, dan bermartabat harus diawali dengan membangun keluarga. Maka ketika seseorang mencari pasangan hidup dan kemudian memutuskan untuk menikahinya, tak ada salahnya menggunakan slogan “TELITI SEBELUM MEMBELI” .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun