Mohon tunggu...
Abi Sabila
Abi Sabila Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang yang sedang belajar 'membaca' dan 'menulis'

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Demi Keluarga, Pengemudi Taksi Ini Siap Gunting SIM

27 Maret 2016   13:22 Diperbarui: 27 Maret 2016   13:37 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Aku diam, tak tahu harus berkomentar apa. Seratus persen aku sepakat dan sependapat dengan yang dikatakannya.

“Siapa yang pertama punya ide, Pak Sugeng, istri atau anak-anak yang minta?” 

“Awalnya istri saya yang minta, saya menyetujuinya. Dan anak-anak langsung senang begitu mendengarnya. Bagi mereka, kepulangan saya sudah menjadi hadiah spesial di hari raya. Dan saya bahagia bisa melakukannya, menghadirkan senyum dan ceria di wajah-wajah mereka. “

Subhanallah, apa yang dikatakan Pak Sugeng benar, aku membatin. Apa yang dilakukannya adalah romantisme sejati. 

“Tadi Pak Sugeng bilang sudah lima tahun menjemput rejeki dengan cara ini. Kira-kira sampai kapan Bapak akan menjalani profesi seperti ini? Keluarga menempati prioritas utama bagi Bapak, saya kira Bapak tidak akan berlama-lama terpisah dari mereka,” tanyaku semakin penasaran. Kurang dari satu kilometer kami akan sampai di tujuan dan aku berharap bisa lebih banyak mendapat pembelajaran darinya.

“Betul. Saya tidak akan selamanya seperti ini, hidup terpisah dari keluarga, menjadi supir taksi. Insya Allah, dua tahun lagi taksi ini akan menjadi milik pribadi. Setoran harian yang saya serahkan ke kantor sekaligus sebagai cicilan. Jika tidak ada halangan, dua tahun lagi jumlahnya sudah cukup untuk merubah status kepemilikan kendaraan ini.”

“Bapak akan membawanya pulang kampung, buka usaha di sana?" “Tidak. Saya justru berencana untuk langsung menjualnya.”“Maksudnya?” aku makin penasaran. “Saya berencana pensiun jadi supir taksi. Saya akan beralih profesi. Berdagang menjadi pilhan saya dan istri. Uang hasil dari menjual taksi ini akan kami pakai untuk membuka warung sembako kecil-kecilan di kampung. Mudah-mudahan Allah membuka dan memudahkan jalan.”

 “Amiin,” kompak kami mengaminkan doanya. “Dengan pengalaman yang ada, kalau Bapak mau bisa menjalani usaha yang sama di sana. Jumlah taksi di Purwokerto mungkin tidak sebanyak di Jakarta, jadi peluangnya bisa lebih besar di sana.” Aku menambahkan.

“Sepertinya cukup di sini saja saya bekerja seperti ini. Setelah pulang kampung, saya akan menggunting SIM saya.” Jawabnya sambil tertawa.

 “Seperti pemain bola yang menggantungkan sepatunya, atau petinju yang menggantungkan sarung tinjunya?” aku ikut tertawa.

 “Bisa dibilang begitu. Tapi alasan sebenarnya begini. Saya ingin benar-benar fokus ke dagang. Dan salah satu trik saya adalah dengan menggunting SIM agar saya tidak 'tergoda' untuk kembali lagi ke jalan. Cara seperti ini telah dilakukan salah satu teman saya. Kini dia sukses dengan dagang sembakonya. Bahkan dia juga mempunyai beberapa kendaraan yang disewakan. Bukan tak bisa membuat SIM lagi, tapi sengaja ia percayakan kepada orang lain untuk mengelola mobil-mobil sewaannya. Ia dan istrinya fokus ke dagang dan keluarga. Walau mungkin kelak ceritanya tidak sama, tapi saya akan meniru caranya sebagai upaya agar saya bisa fokus pada usaha yang dijalani tanpa harus jauh lagi dari keluarga.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun