Presiden SBY akan segera mengakhiri masa jabatannya dan sebentar lagi masyarakat akan memilih pemimpin baru yang akan memimpin kita setidaknya empat tahun ke depan. Tentu, kita semua tahu bagaimana hebatnya pertarungan masing-masing kubu dengan berbagai strateginya. Baik itu dari kubu Jokowi-JK atau dari pihak Prabowo-Hatta.
Masing-masing memberikan visi dan misi untuk menarik simpati publik. Dari yang sudah biasa kita dengar, tapi tak pernah berhasil (kesejahteraan masyarakat, harga murah dll) sampai hal yang memang baru dan masih asing di telinga kita (seperti tabungan haji-nya prabowo). Nah, salah satu hal yang membuat saya agak terganggu adalah rencana kubu Jokowi yang berjanji akan melarang perda syariah, jika terpilih sebagai presiden kelak.
Tulisan ini bukan merupakan analisis atau esai dengan data superlengkap seperti yang sering dilakukan oleh rekan kompasiana. Melainkan, hanya sebagai suara hati saya saja. Karena itu, bentuknya lebih mengarah ke opini dan akan terbuka sehingga yang membaca bisa setuju atau tidak.
Sejujurnya saya kaget waktu kubu Jokowi mengumumkan hal ini (sengaja saya namai ‘kubu Jokowi’ atau ‘kubu Prabowo, soalnya mau siapapun yang ngomong kan pasti intinya buat dukung Jokowi atau Prabowo juga) dan yah...... terluka. Saya gak ngerti kok mau larang perda syariah, dan alasannya kurang masuk akal karena tidak sesuai dengan konstitusi kita. Menurut saya ini gak masuk akal, lebih gak masuk akal kenapa orang yang udah kaya masih aja korupsi.
Soalnya, menurut kubu Jokowi hal ini supaya tidak ada pengkotak-kotakkan masyarakat. Loh, kok bisa? Perda syariah dibuat, bukan untuk mengkotak-kotakkan masyarakat. Tapi, untuk membantu mereka dan saya yang muslim agar lebih terlindungi. Bukannya, tugas negara adalah melindungi rakyatnya? Indonesia adalah negara demokrasi dan di negeri ini umat islamnya mencapai lebih dari 85%. Kalo gak ada perda syariah, umat islam bisa kerepotan.
Misalkan, peraturan yang sudah lama saya nantikan. Rancangan undang-undang makanan halal. Misalkan, Jokowi jadi presiden dan perda ini gak jadi. Maka, umat islam bakal kerepotan dan akan selalu dihantui apakah makanan yang kita makan ini halal atau enggak. Mungkin terdengar aneh, tapi percaya atau tidak terkadang ada makanan-makanan yang mengandung babi ikut ‘menyusup’ ke swalayan/mini market. (masih ingat kasus kue yang mengandung babi di ind*maret? Kalo waktu itu gak ketahuan dan dimakan sama anak-anak yang asal beli. Gimana?) Memang, ada cap halal mui, tapi ‘cap’ tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. Beda, kalo udah jadi undang-undang.
Nah, itu baru makanan. Gimana dengan yang lain? Saya curiga kalo ini baru awalnya saja. Jangan-jangan nanti kalo kepilih jadi presiden, makin ke sini, makin ‘gila’ peraturannya. Jujur, saya takut Indonesia akan menjadi Turki. Dimana, umat islam mayoritas, tapi terkungkung oleh kegilaan pemerintahnya sendiri. Mungkin, terlalu jauh untuk berpikir ke sana. Tapi, yang mesti diingat adalah, mereka yang ingin menghancurkan pilar. Tidak akan langsung menghancurkannya dengan sekali hajar, tapi akan dilakukan perlahan-lahan.
Bagi saya, larangan perda syariah adalah bentuk pengkotak-kotakkan masyarakat itu sendiri. Karena, itu membatasi gerak umat islam untuk beribadah. Lagipula, kalo mau adil, kenapa gak ada larangan perda yang pro ke non muslim? Misalkan aja tentang minuman keras, meski skalanya kecil, tapi pemerintah masih mengizinkan minuman keras ‘legal’ masuk ke Indonesia. Jadi, yang beragama Kristen atau lainnya bisa tuh menikmati miras.
Harusnya, kalo mau adil, larang juga dong tuh miras. Rusak badan sama pikiran aja! Terus, tentang makanan dari anjing dan kelelawar di Sulawesi. Kalo mau adil, larang juga dong itu! Belum lagi, beberapa perda di bali yang pro ke umat hindu. Kenapa gak sekalian aja dilarang?
Benar, pancasila dan UUD 1945 adalah konstitusi kita. Tapi, yang perlu diingat adalah bahwa inspirasi pancasila dan UUD 1945 adalah agama. Makanya, yang sila pertama pencasila adalah ketuhanan yang maha esa. Kubu Jokowi jangan memegang konstitusi kita secara kaku, tapi harus fleksibel.
Satu penutup dari saya:
Nek Megawati, coba deh pikir baik-baik. Kalo ayahmu yang kau banggakan setengah mati itu masih hidup dan melihat caramu berpolitik. Politik yang mendendam, politik yang arogan, politik yang egois, apa gak nangis dia?
Tambahan:
Tulisan ini adalah bentuk kekecewaan saya pada Jokowi yang semakin lama semakin besar. Padahal, dulu saya mendukung beliau waktu calon jadi gubernur di DKI Jakarta. Tapi, sejak beliau memutuskan untuk nyapres, saya mulai kecewa. Dan, semakin ke sini, saya semakin sedih dan kecewa. Maaf, bagi yang mendukung dan pro pada Jokowi. Membaca tulisan ini, mungkin akan membuat Anda tidak setuju, bahkan marah pada tulisan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H