Mengenai Misa Akbar itu sendiri, umat berkumpul di Stadion Utama dan Stadion Madya. Altar pusat terletak di Stadion Utama, tapi civitas academica dari institusi-institusi pendidikan mengikuti rangkaian acara di Stadion Madya. Meski para guru, karyawan, dan siswa ini harus bertahan di bawah sengatan panas matahari dan terpaan hujan yang tiba-tiba turun, mereka tetap tabah lantaran mengetahui bahwa Sri Paus akan mengunjungi mereka terlebih dahulu sebelum menuju ke Stadion Utama.
Kegembiraan yang begitu intens pecah ketika beliau tiba, dan mereka yang duduk di sekitar pagar pembatas segera beranjak dan memadati barikade, berharap melihat Sri Paus dari dekat dan mungkin menerima tumpangan tangannya. Yel-yel berkumandang mengiringinya berkeliling Stadion Madya dan kemudian menuju Stadion Utama, diselingi lagu yang menggema di udara dengan begitu indah: Kristus jaya! Kristus mulia! Kristus, Kristus, Tuhan kita! Layar-layar videotron raksasa memperlihatkan citra Sri Paus dengan begitu jelas, termasuk momen-momen mengharukan saat beliau memberkati beberapa bayi kecil, kemudian menyambut seorang anak perempuan di mobilnya dan memeluknya erat. Setelah mengitari Stadion Utama satu kali, beliau duduk di kursinya di altar utama, dan silentium yang begitu khusyuk hinggap di atas kedua stadion sebelum Perayaan Ekaristi akhirnya dimulai.
Bacaan Injil hari itu bercerita tentang saat-saat awal pelayanan Yesus, yaitu saat Ia memanggil Simon Petrus, Yakobus, dan Yohanes untuk mengikutiNya dan menjadi penjala manusia. Selaras dengan Injil dan terinspirasi oleh kekagumannya terhadap keberagaman di Tanah Air, Sri Paus mengingatkan kita semua dalam homilinya: "Janganlah lelah berlayar dan menebarkan jalamu, janganlah lelah bermimpi dan membangun lagi sebuah peradaban perdamaian. Beranilah selalu untuk mengimpikan persaudaraan." Beliau juga mendorong kita untuk "dengan dibimbing oleh Sabda Tuhan ... menaburkan kasih, dengan penuh keyakinan menempuh jalan dialog, terus memperlihatkan kebaikan budi dan hati dengan senyum khas yang membedakan Anda untuk menjadi pembangun persatuan dan perdamaian. Dengan demikian, Anda akan menyebarkan aroma harapan di sekeliling Anda." Beliau juga mengutip Santa Teresa dari Kalkuta, yang peringatannya dirayakan pada hari itu juga: "Ketika kita tidak memiliki apa pun untuk diberikan, hendaklah kita memberikan ketiadaan itu. Dan ingatlah, bahkan ketika kamu tidak menuai apa-apa, jangan pernah lelah menabur." Dalam sambutannya di akhir Misa, Sri Paus berterima kasih pada semua orang yang hadir dan juga seluruh warga Indonesia, kemudian mengundang kita semua untuk membuat keributan dalam mewartakan Injil, seperti halnya keributan terjadi di Yerusalem pada hari Pentakosta.
Melalui refleksi yang mendalam dan dengan sedikit mengenang sejarah, kita sadar bahwa penyambutan Sri Paus di Stadion Madya dan Stadion Utama membangkitkan ingatan mengenai Yesus yang memasuki Yerusalem. Kita hanya dapat membayangkan betapa gembiranya orang-orang yang berada di sana saat itu. Memang benar, Sri Paus hanyalah manusia biasa seperti kita semua, dan euforia yang muncul karena kunjungannya mungkin hanya sebagian kecil dari yang dirasakan oleh penduduk Yerusalem saat menyambut Sang Raja; namun demikian, janganlah sampai hal itu mengurangi semangat kita dalam mencapai tujuan iman kita yang diajarkan oleh Sri Paus dan Kristus sendiri: mengasihi sesama, mengasihi ciptaanNya, dan mengasihi Allah.
Marilah kita berdoa bagi Sri Paus; semoga Allah selalu membimbingnya melalui kuasa Roh Kudus, dan beliau terus bersemangat dalam menggembalakan kita dan seluruh umatNya. Marilah juga mendoakan satu sama lain dan memohon kepadaNya rahmat kekuatan dan niat untuk mengesampingkan perbedaan, merangkul keberagaman, dan melayani saudara-saudari kita untuk memajukan kebaikan bersama, dan terlebih ad maiorem Dei gloriam -Â demi semakin besarnya kemuliaan Allah.
Viva il Papa! Viva Papa Francesco!