Mohon tunggu...
F. X. Abhyasa Naradhipa
F. X. Abhyasa Naradhipa Mohon Tunggu... Guru - Guru Fisika SMA Kolese Gonzaga

Non scholae, sed vitae, discimus. (Seneca)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Papa Francesco, Suar Kerendahan Hati dan Pelayanan

8 September 2024   00:47 Diperbarui: 8 September 2024   09:27 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa dan siswi Kolese Gonzaga, Jakarta, menunggu diperbolehkan masuk ke lingkungan stadion. (Dokumentasi pribadi)

Maka dari itu, meski pertemuan Sri Paus dengan para uskup, romo, diakon, seminaris, dan katekis di Katedral Jakarta tidak mengejutkan, kunjungannya ke Masjid Istiqlal mendapat pujian karena beberapa hal, lebih dari sekadar mempertahankan dialog antarumat beragama. Dalam kunjungan ini, beliau menandatangani Deklarasi Istiqlal 2024 yang bertajuk "Meneguhkan Kerukunan Umat Beragama untuk Kemanusiaan" bersama Imam Besar Nasaruddin Umar, dan menyampaikan pidato mengenai persaudaraan dan lingkungan hidup. Berikut sedikit kutipan dari pidatonya:

"Dan jika benar kalian adalah tuan rumah tambang emas terbesar di dunia, ketahuilah bahwa harta yang paling berharga adalah kemauan agar perbedaan tidak menjadi alasan untuk bertikai, tetapi diselaraskan dalam kerukunan dan rasa saling menghormati."

Sri Paus mengakhiri pertemuan ini dengan sebuah gestur yang menyentuh para hadirin baik luring maupun daring: mencium tangan Imam Besar. Tak lama kemudian, dunia maya penuh dengan komentar warganet yang menyampaikan kekaguman dan doa-doa baik bagi Sri Paus. Seorang pengguna YouTube menulis di kolom komentar, "Sebagai Muslim, ini gambaran Islam yang saya kenal. Menghargai walau berbeda, menghargai tamu yang datang, menghargai/menyayangi sesama makhluk Tuhan." Seorang lain di Instagram mengutip Ali bin Abi Thalib: "Mereka yang bukan saudaramu dalam iman adalah saudaramu dalam kemanusiaan."

Sehari sebelumnya, Sri Paus juga bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka. Ia juga menggunakan kesempatan ini untuk berpesan bagi kita semua:

"Ketegangan-ketegangan dengan unsur kekerasan timbul di dalam negara-negara karena mereka yang berkuasa ingin menyeragamkan segala sesuatu dengan memaksakan visi mereka."

Sejak Pemilihan Umum yang jatuh pada hari yang sama dengan Rabu Abu tahun ini, suasana politik di Indonesia tidak sepenuhnya damai. Mereka yang tidak puas dengan pengumuman hasil Pemilu menuduh adanya kecurangan dan menuntut dilakukan pemilihan ulang, tapi demokrasi tetaplah demokrasi dan keputusan KPU, Bawaslu, dan DKPP tidak berubah. Tanpa berlarut dalam detailnya, semua ini berevolusi menjadi sebuah revisi Undang-Undang yang dinilai dapat semakin membuka peluang nepotisme, sebuah peluang yang mungkin terlalu menarik bagi beberapa penguasa haus kekuasaan untuk dilewatkan begitu saja. Namun, masyarakat tidak tinggal diam dan demonstrasi pecah; DPR pun membatalkan pengajuan revisi UU tersebut.

Pesan Sri Paus yang disampaikan di depan Presiden Joko Widodo sungguh penting dan tepat waktu. Beliau kembali menuai pujian; banyak orang menafsirkan pesan tersebut sebagai peringatan keras bagi para pemegang kekuasaan, hanya saja disampaikan dengan kelembutan dan kasih. Media sosial lagi-lagi dihujani komentar positif segera setelah pertemuan ini diberitakan, seperti layaknya komentar berikut: "[Paus Fransiskus] bukan hanya pemimpin agama, tapi juga pemimpin negara. Wajar jika beliau mengikuti perkembangan geopolitik, bahkan di Indonesia. Semoga pesan beliau menjadi nasihat bagi para pemimpin kita."

Lantas, pesan-pesan yang disampaikan Sri Paus merangkap pula sebagai dorongan untuk terus memperjuangkan tidak hanya persaudaraan dan bela rasa, tetapi juga solidaritas dan subsidiaritas. Hal ini sejalan dengan Arah Dasar Pastoral Keuskupan Agung Jakarta selaku tuan rumah kunjungan apostolik ini.

Terpisah Bentang Alam, Disatukan dalam Iman

Terlepas dari lokasinya, menerima kunjungan paus adalah sesuatu yang luar biasa. Bagaikan domba yang menantikan kehadiran gembalanya dan berkumpul mendengar suaranya yang menenangkan, demikian pula umat Katolik dari seluruh penjuru Indonesia berbondong-bondong datang ke Jakarta. Mereka yang tinggal, menginap, atau bekerja di sekitar jalan-jalan protokol mungkin cukup beruntung dan berpapasan dengan iring-iringan kendaraan Sri Paus dan menerima berkat langsung darinya. Yang lain harus mencoba peruntungan mereka di acara yang juga menjadi puncak kunjungan Sri Paus ke Indonesia: Misa Akbar yang beliau pimpin sendiri di Gelora Bung Karno.

Perayaan Ekaristi baru dimulai pada pukul 17.00 waktu setempat, tapi rangkaian acara pra-misa dimulai pukul 12.00. Lebih dari 1.300 bus yang dipenuhi penumpang sudah masuk ke dalam kota sejak beberapa jam sebelumnya dan menuju ke GBK, menyebabkan tampilan jalan-jalan di Google Maps menjadi merah gelap. Di tengah kemacetan dan suara klakson yang bising, terjadilah sesuatu yang mengagumkan.

Dalam sebuah tren yang diawali oleh sekelompok siswa, setiap kali salah satu bus tersebut berpapasan dengan yang lain, para penumpang kedua bus saling menyapa satu sama lain dengan melambaikan tangan. Baik orang muda maupun yang sudah lanjut usianya turut bergabung, menularkan senyum dan suasana positif yang menampik kebosanan karena terjebak dalam kemacetan. Di pekarangan GBK, seseorang terdengar berteriak "mana Medan, mana Makassar?" dan dibalas dengan sahutan-sahutan gembira oleh mereka yang datang dari Keuskupan Agung Medan dan Keuskupan Agung Makassar. Betapa indah dan hangatnya suasana ini; meski tidak saling mengenal, mereka semua dipersatukan dalam semangat dan kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun