***
Alkisah tahun 1953, KH. Agus Salim mewakili Presiden Soekarno dalam acara penobatan Ratu Elizabeth II sebagai Ratu Inggris di Istana Buckingham. Di acara itu Agus Salim melihat Pangeran Philip tampak canggung menghadapi khalayak yang hadir, barangkali karena masih muda. Ia menyalakan kretek, lalu mendekati Pangeran Philip. Di sekitar hidung Pangeran Philip, Agus Salim mengayun-ayunkan kreteknya. Ia kemudian bertanya, "Your Highness, adakah Paduka mengenali aroma rokok ini?" Pangeran Philip menghirup-hirup aroma kretek Agus Salim. Setelah beberapa saat ia mengaku tidak mengenali aroma tersebut. Agus Salim tersenyum lalu berkata, "Inilah sebabnya 300 atau 400 tahun lalu bangsa Paduka mengarungi lautan dan menjajah negeri kami."
The Grand Old Man, julukan KH. Agus Salim, memang dikenal cerdas dalam menyampaikan kritik tajam dan pedas. Ia sekali lagi membuktikan itu di Istana Buckingham. Kretek tak lain ialah cengkeh, tanaman tropik asli nusantara, tepatnya Kepulauan Maluku. Sejak abad XVI cengkeh menjadi magnet bagi merkantilisme Eropa untuk datang dan menjajah nusantara.
Dulu, karena cengkeh nusantara dijajah. Kini, karena cengkeh penjajah kembali. Membonceng isu kesehatan, para penjajah itu ingin merampas "rokok cengkeh", nama lain dari kretek. Mereka paham betul, Indonesia tidak banyak punya produk unggulan dan industri nasional yang kuat. Kretek dan industrinya, satu dari yang sedikit yang kuat, itulah yang kini mereka serang.
Sejak 1990an, konspirasi dirajut. Bendera World Health Organization (WHO) dipinjam. Riset didasarkan pesanan. Data, angka, statistik dan estimasi, dimanipulir. Teror bernama sejumlah penyakit dan kematian akibat rokok tumbuh subur. Soal dagang dibelokkan jadi kesehatan. Uang menjelma tuhan. Dalang semua itu adalah industri farmasi AS.
Wanda Hamilton, seorang peneliti independen dan pengajar di tiga universitas terkemuka di AS, membongkar konspirasi industri farmasi AS dengan WHO melalui bukunya Nicotine War (Yogyakarta: INSISTPress, 2010). Menurut Hamilton, propaganda anti rokok merupakan bagian dari marketing industri farmasi. Ia menyebut: "Koneksi yang tidak terbantahkan antara propaganda anti merokok dengan industri farmasi." Targetnya agar orang berhenti merokok, dan untuk berhenti merokok itu harus ada penanganan atas ketagihan nikotin. Dari situlah terbuka jalan bagi terapi atau obat-obat yang dikenal sebagai Nicotine Replacement Therapy (NRT).
Tobacco Dependence, traktat tiga halaman tiga halaman terbitan WHO, menyebut merokok sebagai "wabah pediatri" yang membunuh jutaan anak-anak dan orang dewasa: "Wabah ini diperkirakan akan membunuh 250 juta anak-anak dan orang dewasa yang hidup saat ini, sepertiga dari mereka hidup di negara-negara berkembang." Dalam traktat itu istilah treatment (penanganan, perawatan) disebut tidak kurang dari 36 kali. Treatment adalah kata kunci untuk memasarkan produk-produk industri farmasi.
Tidak heran jika industri farmasi meraup keuntungan besar. Hamilton mengungkap fakta-fakta ini:
"Sepuluh perusahaan obat terbesar dilaporkan menghasilkan laba rata-rata 30 persen dari pendapatan -margin yang mencengangkan. Selama beberapa tahun belakangan, industri farmasi secara keseluruhan sejauh ini merupakan industri yang paling beruntung di Amerika Serikat." Angell M, "The Pharmaceutical Industry -To Whom Is It Accountable?" New England Journal of Medicine, June 22, 2000.
"Setiap tahun sejak 1992, industri obat adalah industri paling beruntung di Amerika Serikat, menurut pemeringkatan majalah Fortune. Selama bertahun-tahun itu, besarnya imbalan pendapatan (laba sebagai persentase penjualan) industri obat rata-rata tiga kali laba rata-rata semua industri lain yang tercantum dalam Fortune 500." Public Citizen Report, "Rx R&D Myths: The Case Againts the Drug Industry's R&D ‘Scare Card," July 23, 2001.
"Jika ditotal, kapitalisasi pasar dari empat perusahaan (farmasi) terbesar itu jumlahnya melebihi perekonomian India." David Earnshaw, mantan direktur urusan pemerintah Eropa untuk SmithKline Beecham, kini ketua kampanye Oxfam untuk akses terhadap obat-obatan. Dikutip dalam Roger Dobson, "Drug Company lobbyist joins Oxfam's cheap drugs campaign," BMJ, 332, April 28, 2001, p. 1011.