Yang tua yang muda, yang pria yang wanita, yang sipil yang militer, yang cantik yang jelek, yang kaya yang miskin, yang pelajar yang mengajar, semua menyayangkan Agus Harimurti lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara dan AKMIL berhenti dari TNI dan tidak jadi menjadi seorang Jendral.
Agus menangis dalam pidato politik pertamanya, berat meninggalkan TNI. Apapun tuduhan pihak lawan dan penjelasan orang-orang di sekelilingnya maupun dirinya sendiri, sudah pasti Agus menangis karena terdzolimi, digagalkan kariernya di TNI yang diprediksi gilang gemilang.
Masyarakat semuanya bisa ikut merasakan dan bersimpati dengan kesedihan Agus yang terdzolimi. Siapa yang mendzolimi ? Yang mendzolimi adalah bapak ibunya sendiri dalam rangka kelangsungan dinasti keluarga.
Jadi dobel simpati masyarakat. Simpati karena Agus terdzolimi dan salut kepada Agus sebagai anak yang berbakti, sehingga rela pupus karier cemerlangnya di TNI.
SBY tahu ini. Dan SBY memanfaatkan ini. Tidak masalah pandangan buruk rakyat kepadanya, toh selama ini sudah banyak yang memandangnya buruk apapun pencapaiannya sebagai presiden dua periode.
Yang penting Agus yang telah memiliki modal potensi yang sangat baik akan semakin melambung elektabilitasnya di mata rakyat dengan kondisinya yang kini terdzolimi. Hasilnya telah terbukti. Siapa akan menduga sebelumnya, Agus akan unggul dalam suatu polling ?
Rakyat terbukti rontok hatinya kepada kesatria gagah tampan yang terdzolimi. Rakyat akan tergerak untuk mendukung. Rasa mengalahkan logika. Segala macam perhitungan dan pertimbangan akan kalah oleh perasaan yang muncul.
Sejarah selalu berulang. SBY sebagai bapak pencipta paten pencitraan dalam sejarah perpolitikan Indonesia, dan sebagai penemu status politik yang menguntungkan "terdzolimi", akan mengulang sejarah dirinya untuk diterapkan kepada anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono.
Siapapun yang mendzolimi tidak penting. Yang penting sekarang Agus telah terdzolimi.
Maka para pendukung Ahok pun mulai ketar-ketir, dadanya mulai beresir menatap Agus Harimurti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H