Hey, kau
Aku merindumu. Aku mencarimu di setiap kedipan bintang yang mulai memudar. Akupun memunguti setiap angin yang menerpa tubuh ringkihku. Berharap kau titipkan cumbumu di sana
Tapi entah.. Angin itu tak lagi membelaiku mesra, menitipkan kecupan darimu. Adakah jelaga datang meng-uap-kan basahnya kecupanmu untukku. Entah. Yang aku tau, lembutnya angin akan menyapaku lagi
Hey, kau
Aku akan menunggumu. Kau akan datang, duduk, menemaniku, bersama menyeduh kopi dalam gelas yang sama. Kau akan mengusap guratan-guratan lelahku. Itu janjimu. Janji yang kusimpan rapih dalam memoryku
Hey, kau..
Kita akan bersanding, bercerita tentang melati-melati yang mulai mekar di terasmu. Melati yang sesekali cemburu dengan halummu. Indah sekali matamu, Sayang... Berbinar, ketika kau berceloteh tentang bocah kecil yang menggodamu. Teduh, menutup mulut saat sinarnya menyapa hatiku..
Hey, kau..
Kiranya malam ini kau selipkan keluhmu pada angin penghujung musim ketiga ini
Aku masih akan tetap mencoba membaca goresan-goresan selendang di singgasanamu
Bahkan ketika tidak kutemukan selendangmu pada angin yang akan membelaiku malam ini, aku akan menunggu besok malam dan malam yang lain.
Hey, kau...
Detik ini, aku katakan lagi padamu.. Aku cinta kamu, Sayang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H