"aku ingin kamu jadi istriku"
Raut muka Ria tiba-tiba memerah. Butiran baso yang dikunyahnya, mendadak seolah-olah sulit ditelan setelah mendengar ucapan Randu tadi.
"Tapi maskawinnya bukan mobil. Nanti di depan penghulu, aku akan qobul dengan menyebut blog sebagai maskawinnya"
[caption id="attachment_359622" align="alignleft" width="300" caption="gambar dari sini: http://lornali.com/why-your-green-business-needs-a-green-business-blog/"][/caption]
Belum juga hilang kekagetan pertama, sudah datang lagi kekagetan kedua. Pada kaget kedua ini, Ria mengernyitkan kening indahnya. "Maskawinnya bloooog?" Ria membathin. Diam-diam ada rasa geli. Kalau itu disampaikan Randu melalu SMS, sudah dipastikan Ria akan ngakak terbahak-bahak. Masih dengan perasaan yang bercampur, Ria mencoba melirik ke arah Randu. Diam-diam jari mungilnya mencubit manja laki-laki yang duduk di sebelahnya itu. Duduk dengan penuh ketulusan.
Bagi Ria, bukan sekali itu saja dirinya dibuat tergugu oleh Randu. Dulu waktu pertama kali bertemu, Ria berharap itu adalah pertemuan yang nggak nyata. Bagaimana tidak, Randu yang tulisannya sangat romantis ternyata adalah sosok yang jauh dari romantis..gembel..
"kamu mau nggak aku ajak ke Prancis? Tapi ke Prancis nya di blog" adalah ajakan yang akan terus di ingat Ria. Ajakan saat pertama kali mereka bertemu
“Nanti aku bilang apa sama orang tuaku?” Tanya Ria kemudian, setelah mampu menahan geli. “Eh tapi, itu juga kalau misalnya aku mau menjadi istri kamu ya,” Ria mencoba melanjutkan ucapannya. Ekspresi mukanya kini begitu cuek-santai tepatnya.
“Ya kamu katakan saja, bahwa kamu mau jadi istri aku,” tidak kalah cueknya, Randu menjawab. “Kok? Kan tadi kamu yang nanya aku, mau nggak aku jadi istri kamu. Kenapa sekarang jadi aku yang seolah-olah ingin jadi istri kamu?” raut santainya, kini berubah jadi berkerut lagi.
“Ya nanti kalau kamu katakan tetang blog, orang tua mu kan tidak bakal nyambung. Karena tidak tahu apa itu blog. Katanya, HP juga cuma buat nelepon. Karena kalau SMS tidak bisa.. tidak bisa apa itu istilahnya? Tidak bisa pencet-pencet ya?” Tanya Randu masih dengan muka cuek. “Sama calon mertua kok, ngeledek” gumam Ria sambil meraih es yang ada di depannya.
“Apa? Calon mertua? Kamu mau jadi istriku dengan maskawin Blog?” Tanya Randu semangat. Kini, tidak ada lagi muka cuek. Raut mukanya begitu berbinar dengan penuh semangat.
Ria terperanjat mendengar ucapan Randu itu. Namun, dia mencoba sadar ada sesuatu yang tidak beres dengan apa yang diucapkannya tadi. Tidak mau semakin terpojok, Ria mencoba untuk mengalihkan tema obrolan. “Mas, aku duluan ya. Takut keburu malam,”
“Baik Lah. Perlu diantar tidak?” sahut Randu. “Tapi lewat Blog, mengantarnya,” buru-buru Randu melanjutkan ucapannya.
Mendapat penawaran yang konyol untuk kesekian kalinya, Ria hanya menjulurkan lidahnya ke arah Randu. “Wlewlewlewle” yang dijawab dengan senyum manis dari laki-laki romantis gembel itu.
Sepatu kasual Ria masih menapaki jalanan Malioboro yang malam itu begitu cerah. Hilir mudik warga, sudah mulai meningkatkan akivitas di sepanjang jalan itu. Ucapan-ucapan Randu tadi, diam-diam mencuri konsentrasinya. Tawaran untuk menjadi istri, melamar dengan maskawin blog, sampai dengan kegirangan Randu lantaran dirinya mengucap kalimat yang dianggap ‘mengiyakan’ ajakan Randu untuk menikah, silih berganti datang mengisi tempurung kepalanya. Namun, Ria tidak sedikitpun berusaha mengusir bayangan itu, bahkan sesekali bibirnya tersenyum manis. “Laki-laki penuh misteri,” hatinya membathin. Senyumnya masih terus mengembang di ujung bibirnya yang ranum, sampai akhirnya kakinya sampai di suatu tempat, yang menjadi tempat ngetem taxi untuk mengantarkannya ke kost-an yang sudah dua tahun ini ditempatinya.
“Apa tanggapan orang tuaku, kalau aku tiba-tiba datang dengan laki-laki yang jauh ari kata rapih, terus aku bilang, aku akan menikah dengannya. Ah, bayangan yang bener-bener konyol,” kembali, Ria membathin di sela-sela senyum manisnya.
Saat ini, Ria hanya ingin lekas-lekas sampai kost an, berbaring, sambil membayangkan masa depan. Tentunya masa depan yang indah dengan Randu. 30 menit kemudian, taxi yang ditumpangi sampai di mulut gang kostannya. Waktu 30 menit adalah waktu yang cukup lama, sebab biasanya hanya butuh waktu 15 menit untuk sampai ke kost an, jika suasana jalan lancar.
“Terimakasih Mas,” ucap Ria, setelah sopir Taxi memberi uang kembalian ongkos Ria. Masih degan hati yang diselimuti kesenangan, Ria tidak sadar langkahnya tidak lagi berjalan, melainkan lari-lari kecil.